Juru bicara Hizbullah Tewas Akibat Serangan Israel di Beirut
Hizbullah mengumumkan Afif tewas pada Minggu (17/11/2024), beberapa jam setelah berita kematiannya pertama kali muncul.
Juru bicara Hizbullah, Mohammed Afif, dilaporkan tewas akibat serangan Israel di pusat Kota Beirut. Hal ini telah dikonfirmasi oleh kelompok militan Lebanon tersebut. Menurut informasi dari Kantor Berita Nasional Lebanon (NNA), Afif tewas dalam serangan yang menghantam markas besar Partai Baath di kawasan Ras al-Naba yang padat penduduk pada hari Minggu. Seperti yang dilaporkan oleh BBC pada Senin (18/11), situasi ini menunjukkan betapa seriusnya dampak serangan tersebut.
Kementerian Kesehatan Lebanon mencatat bahwa empat orang tewas dalam insiden itu, meskipun tidak menyebutkan identitas para korban. Selain itu, setidaknya 14 orang lainnya mengalami luka-luka. Afif dikenal sebagai salah satu wajah publik yang tersisa dari kelompok tersebut dan terakhir kali terlihat pada hari Senin (11/11), saat ia mengadakan konferensi pers di pinggiran selatan Beirut, tempat kelompok tersebut bermarkas.
Menurut NNA, sebagian besar markas besar Partai Baath mengalami kerusakan parah akibat serangan itu. Partai Baath Lebanon merupakan cabang dari Partai Baath Suriah yang dipimpin oleh Presiden Bashar Al-Assad, yang merupakan sekutu Hizbullah. Markas besar ini terletak di persimpangan sibuk yang menghubungkan bagian barat dan timur Beirut dengan pusat kota dan jalan menuju bandara, yang melewati pinggiran selatan.
Dalam seminggu terakhir, militer Israel telah meningkatkan serangannya di Beirut, di tengah upaya baru yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS) untuk mencapai gencatan senjata. Israel mengklaim bahwa serangan terhadap Hizbullah bertujuan untuk mengembalikan puluhan ribu warganya yang terpaksa mengungsi setelah serangan kelompok itu yang mendukung Hamas sejak 8 Oktober 2023.
Kementerian Kesehatan Lebanon melaporkan bahwa lebih dari 3.400 orang telah tewas di Lebanon sejak saat itu, termasuk sedikitnya 2.600 orang setelah Israel melancarkan serangan udara yang intens diikuti oleh invasi darat di selatan pada akhir September. Selain itu, sekitar 1,2 juta orang lainnya terpaksa mengungsi.