Viral Petinju Putri Aljazair Diduga Transgender, Begini Klarifikasi IOC
Komite Olimpiade Internasional (IOC) membuka suara terkait kontroversi petinju putri diklaim transgender
Olimpiade Paris 2024 menuai kontroversi, khususnya di cabang olahraga tinju kelas 66kg Putri. Saat pertandingan antara petinju Aljazair, Imane Khelif melawan wakil Italia, Angela Carini pada babak 16 besar, pada Kamis (1/8).
-
Siapa yang menjadi juara Paralimpiade Paris? Wakil China, Zhe Chui, sukses menyegel medali emas dengan angkatan 119 kg, yang jadi rekor baru nomor 41 kg putri di Paralimpiade.
-
Apa yang dilakukan Jin di Olimpiade Paris? Jin BTS Bawa Obor Olimpiade Paris 2024, 8 Potret Penuh Pesona dan Senyuman
-
Kapan jersey Timnas Olimpiade Paris diluncurkan? Kemeriahan menyelimuti acara peluncuran jersey resmi kontingen Indonesia untuk Olimpiade Paris 2024.
-
Siapa yang meraih medali perunggu di Olimpiade Paris 2024? Gregoria Mariska Tunjung dipastikan meraih medali perunggu dalam cabang olahraga badminton di Olimpiade Paris 2024.
-
Siapa yang mendesain jersey Timnas Olimpiade Paris? Karya desainer ternama Didit Hediprasetyo ini menjadi sorotan utama dalam sebuah acara yang dihadiri oleh berbagai tokoh penting dan selebritas.
-
Kapan Olimpiade Paris 2024? Untuk melalui setiap fase merupakan proses yang cukup menantang bagi sekitar 11.000 peserta olimpiade Paris 2024.
Petinju putri Italia Angela Carini memutuskan untuk berhenti melawan Khelif setelah 46 detik di atas ring. Pada pertandingan itu, Carini mengklaim bahwa ia “tidak pernah dipukul sekeras itu selama ini” oleh seorang petinju putri.
Klaimnya itu kemudian menyebar dengan anggapan bahwa Khelif mungkin merupakan seorang transgender atau tidak terlahir sebagai wanita secara biologis.
Komite Olimpiade Internasional (IOC) membuka suara terkait “kontroversi gender” yang melibatkan petinju putri Aljazair Imane Khelif di Olimpiade Paris 2024.
IOC menegaskan bahwa itu merupakan informasi yang salah dan menyesatkan.
“Kami telah melihat dalam laporan informasi yang menyesatkan tentang dua atlet putri yang berkompetisi di Olimpiade Paris 2024. Kedua atlet tersebut telah berkompetisi dalam kompetisi tinju internasional selama bertahun-tahun dalam kategori wanita, termasuk Olimpiade Tokyo 2020, Kejuaraan Dunia Asosiasi Tinju Internasional (IBA), dan turnamen yang disetujui IBA,” kata IOC dalam pernyataan resmi, dilansir dari Antara, Jumat (2/8).
IOC mengatakan bahwa semua atlet yang berpartisipasi dalam turnamen tinju Olimpiade Paris 2024 mematuhi peraturan kelayakan dan pendaftaran kompetisi, serta semua peraturan medis yang berlaku yang ditetapkan oleh Unit Tinju Paris 2024 (PBU).
Aturan-aturan ini juga berlaku selama periode kualifikasi, termasuk turnamen tinju di Pesta Olahraga Eropa 2023, Pesta Olahraga Asia, Pesta Olahraga Pan Amerika, dan Pesta Olahraga Pasifik, turnamen kualifikasi Afrika ad hoc 2023 di Dakar (SEN), dan dua turnamen kualifikasi dunia yang diadakan di Busto Arsizio (Italia) dan Bangkok (Thailand) pada 2024, yang melibatkan total 1.471 petinju berbeda dari 172 Komite Olimpiade Nasional (NOC), Tim Tinju Pengungsi, dan Atlet Netral Perorangan, serta menampilkan lebih dari 2.000 pertandingan kualifikasi.
PBU menggunakan aturan tinju Tokyo 2020 sebagai dasar untuk mengembangkan peraturannya untuk Paris 2024. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan dampak pada persiapan atlet dan menjamin konsistensi antar-Olimpiade.
Peraturan Tokyo 2020 ini didasarkan pada peraturan pasca-Rio 2016, yang berlaku sebelum penangguhan Federasi Tinju Internasional oleh IOC pada 2019 dan penarikan pengakuannya pada 2023.
Khelif dan petinju Taiwan Lin Yu-ting, yang akan bertarung pada babak semifinal di kelas 57 kg, pernah didiskualifikasi dari kejuaraan dunia 2023 di New Delhi yang diselenggarakan oleh Asosiasi Tinju Internasional (IBA). Mereka dianggap memenuhi syarat untuk bertinju di kompetisi putri di Paris.
Kedua petinju itu juga berkompetisi di Olimpiade Tokyo tiga tahun lalu.
IBA, dalam sebuah pernyataan pada Rabu, mengatakan Lin dan Khelif didiskualifikasi dari kejuaraan dunia sebagai "akibat kegagalan mereka memenuhi kriteria kelayakan untuk berpartisipasi dalam kompetisi wanita".
“Agresi terhadap kedua atlet ini sepenuhnya didasarkan pada keputusan sewenang-wenang ini, yang diambil tanpa prosedur yang tepat, terutama mengingat bahwa para atlet ini telah berkompetisi dalam kompetisi tingkat atas selama bertahun-tahun. Pendekatan seperti itu bertentangan dengan tata kelola yang baik,” kata IOC.
“Aturan kelayakan tidak boleh diubah selama kompetisi berlangsung dan setiap perubahan aturan harus mengikuti proses yang sesuai dan harus didasarkan pada bukti ilmiah,” imbuhnya.