Untung-Rugi Penghapusan Kelas Rawat Inap BPJS Kesehatan
Koordinator Bidang Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar, mengatakan saat ini Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) diberikan tugas mengkaji konsep rawat inap kelas standar, dengan mempertimbangkan beberapa aspek.
Pelayanan Kelas Rawat Inap (KRI) BPJS Kesehatan akan segera dihapus. Nantinya tidak ada lagi kelas 1, 2 dan 3 untuk peserta. Ke depan akan dilebur menjadi satu dan hanya akan ada satu kelas yakni kelas standar.
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Muttaqien menuturkan, rencana pemberlakuakn satu kelas rawat inap tersebut untuk menerapkan kembali prinsip ekuitas sesuai dengan amanah Undang-Undang. Pihaknya saat ini bersama kementerian terkait masih merumuskan kelas rawat inap 'tunggal' tersebut.
-
Apa itu Program Pesiar BPJS Kesehatan? BPJS Kesehatan resmi meluncurkan program Petakan, Sisir, Advokasi dan Registrasi (PESIAR). Program tersebut dihadirkan untuk mengakselerasi proses rekrutmen peserta dan meningkatkan keterlibatan aktif dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
-
Bagaimana BPJS Kesehatan meningkatkan layanan kesehatan bagi pesertanya? Salah satu upaya yang dilakukan melalui pertemuan antara Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti bersama Wali Kota Balikpapan, Rahmad Mas'ud.
-
Bagaimana BPJS Kesehatan mempermudah akses bagi peserta JKN? Inovasi berbasis digital dihadirkan BPJS Kesehatan Ia menjelaskan, sejumlah inovasi berbasis digital yang dihadirkan BPJS Kesehatan demi memberikan kemudahan akses bagi peserta JKN antara lain meliputi BPJS Kesehatan Care Center 165, Aplikasi Mobile JKN, Chat Assistant JKN (CHIKA), Voice Interactive JKN (VIKA), dan Pelayanan Administrasi melalui Whatsapp (PANDAWA).
-
Bagaimana BPJS Kesehatan memberikan kemudahan akses bagi masyarakat? Untuk itu, mereka melakukan transformasi digital dengan menghadirkan berbagai layanan inovatif yang mengandalkan teknologi dan digitalisasi.
-
Mengapa BPJS Kesehatan dan Pemkot Balikpapan berkolaborasi? Kerja sama ini akan membawa manfaat signifikan dalam memberikan layanan kesehatan yang lebih baik.
-
Apa yang dihapus dari BPJS? Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah menjawab pertanyaan publik terkait naiknya iuran ketika Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) berlaku.
"Progres dari perumusan kelas rawat inap JKN kami perkirakan sudah hampir sekitar 80 persen ya, jadi sudah kita diskusikan tentang kriteria kelas rawat inapnya ada 11 kriteria. Karena ini ada tim kan dari DJSN dan Kemenkes terus dari Kemenkeu. Untuk kriterianya DJSN yang menyusun, sementara untuk tarif oleh Kemenkes. Kemarin kita harapkan sudah hampir final juga," kata Muttaqien dikutip dari Merdeka Bandung.
Koordinator Bidang Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar, mengatakan saat ini Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) diberikan tugas mengkaji konsep rawat inap kelas standar, dengan mempertimbangkan beberapa aspek. Antara lain ketersediaan jumlah Tempat Tidur (TT) pada setiap kelas perawatan di RS saat ini, pertumbuhan jumlah peserta JKN, kemampuan fiskal negara dan kemampuan masyarakat dalam membayar iuran, dan angka rasio utilisasi JKN.
Kelas Rawat Inap Standar yang disampaikan oleh DJSN adalah Kelas Rawat Inap PBI yang isinya maksimal 6 tempat tidur dan kelas Rawat Inap Non PBI yang isinya maksimal 4 TT.
"Kami sangat mengharapkan kajian DJSN ini mampu menjawab persoalan ruang perawatan yang sering dialami peserta JKN dan pelayanan di ruang perawatan. Faktanya masih banyak peserta JKN yang sulit mengakses ruang perawatan," kata Timboel dalam tulisanya, Rabu (8/12).
Hingga kini, masih ada RS yang mendahulukan pasien umum dibandingkan pasien JKN, sehingga pasien JKN mengalami kesulitan untuk mengakses ruang perawatan. Demikian juga pasien JKN mengalami masalah di ruang perawatan seperti harus pulang dalam kondisi belum layak pulang, disuruh beli obat sendiri, dan sebagainya.
Menurutnya, kesulitan mengakses ruang perawatan, salah satunya disebabkan ketersediaan TT di RS yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Semakin banyak RS yang bekerja sama akan meningkatkan TT untuk peserta JKN.
"Saya berharap seluruh RS menjadi mitra BPJS Kesehatan sehingga seluruh TT yang ada di kelas 1, 2 dan 3 selama ini semuanya menjadi TT di kelas standar nantinya," sarannya.
Selain itu harus juga ditingkatkan peran BPJS Kesehatan di Unit Pengaduan untuk mencarikan ruang perawatan di RS lain bagi pasien JKN yang tidak mendapat ruang perawatan, dan membantu pasien JKN yang mengalami masalah di ruang perawatan.
Karena, penerapan rawat inap kelas standar akan berdampak pada besaran iuran dan tarif INA-CBGS. Besaran iuran dan tarif INA-CBGS akan dihitung ulang menyesuaikan dengan dua jenis kelas standar. "Saya berharap besaran iuran yang akan ditetapkan bisa terjangkau oleh peserta mandiri, sehingga bisa menurunkan jumlah peserta yang non-aktif (yang menunggak iuran)," ucapnya.
Iuran Rp35.000 per Orang
Jika iuran nantinya ditetapkan lebih dari Rp35.000 per orang per bulan maka akan semakin sulit peserta kelas 3 mandiri membayar iurannya.
Oleh karena itu, dia berharap bila penerapan kelas Rawat Inap Standar dengan nilai iuran baru maka dimungkinkan peserta kelas 3 mandiri yang tidak mampu untuk mendaftar di kelas Rawat Inap Standar PBI (bukan di kelas Non PBI) dengan nilai iuran Rp42.000 per orang per bulan namun mendapat subsidi Rp7.000 sehingga mereka tetap membayar Rp. 35.000, seperti saat ini.
Demikian juga penyesuaian tarif INA-CBGS kelas standar bisa mengakomodir biaya pelayanan kesehatan yang selama ini dilakukan RS-RS. Tarif baru diharapkan nantinya bisa mendorong RS yang selama ini tidak mau bekerja sama, akan mau menjadi mitra BPJS Kesehatan sehingga mendukung peningkatan TT bagi peserta JKN.
"Demikian juga, dengan menjadikan rawat inap kelas standar maka potensi fraud INA-CBGS dari perbedaan kelas perawatan RS akan dapat dikurangi," jelasnya.
Adapun dalam amanat Pasal 54B tentang penerapan kelas Rawat Inap Standar di akhir 2022, Timboel menilai belum tentu seluruh RS yang menjadi mitra BPJS Kesehatan mampu memenuhi standar ruangan rawat inap yang akan ditentukan pemerintah.
"Oleh karenanya penerapan kelas Rawat Inap Standar ini juga bisa mengakomodir kesiapan seluruh RS, sehingga mereka tetap bekerja sama walaupun belum mampu memenuhi standar Pemerintah, dengan tenggat waktu yang diperpanjang," pungkasnya.
(mdk/idr)