Banyak warga Gaza tak rayakan Idul Fitri tahun ini
Merdeka.com - Bagi Fatima Syam, 47 tahun, berjalan-jalan melalui taman yang tenang tiga hari lalu merupakan sedikit kelegaan dari pemboman dilancarkan Israel, yang telah menjadi rutinitas sehari-hari bagi dirinya selama 17 hari terakhir di Gaza.
Dia berjalan melalui taman Tentara Tak Dikenal dengan cucu-cucunya, Rahaf, 3 tahun, dan Ali, 4 tahun, seperti dilansir surat kabar the National, Jumat (25/7).
"Mereka harus keluar dari sana," kata Fatima, mengacu pada apartemen di dekatnya di mana anak-anak dan puluhan kerabat lainnya harus hidup berdesakan selama sepekan terakhir ini.
-
Apa yang terjadi di Gaza? Genosida masih terus terjadi di Gaza, Palestina.
-
Siapa yang menjadi korban pembantaian di Gaza? Jumlah korban tewas yang tercatat resmi mencapai 32.975 orang pada hari Rabu. Namun, angka ini hanya mencakup warga Palestina yang jenazahnya tiba di rumah sakit, sementara sekitar 7.000 lainnya masih hilang.
-
Berapa jumlah korban genosida di Gaza? Jurnal kedokteran ternama Inggris, The Lancet memperkirakan jumlah korban kebrutalan Israel di Jalur Gaza, Palestina bisa mencapai 186.000 jiwa.
-
Bagaimana keadaan warga Gaza setelah serangan Israel? 'Situasi kemanusiaan menjadi sangat menyedihkan, tidak hanya bagi penduduk kota Rafah tetapi juga bagi satu juta warga Palestina yang mengungsi di sini yang kelaparan, haus, dan trauma karena perang terus berlangsung,' jelas reporter Al Jazeera, Hani Mahmoud, yang melaporkan dari Rafah.
-
Kenapa warga Palestina di Gaza diserang? Serangkaian serangan demi serangan terus diluncurkan oleh tentara Israel. Akibatnya, sudah banyak warga Palestina yang meninggal dunia. Bahkan mirisnya, korban termasuk anak-anak.
Lebih dari 100.000 warga Gaza telah terlantar akibat pertempuran yang meletus pada tanggal 8 Juli, menurut PBB. Lebih dari 1.000 warga Palestina telah tewas dan lebih dari 6.000 lainnya terluka.
Adegan di taman itu seakan kenyataan yang terlupakan. Di saat pesawat intai tanpa awak Israel berdengung di atas kepala seperti mesin pemotong rumput, puluhan anak-anak memercikkan air mancur, suara tawa mereka keluar dari tempat di zona perang ada di sekitar mereka.
Orang dewasa mengawasi anak-anak mereka atau sekedar menjemur pakaian sampai kering di pagar yang memisahkan taman dari jalan. Deru suara jet tempur Israel dan dentuman tembakan masih dapat terdengar dari kejauhan.
Moneer al-Ballawi, 32 tahun, duduk di sebuah bangku, melewati waktu dengan mengirim pesan singkat ke teman-temannya sambil menghirup udara segar.
"Ini hal yang bagus melihat anak-anak tersenyum lagi," ucap dia. "Saya belum melihat seorang anak tersenyum di Gaza untuk waktu yang lama."
Namun dia juga terkesima oleh situasi yang ada. Dia berharap bank di dekatnya mengeluarkan uang tunai sebab dia tidak bisa lagi menarik uang sejak perang dimulai.
Ada garis panjang antrean dan orang-orang mulai berteriak marah saat warga ingin mengambil uang tunai. Dia ragu-ragu untuk bergabung dengan keributan itu.
"Saya ingin uang. Saya putus asa untuk itu. Tapi antrean terlalu panjang," kata dia.
"Saat hari Idul Fitri datang, ini merupakan waktunya untuk berbelanja makanan dan hadiah, tetapi tidak ada Idul Fitri untuk warga Gaza tahun ini," kata Ballawi. "Terlalu banyak kematian dan kerugian."
Di seberang kota, ada hal yang lebih buruk lagi. Yahia Hanadi al-Kafarna, 24 tahun, melarikan diri bersama keluarganya dari rumah mereka di Kota Beit Hanoun, Gaza utara, ke sebuah rumah sakit di daerah itu, kemudian ke sekolah yang dikelola PBB sudah penuh sesak dan kemudian ke sebuah gudang pertanian di daerah Rimal, Kota Gaza.
