Tak Hanya Produsen, Rencana Aturan Kemasan Tanpa Label Rugikan Konsumen
Aturan yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) ini dianggap berpotensi merugikan baik konsumen maupun produsen.
Usaha untuk menerapkan uniformitas pada kemasan rokok tanpa mencantumkan identitas merek melalui Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) mendapat beragam kritik.
Aturan yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) ini dianggap berpotensi merugikan baik konsumen maupun produsen.
- Pemerintah Berikan Perlindungan Serius untuk Kesehatan Masyarakat, Industri Wajib Patuhi PerBPOM Label Bahaya BPA
- 3 Bulan Resmi Disahkan, BKPN Desak Percepatan Sosialisasi Label Bahaya BPA pada Galon Bermerek
- Pengusaha: Orang Kaya Pembeli Barang Branded Berpotensi Kabur Ke Malaysia Akibat Permendag Nomor 8 Tahun 2024
Yuswohady, seorang praktisi pemasaran sekaligus Managing Partner Inventure, menegaskan bahwa rencana kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek akan menghapus diferensiasi yang telah dibangun oleh produsen dalam industri tembakau selama ini.
Ia berpendapat bahwa diferensiasi yang ada melalui merek, logo, dan elemen visual lainnya adalah hasil investasi yang telah dilakukan oleh produsen selama bertahun-tahun, bahkan ada yang mencapai ratusan tahun, untuk memperkuat dan membangun reputasi merek mereka.
“Tujuan merek adalah diferensiasi. Tanpa merek, konsumen akan kesulitan membedakan kualitas produk yang satu dengan yang lainnya,” ungkap Yuswohady.
Bagi konsumen, hilangnya identitas merek pada kemasan rokok dapat mengurangi hak mereka untuk memperoleh informasi yang jelas mengenai kualitas dan reputasi produk.
Dengan adanya kemasan yang tidak mencantumkan identitas merek, konsumen akan kesulitan mengenali merek mana yang telah terbukti memberikan kualitas tinggi dan mana yang sekadar produk abal-abal atau ilegal.
"Kebijakan ini berisiko mengarahkan konsumen pada kebingungan di pasar. Di mana produk murah dan berisiko tinggi mungkin lebih mudah diterima karena tidak ada pembeda yang jelas," tambahnya.
Selain itu, dari perspektif produsen, kebijakan ini dapat menimbulkan kerugian finansial yang signifikan. Investasi yang telah dikeluarkan untuk membangun merek dan reputasi bisa hilang dalam sekejap.
Yuswohady menekankan bahwa kekuatan sebuah merek biasanya terletak pada nilai atau value yang dibawanya. “Ketika identitas merek dihilangkan, nilai tersebut juga hilang,” jelasnya.
Dampak ke Perekonomian
Yuswohady mengingatkan bahwa efek dari penyeragaman kemasan rokok tanpa merek dapat berdampak luas pada ekonomi, terutama bagi pedagang kecil yang sangat bergantung pada penjualan rokok.
Dari sudut pandang ekonomi, kebijakan ini berpotensi menciptakan merek-merek palsu atau produk murah yang kualitasnya tidak terjamin. Pedagang kecil yang biasanya menjual rokok bermerek ternama mungkin akan mengalami penurunan pendapatan, karena konsumen cenderung beralih ke produk tanpa merek yang lebih murah dan beredar di pasar gelap.
Dalam menghadapi kondisi ini, Yuswohady merekomendasikan agar pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan yang akan diterapkan dan melakukan kajian yang lebih mendalam mengenai dampak yang mungkin terjadi.
Ia berpendapat bahwa dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan oleh rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek harus menjadi perhatian utama. "Pengaturan ini perlu diimbangi agar tidak merugikan banyak pihak," tegasnya.