Tak hanya e-commerce, pemerintah juga diminta pungut pajak penjual di media sosial
Ketua Umum idEA, Aulia E. Marinto mengaku khawatir jika pemerintah tidak mengatur jual beli lewat media sosial, maka pelaku usaha online berpindah ke media sosial.
Asosiasi e-commerce Indonesia (idEA) meminta Kementerian Keuangan untuk tidak hanya memungut pajak dari e-commerce, melainkan juga dari pelaku yang menjual produknya melalui media sosial, seperti Facebook dan Instagram.
Ketua Umum idEA, Aulia E. Marinto mengaku khawatir jika pemerintah tidak mengatur jual beli lewat media sosial, maka pelaku usaha online berpindah ke media sosial.
-
Apa perbedaan utama antara e-commerce dan marketplace? Meskipun keduanya seringkali digunakan secara bergantian, namun sebenarnya ada perbedaan yang signifikan di antara keduanya.
-
Siapa yang melakukan riset tentang kepuasan berbelanja online di e-commerce? Melihat situasi pasar digital di awal tahun 2024 yang terus bergerak mengikuti perkembangan kebutuhan dan preferensi masyarakat, IPSOS melakukan riset dengan tajuk ”Pengalaman dan Kepuasan Belanja Online di E-commerce”.
-
Siapa yang membangun bisnis melalui marketplace? Selain itu, penjual bisa secara independen membangun bisnisnya melalui fasilitas yang ada di platform ini.
-
Kenapa Jack Ma memulai bisnis e-commerce? Berkat kesabarannya, Ma bersama rekannya memberanikan diri untuk memulai bisnis di bidang e-commerce pada tahun 1999 silam.
-
Kenapa Hari Jomblo di Tiongkok menjadi Hari Belanja Online? Seperti halnya Hari Valentine di Amerika Serikat yang dianut oleh Hallmark, Hari Jomblo di Tiongkok juga dikooptasi oleh raksasa e-commerce Alibaba pada tahun 2009 dan diubah menjadi hari belanja online besar-besaran.
-
Kenapa bisnis baju bekas impor dilarang di Indonesia? Presiden Jokowi mengungkapkan bisnis baju bekas impor ilegal sangat mengganggu industri tekstil dalam negeri.
"Bila tidak mendapat perlakukan yang sama dengan media sosial maka akan terjadi ketidakseimbangan. Implikasi yang lain akan muncul mana kala individu yang berjualan dengan harga murah di e-commerce, akan pindah ke media sosial," kata Aulia di EV Hive DLab, Jakarta, Selasa (30/1).
Sementara itu, Ketua Bidang Pajak Cybersecurity Infrastruktur idEA, Bima Laga menambahkan, perlu dibuat aturan yang untuk media sosial. Menurutnya, jika aturan mengenai pajak e-commerce keluar terlebih dahulu, menurutnya yang terjadi adalah shifting yang bisa menyebabkan kerugian.
"Dengan begitu PMK menjamin level playing field. Ditjen Pajak juga perlu melakukan enforcement bagi kanal lainnya yaitu pelaku bisnis di media sosial dan marketplace offline," kata dia.
Berdasarkan survei idEA terhadap 1.800 responden di 11 kota besar ditemukan bahwa hanya 16 persen pelaku e-commerce yang berjualan di marketplace. Sedangkan yang berjualan di media sosial seperti facebook dan Instagram mencapai 59 persen. Selebihnya berjualan di platform lain atau website sendiri.
Survei ini menunjukkan bahwa perdagangan online di media sosial jauh lebih banyak dibanding marketplace. Dengan begitu, potensi pajak yang bisa dikejar pemerintah dari e-commerce di media sosial jauh lebih besar dari pada yang bisa didapatkan dari marketplace.
Bima memandang, perlu dibuat aturan pajak untuk media sosial. "Iya dibikin aturan lagi. Dari Badan Kebijakan Fiskal (BKF) adalah ingin mengatur marketplace (e-commerce) terlebih dahulu. Baru setelah itu, ada aturan susulan yang mengatur media sosial.
"Tapi kan tidak bisa, keburu nanti orang pada shifting (pindah). Kenapa tidak dimatangin bersama-sama. Sehingga, bila aturan ini keluar, semua menjalankan," tutup Bima.
Baca juga:
Jam-jam sibuk orang Indonesia belanja online
Cari barang di e-commerce lewat mobile, bayar pakai desktop
Asosiasi minta pemerintah sosialisasi sebelum terbitkan aturan pajak e-commerce
Tokopedia dan IFW 2018 kerja sama kembangkan bisnis fesyen lewat e-commerce
Selama 2 tahun di Indonesia, ShopBack klaim beri cashback Rp 60 miliar