Film 'Salam dari Anak-anak Tergenang' sindir pembangunan Jatigede
Merdeka.com - Walhi Jawa Barat menyarankan Presiden Joko Widodo menonton film “Salam dari Anak-Anak Tergenang”. Sebuah film karya Gilang Bayu Santoso, bercerita tentang anak-anak yang menjadi korban pembangunan Waduk Jatigede, Sumedang, Jawa Barat.
“Bagi kami film ini harus sampai bukan hanya ke publik tapi kepada pengambil kebijakan,” kata Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat, Dadan Ramdan, dalam diskusi film di Kampus Institut Seni dan Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Kamis (19/11).
Film itu menceritakan keluguan serta kepolosan anak-anak Jatigede yang khawatir dengan masa depannya. Setelah terpaksa pindah dari kampung halamannya akibat adanya pembangunan waduk. Lewat film dokumenter yang diproduksi Satu Lensa ini, pembuat kebijakan diharapkan tidak mengabaikan hak-hak anak demi pembangunan.
-
Apa yang membuat anak sedih? Sederhananya malam ini, aku rindu rumah yang di mana di sana ada aku, ayah, ibu, dan kakak adik.
-
Kenapa anak takut akan kegagalan? Jika mereka memiliki rasa percaya diri yang rendah, ketakutan akan kegagalan dapat menghalangi mereka untuk mencoba hal-hal baru atau berbeda.
-
Mengapa anak tengah kurang mandiri? Sebuah studi oleh Kidwell (1982) menemukan bahwa anak tengah cenderung memiliki tingkat harga diri yang lebih rendah dibandingkan dengan anak pertama dan bungsu, yang mungkin berpengaruh pada kemampuan mereka untuk mengambil keputusan secara independen.
-
Dampak apa yang dirasakan anak dari broken home? Mereka mungkin mengalami kesulitan dalam mengatasi emosi, kehilangan rasa percaya diri, atau kesulitan dalam membangun hubungan yang sehat di masa depan.
-
Bagaimana anak mengekspresikan kekecewaan? 60 Kata-kata Anak Kecewa dengan Orang Tua & Keluarga, Luapkan Isi Hati Ungkapkan isi hati Anda terhadap orang tua mengenai berbagai hal.
-
Kenapa anak itu trauma? Tak hanya luka bakar yang tak kunjung sembuh, kini korban mengalami trauma atas kejadian yang menimpanya “Aku kan biasanya buka jendela kalau pagi-pagi. Terus dia takut, 'jangan dibuka, aku takut kalau dibakar. Itu ada orangnya.' Jadi dia kayak trauma gitu“
Anak-anak dalam film tersebut menyuarakan alam, orang tua, serta teman-teman bermainnya. “Mereka menyuarakan bapaknya yang hidup dari sawah, air, sungai, dan hutan Jatigede. Di sana yang dikorbankan bukan hanya manusia, tapi juga alam,” kata Dadan.
Menurutnya membangun bendungan tak semudah membangun hutan. Waduk Jatiluhur adalah waduk pertama di Jawa Barat. Kemudian disusul Cirata dan Saguling. Waduk Jatigede merupakan waduk terbesar kedua setelah Jatiluhur yang rencananya bisa menampung air 190 juta meter kubik.
Namun semua pembangunan waduk tersebut telah merusak alam dan kehidupan yang ada di dalamnya. “Jadi film ini bukan hanya sekedar film, tapi potret nyata peristiwa yang disuarakan anak-anak. Mereka tidak hanya menyuarakan dirinya sendiri, tapi memberikan pesan-pesan bahwa tempat hidup, tempat bermain, sawah, kebun, sungai di mana mereka sudah menyatu kemudian tidak akan mereka temukan lagi,” ujar Dadan.
Tak heran jika film yang diproduksi selama setahun ini berhasil masuk dalam nominasi Festival Film Indonesia (FFI) 2015 untuk kategori film dokumenter pendek terbaik. "Proses pembuatannya dimulai Januari 2015 sebelum Waduk Jatigede resmi digenangi air 31 Agustus lalu," kata Gilang.
Dia mengatakan film ini berusaha menyajikan perspektif anak-anak korban pembangunan waduk yang menenggelamkan 28 desa dan 5 kecamatan itu. Akibat pembangunan waduk lebih dari 11 ribu kepala keluarga terusir dari Jatigede. Termasuk 28 ribu anak usia sekolah, di antaranya Dila dan Rani yang menjadi tokoh dalam film tersebut.
Rupanya tak mudah bagi Gilang untuk membuat film dokumenter korban waduk Jatigede dari perspektif anak-anak. Selama setahun, mereka harus bolak-balik mengambil gambar ke lokasi, yaitu di Kampung Situraja dan Darmaraja Desa Cipaku.
Teknik pengambilan dialog anak-anak dilakukan sealami mungkin. Anak-anak dipersilakan curhat sendiri di depan kamera. “Tidak gampang melakukan pendekatan pada anak SD. Tapi ketika review gak nyangka hasilnya luar biasa. Dila sangat cerdas begitu juga Susan yang menyebut ada bom, itu adalah kepolosan mereka,” kata dia.
Gilang mengaku banyak suka dan duka selama pembuatan film ini. Mulai dari izin yang dibuat berbeli-belit hingga ancaman menembak drone yang mereka gunakan dalam untuk mengambil gambar di lokasi waduk. "Karena itu kami suka menyebut mereka pahlawan yang jadi korban. Mereka adalah pahlawan bagi warga lain yang hidup disekitar waduk", ujarnya.
(mdk/frh)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Momen ratusan siswa SD Madiun nobar film di bioskop.
Baca SelengkapnyaLaskar Pelangi adalah salah satu karya sastra Indonesia yang populer. Ditulis oleh Andrea Hirata, novel ini mengisahkan kehidupan 10 anak yang inspiratif.
Baca SelengkapnyaMereka berharap, pemerintah membantu untuk meningkatkan kualitas lingkungan di Muara Angke.
Baca SelengkapnyaNovel Laskar Pelangi menjadi bahan ajar ilmu sastra Indonesia akibat kekayaan dalam cerita dan penokohannya.
Baca SelengkapnyaLokasi syuting film ini salah satunya di gedung BAT, Lemahwungkuk Cirebon yang legendaris.
Baca SelengkapnyaWarga menyaksikan bekas tempat tinggal mereka dari tengah waduk.
Baca SelengkapnyaPotret kehidupan masyarakat di ibu kotayang tinggal di bawah jalan tol.
Baca SelengkapnyaMereka menikah karena hamil duluan, lalu cerai setelah melahirkan
Baca SelengkapnyaGanjar yang mendengar hal itu pun mengusap-usap pundak Mujab sambil memberikan dukungan.
Baca SelengkapnyaDi depan Ganjar, Mahasiswi Unpar bicara soal penguasa seenak jidat yang dianggap sering bersikap semena-mena.
Baca Selengkapnya“Memang menjadi warning buat kita agar pembangunan SDM jadi prioritas yang ada di Papua ini,” kata Ganjar.
Baca SelengkapnyaDulunya banyak siswa yang bersekolah di sini, namun kini tinggal kenangan.
Baca Selengkapnya