Terungkap, Ini Alasan Sebenarnya Bank Indonesia Terpaksa Masih Tahan Suku Bunga Acuan
Erwin menyatakan, penahanan BI 7 Days Reverse Reporter Rate (BI7DRR) ini juga bermaksud untuk menjaga nilai tukar Rupiah yang tengah dalam tekanan hebat.
Bank Indonesia (BI) hingga saat ini terpaksa masih menahan suku bunga acuan atau BI Rate di level 6,25 persen. Kebijakan moneter ini diambil lantaran bank sentral masih fokus memitigasi dampak risiko global, khususnya terkait penurunan suku bunga acuan The Fed.
- Ternyata Ini 5 Alasan Bank Indonesia Turunkan Suku Bunga Jadi 6 Persen
- Bos BI Beberkan Alasan Masih Tahan Suku Bunga Acuan Saat Tren Penurunan Inflasi
- Demi penguatan Rupiah, Bank Indonesia Tahan Suku Bunga Acuan di 6,25 Persen
- Mengungkap Alasan Bank Indonesia Kembali Tahan Suku Bunga Acuan di Februari 2024
"Untuk moneter, terpaksa nih karena di global orang masih nunggu-nunggu diturunkannya Fed Fund Rate, kemudian volatilitas dari pasar keuangan global masih tinggi, terpaksa kita menempuh kebijakan moneter yang belum akomodatif," ujar Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono di sela acara FEKDI-KKI di JCC Senayan, Jakarta, Sabtu (3/8).
Erwin menyatakan, penahanan BI 7 Days Reverse Reporter Rate (BI7DRR) ini juga bermaksud untuk menjaga nilai tukar Rupiah yang tengah dalam tekanan hebat.
"Rupiah terdepresiasi. Walaupun lebih rendah dari pada peer group kita, tapi kan untuk mempertahankan itu kita terpaksa membuat kebijakan moneter yang belum akomodatif," ungkap dia.
Mengutip pernyataan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Erwin menambahkan, pihak bank sentral pastinya bakal buka peluang untuk menurunkan tingkat suku bunga acuan apabila gejolak keuangan di pasar global sudah mereda.
"Moneter terpaksa belum akomodatif. Kalau moneter akomodatif, kami masih hati-hati karena memang nanti jangan-jangan nilai tukarnya semakin berat," tegas dia.
Dia menekankan, faktor penentu kebijakan moneter bukan hanya berasal dari dan negeri saja. Terlebih situasi dunia saat ini masih terus memanas, memaksa pihak regulator harus tetap berhati-hati dalam mengambil tiap keputusan.
"Kita belum tahu kalau data dependen, tergantung si keuangan mereda atau tidak. Nilai tukar dan sebagainya bukan ditentukan dalam negeri, tapi juga faktor di luar negeri," pungkas Erwin.