Ternyata Orang Kaya Biang Kerok Kemacetan di Jakarta, Ini Faktanya
Hal ini juga dinilai menjadi salah satu hambatan upaya mengurangi tingkat emisi karbon dari sektor transportasi.
Hal ini juga dinilai menjadi salah satu hambatan upaya mengurangi tingkat emisi karbon dari sektor transportasi.
- Studi: Truk Jadi Kontributor Terbesar Polutan di Jakarta dan Sepeda Motor Penyumbang Emisi Karbon Monoksida
- Komunitas Mengembara Biru Bersepeda dari Jakarta-Lombok Kampanyekan Hidup Minim Emisi
- Aturan Pembatasan Kendaraan Pribadi di DKI Jakarta Segera Terbit
- Terungkap, Biang Kerok Konsumsi Air Kemasan di Jakarta Melonjak jadi 79 Persen
Ternyata Orang Kaya Biang Kerok Kemacetan di Jakarta, Ini Faktanya
Ternyata Orang Kaya Biang Kerok Kemacetan di Jakarta, Ini Faktanya
Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan melaporkan masih banyak kendaraan pribadi yang berasal dari kawasan elit menuju ke Jakarta.
Artinya hal ini masih menjadi salah satu penyebab kemacetan di ibu kota.
Plt. Kepala BPTJ, Kementerian Perhubungan, Suharto mengatakan pihaknya berencana untuk menyediakan transportasi umum dari kawasan elit menuju Jakarta.
"Kami dari Jakarta dan sekitarnya kami laksanakan mapping dari mana saja sumber pergerakan kendaraan pribadi, mayoritas dari kawasan perumahan yang harganya diatas Rp1 miliar, Rp2 miliar," ujarnya dalam Peluncuran 26 Bus Listrik DAMRI di Monumen Nasional, Jakarta, Jumat (22/12).
Suharto mencatat, masih ada 117 perumahan elit yang menyumbang kendaraan pribadi di jalanan DKI Jakarta dan sekitarnya.
Hal ini dinilai jadi salah satu hambatan upaya mengurangi tingkat emisi karbon dari sektor transportasi.
"Kedepannya kami coba shifting dari pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum. Kami mapping kurang lebih ada 117 perumahan," sambung Suharto.
Guna mengurangi jumlah kendaraan pribadi dari 117 kawasan orang kaya tadi, Suharto berencana membuka rute khusus. Namun, itu membutuhkan ratusan armada yang rencananya akan dipenuhi secara bertahap.
"Tahun 2024, kami akan staging 2024 harapan kami akan kami koordinasikan dengan pak Kadis (Dishub DKI Jakarta) 106 unit kami butuhkan di kawasan elit," kata Suharto.
Lalu, dipenuhi lagi 86 unit di tahun selanjutnya. Hingga ditambah lagi sebanyak 46 unit transportasi publik di 2026.
"Ini skenario kita untuk meminimalkan dampak polutan dari kendaraan bermotor," kata Suharto.
Lebih lanjut, Suharto berharap rencana ini bisa terealisasi dalam waktu dekat. Pasalnya, saat ini telah dilakukan kajian.
Suharto mengatakan, calon operator nantinya juga perlu menghitung kebutuhan armada hingga besaran tarifnya.
"Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini akan terealisasi," kata dia.
Pihaknya pun mengundang para operator angkutan umum untuk turut serta berkontribusi menentukan tarifnya.
"Mereka saat ini sudah mencoba berhitung, berapa jarak yang akan dilayani, berapa biaya operasionalnya, kemudian ini potensi penumpangnya seperti apa, ini sedang mereka lakukan pendalaman," pungkas Suharto.