Sebanyak 70 orang tinggal di fasilitas itu, yang ternyata tidak memiliki generator untuk menghidupkan listrik atau untuk mandi, dan hanya ada satu toilet.
Berkurangnya pasokan bahan bakar dan kerusakan pada jaringan listrik akibat pertempuran telah meninggalkan kota dengan hanya satu atau dua jam listrik per hari.
"Ini tak tertahankan di sini," kata Yahia. Dia menambahkan bahwa mereka hanya mendapatkan biskuit, roti pita dan kacang kalengan.
Dia tidak melihat tunangannya, Ibrahim Fayyed, 27 tahun, sejak mereka meninggalkan rumah pada Senin pekan lalu. Dia dan orang tuanya pergi ke sebuah apartemen di seberang kota.
Yahia dan Ibrahim telah merencanakan untuk menikah pada tanggal 13 Agustus mendatang. "Tapi itu sudah tidak mungkin sekarang," jelas Yahia.
Kembali di taman, Syam juga khawatir tentang orang-orang yang dicintainya. Dia tidak berbicara dengan putranya karena mereka meninggalkan rumah mereka bersama dengan warga lainnya setelah pemboman Israel di daerah Zeitoun, di bagian timur Kota Gaza, pada Ahad lalu. Telepon seluler mereka tidak bekerja, dan dia takut yang terburuk.
"Apa yang bisa saya lakukan? Saya berdoa kepada Tuhan mereka akan baik-baik saja, tapi saya harus bergerak maju," ujar dia.
Pemimpin Hamas di pengasingan, Khalid Misyaal, pada Rabu pekan lalu mengatakan Hamas tidak akan berhenti memerangi Israel sampai pengepungan selama tujuh tahun lamanya dari negeri Zionis itu terhadap Jalur Gaza akhirnya dicabut.
Komentar Misyaal juga disuarakan oleh Syam, yang mengatakan gencatan senjata sama saja menyerah, kehilangan martabat, kembali ke penderitaan yang menyebabkan pertarungan ini berjuang untuk meletus di tempat pertama.
"Izinkan saya bertanya sesuatu: jika pasukan asing datang ke Amerika dan mendudukinya, akankah warga Amerika melawan?" tanya dia.
"Tentu saja mereka akan! Kami melakukan hal yang sama di sini. Kami tidak bisa hidup dalam penghinaan seperti ini. Kami lebih suka mati dengan martabat daripada hidup di bawah penghinaan." (mdk/fas)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Di tengah reruntuhan yang menjadi saksi bisu serangan udara Israel, warga Palestina di Jalur Gaza berkumpul untuk melaksanakan salat Iduladha apa adanya.
Baca SelengkapnyaRamadan di Gaza, Warga Berkerumun Sambil Memegang Mangkuk Plastik untuk Sesendok Makanan
Baca SelengkapnyaIbadah yang digelar para jemaah di bawah reruntuhan bangunan tersebut justru nampak begitu khusyu.
Baca Selengkapnya1 Ramadan di Palestina jatuh pada Senin (11/3). Warga Jalur Gaza menjalani ibadah puasa di tengah agresi brutal Israel.
Baca SelengkapnyaRentetan serangan Israel membuat warga Jalur Gaza harus merayakan buka puasa Ramadan tanpa kegembiraan.
Baca SelengkapnyaWarga Gaza di Rafah melaksanakan salat Idulfitri di masjid yang hancur dibom Israel.
Baca SelengkapnyaPalestina, khususnya di Jalur Gaza, sampai saat ini masih berada di bawah agresi Israel yang semakin brutal.
Baca SelengkapnyaMuslim Palestina di Jalur Gaza kini harus menyambut Ramadan di tengah kecemasan dan ketakutan akan serangan Israel.
Baca SelengkapnyaSalat Idulfitri di Masjidil Aqsa, Yerusalem, juga berlangsung di bawah pengawasan pasukan Israel.
Baca SelengkapnyaWarga Jalur Gaza menjalankan ibadah puasa di tengah agresi brutal penjajah Israel.
Baca SelengkapnyaSembari menenteng sandal kesayangan korban, pria tersebut tak kuasa menahan air mata pilu.
Baca SelengkapnyaSuasana kota kelahiran Yesus Kristus, Betlehem kini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Baca Selengkapnya