Kisah Pilu Bocah Tiga Tahun di Gaza, Bom Israel Renggut Semua Keluarganya dan Kini Harus Hidup Tanpa Kaki
Ahmad Ibrahim Shabat dua kali dihantam bom Israel. Serangan pertama menewaskan semua keluarganya, dan serangan kedua menyebabkan dia kehilangan kakinya.
Kisah Pilu Bocah Tiga Tahun di Gaza, Bom Israel Renggut Semua Keluarganya dan Kini Harus Hidup Tanpa Kaki
Dalam tragedi yang mengguncang Jalur Gaza, seorang bocah tiga tahun, Ahmad Ibrahim Shabat, menjadi salah satu korban paling awal serangan Israel. Rumah keluarganya di Beit Hanoon dihantam bom pada hari pertama operasi militer Israel, merenggut semua keluarganya kecuali dia dan adiknya, Mahmoud (2).Paman Ahmad, Ibrahim Abu Amsheh, adalah saksi hidup dari penderitaan keluarganya. Saat melihat rumah keluarganya di Beit Hanoon dihancurkan, dia kehilangan seluruh keluarganya dalam sekejap.
Sumber: Al Jazeera
“Saya telah menelepon rumah saudara perempuan saya Diana, dan dia mengatakan kepada saya bahwa mereka bersiap-siap untuk berangkat,” kata Abu Amsheh.
“Segera setelah saya menutup telepon, kami mendengar bahwa rumahnya menjadi sasaran, menewaskan mereka semua. Orang tua Ahmad, kakak laki-lakinya Muhammad, kakek neneknya, pamannya, dan bibinya. Semua hilang.”
Ketika Ibrahim pergi ke Beit Hanoon untuk menguburkan keluarganya, dia mengetahui dari tetangganya bahwa Ahmad dibawa ke Rumah Sakit Indonesia dalam keadaan hidup.
“Kekuatan ledakan membuat dia terlempar ke udara dan dia mendarat di salah satu halaman tetangga,” kata Ibrahim.
“Saya membawanya kembali ke Sheikh Radwan, tempat saya mengungsi bersama keluarga saya.”
Foto: Atia Darwish/Al Jazeera
Namun sehari kemudian, mereka terpaksa pindah lagi, setelah sebuah rumah di sebelah tempat mereka menginap dibom. Karena ketakutan, mereka mengungsi di sekolah yang dikelola PBB di lingkungan al-Nasr, namun hanya menghabiskan satu malam di sana sebelum mereka mengungsi untuk ketiga kalinya.
“Pagi itu, militer Israel menjatuhkan selebaran kepada kami yang mengatakan bahwa sekolah itu tidak aman dan kami harus mengungsi,” kata Ibrahim.
“Jadi kami pergi di sekolah PBB lainnya bernama Abu Oreiban di kamp pengungsi Nuseirat.”
“Saya berlari keluar untuk melihat apa yang terjadi pada Ahmad dan Saleh, dan saya melihat Ahmad tergeletak di tanah tanpa kaki,” kata Ibrahim.
“Saya menggendongnya dan berlari sampai ambulans menjemput kami.” Ahmad dibawa ke rumah sakit dengan kondisi yang mengerikan, kedua kakinya putus sampai di atas lutut. Dr. Ahmad Ismail al-Zayyan, ahli bedah ortopedi yang menanganinya.
“Kami telah melihat dari kasus-kasus lain mengenai anak-anak yang diamputasi, beberapa di antaranya selamat dan lainnya tidak, bahwa jenis senjata yang digunakan Israel telah melelehkan tulang dan jaringan ikat,” kata al-Zayyan.
Al-Zayyan mengatakan perjuangan Ahmad untuk sembuh masih panjang dan tantangan terbesarnya mungkin adalah mendapatkan prostetik atau kaki palsu yang tepat.
“Keseimbangannya juga akan terpengaruh karena amputasinya berada di atas lutut,” ujarnya.
“Dan dia akan mengalami atrofi otot karena tubuhnya masih harus melakukan banyak pertumbuhan.”
Al-Zayyan mengatakan dia berharap Ahmad akan mendapatkan perawatan yang dia butuhkan di luar Gaza.
“Kami tidak memiliki sumber daya untuk komponen prostetik di Jalur Gaza,” katanya.
“Kami juga kekurangan instrumen bedah dan anestesi.”
“Dia tidak tahu dia kehilangan kakinya,” kata pamannya.
Foto: Ibrahim Abu Amsheh (Atia Darwish/Al Jazeera)
“Dia terus meminta untuk jalan-jalan di luar. Dia sangat kesakitan, dan rumah sakit hanya menyediakan Acamol (parasetamol), yang Anda konsumsi jika Anda sakit kepala, bukan jika Anda kehilangan kedua kaki Anda.”
Foto: Atia Darwish/Al Jazeera
Meski masih sangat muda, Ahmad telah mengalami lebih banyak penderitaan daripada yang bisa diatasi oleh kebanyakan orang dewasa.
Dia biasa menanyakan ibunya tetapi sekarang tidak lagi.
“Kami memberitahunya bahwa ibunya sangat mencintainya dan dia ada di surga sekarang,” kata Ibrahim, air mata mengalir di wajahnya hingga ke janggut hitamnya.
“Saya tidak ingin (terjadi) kepada siapa pun apa yang telah kami lalui.”
Ibrahim, paman yang kini menjadi ayah pengganti Ahmad, berharap agar Ahmad bisa mendapatkan perawatan yang dibutuhkannya, termasuk prostetik, sehingga dia dapat menjalani kehidupan sebisa mungkin normal.
Permohonan Ibrahim adalah seruan bantuan dan dukungan bagi Ahmad, yang melambangkan ketahanan dan keberanian di tengah kehancuran dan penderitaan yang dialami oleh banyak warga Gaza dalam konflik berkepanjangan ini.
Sumber: Al Jazeera