Pakistan Larang Perayaan Tahun Baru Sebagai Aksi Solidaritas untuk Palestina
Palestina, khususnya di Jalur Gaza, sampai saat ini masih berada di bawah agresi Israel yang semakin brutal.
Palestina, khususnya di Jalur Gaza, sampai saat ini masih berada di bawah agresi Israel yang semakin brutal.
Pakistan Larang Perayaan Tahun Baru Sebagai Aksi Solidaritas untuk Palestina
Perdana Menteri sementara Pakistan, Anwaar ul Haq Kakar pada Kamis mengumumkan niatnya untuk melarang semua perayaan Tahun Baru di seluruh negeri sebagai bentuk solidaritas untuk rakyat Palestina yang tengah berada di bawah agresi Israel, khususnya di Jalur Gaza.
Sumber: Al Mayadeen
Stasiun televisi Pakistan Geo News melaporkan, pemerintah telah melarang semua perayaan yang berkaitan dengan Tahun Baru.
Foto: X
Pemerintah Pakistan juga dan mendorong “seluruh warga Pakistan menunjukkan solidaritas untuk rakyat Palestina yang tertindas dan menampilkan kesederhanaan selama pergantian tahun baru.”
Pasukan penjajah Israel menggencarkan serangan brutal dan mematikan di daerah pemukiman Rafah di Jalur Gaza selatan. Mereka juga menembaki daerah-daerah timur kota di wilayah selatan
Sejak 7 Oktober, Israel telah membunuh 21.110 warga Palestina di Gaza dan melukai 56.000 lainnya. Sebanyak 8.800 korban jiwa adalah anak-anak.
Baru-baru ini, penjajah Israel mengebom rumah-rumah warga di Beit Lahia, al-Maghazi, dan Khan Younis, yang menewaskan 50 orang dan puluhan lainnya yang terluka. Jumlah korban jiwa diperkirakan akan terus meningkat karena banyaknya orang yang terperangkap di bawah reruntuhan, kata juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza, Ashraf al-Qudra, pada Kamis.
Dalam menghadapi pembantaian mengerikan yang dilakukan oleh pendudukan Israel terhadap warga jalur Gaza, jurnalis Al Mayadeen mengatakan bahwa sejumlah besar orang dilaporkan hilang di bawah puing-puing, dengan ribuan orang terluka dan membutuhkan bantuan segera.
Guillemette Thomas sebagai Koordinator Medis untuk Palestina di organisasi Dokter Tanpa Batas (MSF), yang mengawasi Jalur Gaza dan Tepi Barat yang diduduki mengatakan kepada The Journal dari basis di al-Quds bahwa situasi saat ini tidak ada bandingannya dengan pengalamannya.
“Ini pertama kalinya saya terpapar oleh situasi yang begitu mengerikan, dengan kekerasan yang begitu intens, dan untuk jangka waktu yang begitu lama,” katanya.
Dilansir dari laporan terbatunya tentang situasi di Gaza, MSF mencatat bahwa warga Palestina yang telah mengungsi mengalami kondisi sulit, ketersediaan makanan dan air sangat minim. Laporan tersebut juga menyoroti kasus orang-orang yang terpaksa meminum air laut, dan beberapa tempat pengungsian hanya dilengkapi hanya dengan satu toilet untuk setiap 600 orang.
Thomas menggambarkan situasi tersebut sebagai kondisi “mengerikan,” yang menyebabkan peningkatan signifikan penyakit, infeksi, dan dehidrasi. Menurutnya, kurangnya akses ke fasilitas dasar seperti kamar mandi dan toilet turut menyumbang peningkatan berbagai penyakit, khususnya diare, dan dehidrasi akibat tidak adanya air bersih.
“Banyak orang dengan luka-luka mengalami infeksi karena mereka tidak memiliki cara untuk menjaga kondisi kebersihan yang baik, tidak ada akses ke perawatan kesehatan, dan bahkan luka-luka yang paling dasar pun menjadi terinfeksi,” ujar Thomas.
"Masalah lain terkait dengan konfisi hidup adalah peningkatan infeksi saluran pernapasam karena mereka tinggal di luar dalam tempat-tempat yang penuh sesak, yang merupakan faktor yang berkontribusi pada infeksi ini, bersamaan dengan infeksi kulit," tambahnya.
“Mereka tidak hidup, mereka bertahan hidup. Mereka menderita kondisi yang sama dengan banyak orang yang mengungsi di seluruh dunia. Hal yang memperparah kekejaman situasi ini adalah bahwa mereka tidak memiliki cara untuk melarikan diri dari serangan bom, penembakan, dan kekerasan yang merupakan sesuatu yang buruk bagi mereka. Orang-orang berada dalam situasi yang sangat rentan dan sulit karena kondisi hidup, yang diperparah oleh kekerasan konstan dan ancaman terhadap nyawa mereka,” tambah Thomas.