FOTO: Tak Ada Ingar-bingar Natal di Gereja Kelahiran Yesus, Wujud Solidaritas untuk Jalur Gaza
Perayaan Natal di Gereja Kelahiran Yesus di Betlehem, Palestina, tampak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Tak ada pohon Natal dan dekorasi yang mencolok.
Suasana Gereja Kelahiran Yesus atau Gereja Nativity di Betlehem, Tepi Barat, Palestina, tampak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Tak ada ingar-bingar Natal di situs yang diyakini sebagai tempat kelahiran Yesus Kristus tersebut.
Ini menjadi tahun kedua Gereja Kelahiran Yesus merayakan Natal dalam suasana lebih sunyi dan tenang. Tak ada pohon Natal raksasa di Alun-Alun Manger, tidak ada parade yang riuh, tidak ada lampu-lampu yang berkelap-kelip, dan tak ada dekorasi yang mencolok.
Perayaan Natal yang jauh dari ingar-bingar ini dilakukan Gereja Kelahiran Yesus sebagai bentuk penghormatan dan solidaritas atas peperangan yang terjadi di Jalur Gaza.
Perang Israel dan Hamas di Jalur Gaza, yang meletus sejak 7 Oktober 2023, masih berlangsung hingga lebih dari satu tahun. Hingga kini Israel terus melancarkan serangan brutalnya ke berbagai wilayah di Jalur Gaza.
Menurut laporan Al Jazeera, serangan brutal Israel di Jalur Gaza telah menewaskan 45.317 warga Palestina dan melukai 107.713 orang. Sebagian besar korban tewas adalah perempuan dan anak-anak.
Sementara, setidaknya 1.139 orang tewas di Israel dalam serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023, dan lebih dari 200 orang disandera.
Tahun lalu, seniman Palestina Rana Bishara memajang instalasi seni yang menampilkan sosok bayi Yesus di dalam inkubator. Karya tersebut dihadirkan di dekat Gereja Kelahiran Yesus, saat malam Natal, pada 24 Desember 2023.
Menurut Reuters, Bishara mengatakan dia ingin menyampaikan pesan perdamaian lewat karya seninya.
“Pesan saya di sini, untuk menghentikan perang, pertama-tama, hentikan perang sekarang juga,” katanya, seraya menambahkan bahwa jika Yesus lahir malam itu, dia akan mati karena perang yang berkecamuk.
Bishara mengatakan, instalasi seninya juga untuk menghormati bayi prematur di Jalur Gaza yang ditinggalkan hanya dengan lima dokter dan beberapa perawat, ketika rumah sakit Al Shifa dievakuasi.