Tak Ada Perayaan Natal di Kota Kelahiran Yesus: Bagaimana Kita Bisa Merayakan Natal di Tengah Genosida Israel Terhadap Gaza?
Suasana kota kelahiran Yesus Kristus, Betlehem kini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Suasana kota kelahiran Yesus Kristus, Betlehem kini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Tak Ada Perayaan Natal di Kota Kelahiran Yesus: Bagaimana Kita Bisa Merayakan Natal di Tengah Genosida Israel Terhadap Gaza?
Suasana kota kelahiran Yesus Kristus, Betlehem kini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Suram dan tak ada kebahagiaan masyarakatnya menyambut perayaan Hari Natal seperti biasanya.Curahan hati dari sosok wanita bernama Noha Helmi Tarazi (87) ini misalnya. Tak bersuka cita, kali ini Tarazi justru merayakan Natal dengan cukup berdoa.
Selain kehilangan sanak saudara di Gaza, Tarazi turut miris melihat berbagai kabar mengenai invasi Israel yang begitu menyeramkan. Berikut ulasan selengkapnya.
Natal yang Berbeda
Seperti warga Nasrani biasanya, Tarazi turut bersuka cita saat perayaan Hari Natal setiap tahunnya. Menghias rumah dengan pohon besar, mempersiapkan makanan lezat, hingga membeli sejumlah hadiah untuk sanak saudara yang bakal berdatangan di rumahnya merupakan rutinitas tahunan Tarazi menjelang Natal.
Namun, tahun ini Tarazi mengaku bersedih hati. Bahkan, Natal kali ini sama sekali tak dirasakannya dengan penuh kegembiraan dan suka cita.
Betlehem, Tepi Barat memang menjadi salah satu lokasi dengan penduduknya yang banyak memiliki kerabat dan keluarga di Gaza. Tarazi sendiri sempat menghabiskan masa kecil di Gaza dan hidup damai bersama penduduk di sana.
Namun situasi berbeda usai dirinya lulus dari Universitas Kairo pada 1967 di mana Tarazi tak bisa kembali ke Gaza lantaran pendudukan Israel. Pada akhirnya Tarazi ke Libya hingga kemudian kembali pindah dan menetap di Betlehem, Palestina.
Berduka Kehilangan Keluarga di Gaza
Wanita yang akrab disapa Um Shadi ini merasa begitu pilu atas musibah yang menimpa banyak orang di Gaza, bahkan beberapa di antaranya merupakan saudara laki-laki dan perempuan Tarazi.
Saudara laki-lakinya dinyatakan wafat usai tidak dapat menjalani operasi kandung empedu yang menyelamatkan nyawa karena pemboman udara terhadap rumah sakit di Jalur Gaza.
Sementara itu, saudara perempuannya turut tewas dalam serangan udara yang berlokasi di Gereja Ortodoks Yunani St Porpgyrius. Dan saudara lainnya terpaksa harus kehilangan satu kaki.
Tarazi tak tanggung-tanggung menyebut tragedi atas invasi Israel di Gaza tersebut sebagai genosida.
“Bagaimana kita bisa merayakan Natal di tengah perang genosida ini?” ungkapnya.
“Bagaimana kita bisa merayakannya ketika masyarakat di Gaza kesulitan mendapatkan makanan hanya satu kali sehari?” sambungnya.
2023 merdeka.com
Kini suka cita, kegembiraan, dan kehangatan berkumpul dengan keluarga saat Natal menjadi berubah seketika. Wanita kelahiran Remal, Gaza itu lebih lanjut berdoa agar Tuhan mengampuni mereka di hari peringatan kelahiran Yesus Kristus tersebut.
“Saudara perempuan saya biasa mengunjungi saya, dan saya ucapkan pada hari Natal tahun ini, semoga Tuhan mengampuni mereka.” tukas Tarazi.
Situasi di Betlehem saat Puncak Perayaan Natal
Di tempat kelahiran Yesus Kristus, perayaan Natal ditunda. Keputusan tersebut tak lain berasal dari persetujuan gereja dan komunitas di Betlehem untuk menunjukkan solidaritas mereka terhadap rakyat Palestina.
Dilaporkan hingga menjelang akhir tahun, setidaknya terdapat 20.000 orang tewas di Gaza sejak perang dimulai pada 7 Oktober.
Lebih dari 300 orang juga telah terbunuh di Tepi Barat yang diduduki, baik oleh tentara Israel atau oleh pemukim di lokasi.
Meski ada turis berdatangan di kota kelahiran Yesus tersebut, namun tidak ada perayaan di antara penduduk Betlehem.
Salah satunya yakni banyak yang lantaran berduka atas wafatnya sejumlah keluarga hingga kerabat di Gaza, selayaknya Tarazi.