TD Pardede, Orang Batak Terkaya hingga Diangkat Soekarno Jadi Menteri
Hartanya di masa ia berjaya ditaksir miliaran rupiah.
TD Pardede, Orang Batak Terkaya hingga Diangkat Soekarno Jadi Menteri
TD Pardede, Orang Batak Terkaya hingga Diangkat Soekarno Jadi Menteri
Masyarakat mungkin tidak banyak yang mengenal dengan nama Tumpal Dorianus Pardede atau dikenal dengan TD Pardede. Pria kelahiran 16 Oktober 1916, Balige, Sumatera Utara ini merupakan pria batak paling kaya di era penjajahan Jepang. Pardede dikenal luas sebagai bos tekstil. Kejeliannya dalam berbisnis kemudian membuat usahanya berkembang ke sektor perikanan dan perhotelan. Hartanya di masa ia berjaya ditaksir miliaran rupiah.
Bakat bisnis Pardede sudah terasah sejak dini. Pardede kerap bermain kelerang bersama teman-teman sebayanya.
Ketika menang, dia mendapatkan banyak kelereng. Kelereng yang lebih itu kemudian dia jual di pasar.
-
Bagaimana cara orang kaya ini dimakamkan? Makam ini menyimpan kerangka empat anggota keluarga kaya 'tuan tanah' yang dikremasi dan dikubur bersama dengan lima kereta kencana dan lima kuda.
-
Kenapa orang berpura-pura kaya? Perilaku ini umumnya dilakukan untuk menyembunyikan keterbatasan keuangan mereka.
-
Apa yang menjadi ciri khas orang yang gemar berpura-pura kaya? Satu hal yang membedakan orang-orang ini adalah kecenderungan mereka untuk membahas cita rasa dan gaya hidup yang dianggap elite.
-
Bagaimana cara kata-kata berkelas ini bisa menginspirasi orang? "Life isn't about finding yourself. Life is about creating yourself." - George Bernard Shaw (Hidup bukanlah tentang menemukan dirimu sendiri. Hidup itu tentang menciptakan dirimu sendiri)
-
Mengapa makam tersebut diyakini sebagai makam orang kaya? "Ini mungkin adalah anggota kelas pemerintahan Chimu," katanya, menunjuk pada perhiasan yang ditemukan bersama mereka.
-
Kata-kata lucu bahasa Sunda apa yang menggambarkan orang yang kuat dan hebat tapi banyak jerawat? “Tetep seuri sanajan hate nalangsa adalah ciri-ciri jalma anu hebat, kuat tur loba jerawat.” Artinya: Tetap tersenyum meskipun hatinya sedang bersedih adalah ciri-ciri dari orang yang hebat, kuat dan banyak jerawat.
Uang yang dia dapatkan dari menjual kelereng, sebagian ditabung dan sebagian lagi dia gunakan untuk jajan. Usai lulus dari Hollandsch-Inlandsche School (HIS) sekolah pada zaman penjajahan Belanda, yang setara dengan Sekolah Dasar (SD) saat ini, Pardede bekerja serabutan menjadi buruh kasar di perkebunan. Pardede secara langsung merasakan betapa kasar dan kejamnya orang-orang Jepang terhadap pekerja kasar Indonesia.
Pardede pun bertekad untuk menjadi pengusaha yang bisa memonopoli gula dan garam di sekitar Tapanuli.
Ini demi mengubah sikap masyarakat Jepang terhadap penduduk Indonesia.
Pardede kemudian mendirikan pabrik yang memproduksi singlet. Produknya itu diberi nama Surya.
Kemudian, di tahun 1953 Pardede mendiversifikasi bisnisnya ke produksi selimut dan pintal benang.
Sumber: Akun Youtube Batak Storypedia
Perkembangan bisnis Pardede bahkan menarik perhatian Presiden Soekarno kala itu. Pardede kemudian diangkat menjadi Menteri Berdikari.
- Keren, Petani Muda Ini Bisa Hasilkan Rp1,5 Miliar dalam Sekali Panen
- Sosok Ayah dan Anak Ditemukan Tewas Membusuk di Koja Jakarta Utara di Mata Tetangga
- Jatuh Bangun Ilham, Mantan Pecandu Narkoba Sukses Jadi Pengusaha Sepatu dan Raup Omzet Rp6 Miliar
- TNI Sebut Penetapan Tersangka Kabasarnas Bukan Ranah KPK, Begini Aturannya
Pardedetex merupakan klub yang sangat disegani di masanya. Klub ini merekrut bintang tim nasional di era 1970-an seperti Iswadi Idris, Sucipto Suntoro, Abdul Kadir, M Basri.
Akan tetapi karena iklim sepak bola penuh dengan suap, Pardedetex dibubarkan dan memilih mundur dari Galatama.
Pardede juga membangun sebuah rumah sakit yang diberi nama Herna. Dia juga membangun Universitas bernama Darma Agung. Di tahun 1964 Pardede diberi gelar ahli tekstil dari ikatan pengusaha tekstil Indonesia. Di tahun 1965 dia mendapatkan gelar kehormatan ilmu ekonomi dari Universitas Sumatera Utara, dan di tahun 1967 Pardede mendapatkan gelar doktor ilmu ekonomi dari Universitas Takushoku, Jepang.