Media Internasional Kerap Tampilkan Stereotip Negatif tentang Afrika
Media internasional sering kali memperkuat stereotip negatif tentang Afrika, yang mempengaruhi persepsi global.
Organisasi media internasional sering kali memperkuat stereotip usang tentang Afrika, seperti korupsi, penyakit, kepemimpinan yang buruk, kekerasan, dan kemiskinan. Abimbola Ogundairo, pemimpin advokasi dan kampanye di Africa No Filter, sebuah LSM yang menantang narasi berbahaya tentang benua ini, menyatakan bahwa pandangan sempit ini menciptakan citra monolitik tentang Afrika, yang tidak mencerminkan kenyataan beragam yang ada.
Menurut studi yang dilakukan oleh Africa No Filter dan firma konsultan Africa Practice, penayangan negatif ini memperburuk persepsi risiko, meningkatkan biaya pinjaman, dan mengurangi minat investasi. Hal ini terutama terlihat selama periode pemilihan, di mana fokus pada isu negatif seperti kekerasan dan kecurangan pemilu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan risiko politik serupa di negara non-Afrika.
-
Apa arti dari kata 'Afrika'? Afrika berarti “Negeri Suku Afri“. Ca atau Ka dalam bahasa Latin bearti “Negeri/Tanah“, sehingga setelah digabung menjadi Afrika.
-
Siapa orang terkaya di Afrika? Aliko Dangote merupakan pengusaha Nigeria, investor, dan kini menjadi orang terkaya di Afrika.
-
Mengapa Afrika disebut Benua Hitam? Benua Afrika sering disebut 'Benua Hitam' karena mayoritas penduduknya memiliki kulit berwarna hitam. Sebutan ini awal mulanya digunakan oleh masyarakat Prancis yang dahulu banyak menjajah Benua Afrika.
-
Apa dampak sentimen negatif pada saham? Berbeda jika sentimen pasar mulai berubah ke arah negatif. Misalnya saat perusahaan terkena kasus yang membuat kepercayaan investor hilang. Mereka mungkin sesegera mungkin menjual sahamnya. Dengan pasokan saham berlebih, harga yang ditawarkan otomatis akan turun.
-
Apa ciri-ciri konten negatif? Menurut Yunus Susilo, Dosen Teknik Geomatika Fakultas Teknik Unitomo Surabaya, sebuah konten dikatakan negatif apabila: Melanggar norma kesusilaan Isinya perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik Berupa pemerasan dan pengancaman Menyebarkan berita bohong atau hoaks Mengandung ujaran kebencian
-
Apa dampak negatif dari rasisme? Tindakan-tindakan rasisme terjadi dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, hiburan, dan lain sebagainya. Adanya perilaku rasisme tersebut bisa menyebabkan perpecahan, baik antarsesama maupun golongan tertentu.
Persepsi Negatif terhadap Afrika
Ogundairo menjelaskan, “Ketika satu cerita diceritakan secara terus-menerus, hal itu mulai mereduksi identitas suatu tempat menjadi satu hal saja.” Misalnya, 88% artikel media tentang Kenya selama periode pemilu bersifat negatif, sementara hanya 48% untuk Malaysia. Akibatnya, investor internasional memandang negara-negara Afrika sebagai tempat yang lebih berisiko dibandingkan dengan kenyataannya.
Studi tersebut menunjukkan bahwa peminjam Afrika kehilangan hingga $4,2 miliar setiap tahun dalam pembayaran bunga pinjaman akibat narasi stereotip yang ada. Sentimen media yang positif berhubungan dengan profil risiko yang lebih rendah dan hasil obligasi yang lebih baik, sedangkan liputan media negatif meningkatkan persepsi risiko suatu negara, yang pada gilirannya menyebabkan biaya pinjaman yang lebih tinggi.
Ogundairo mencatat bahwa stereotip menyebabkan pemberi pinjaman percaya bahwa berurusan dengan negara-negara Afrika melibatkan risiko tertentu. “Penekanan yang tidak proporsional pada jenis cerita ini menyebabkan narasi berkelanjutan bahwa jika Anda ingin berbisnis di Afrika, Anda harus siap kehilangan uang,” tambahnya. Hal ini menyebabkan pemberi pinjaman memperhitungkan risiko yang lebih besar ketika memberikan pinjaman kepada negara-negara Afrika.
Kristalina Georgieva, kepala Dana Moneter Internasional (IMF), baru-baru ini menyatakan perlunya representasi yang lebih besar untuk Afrika dalam lembaga peminjaman global. Dia mengisyaratkan bahwa satu anggota dewan lagi dari sub-Sahara Afrika akan ditambahkan ke dewan IMF, dengan alasan bahwa “Afrika layak mendapatkan perwakilan yang lebih adil.”
Upaya Afrika dalam Melawan Stereotip
Negara-negara Afrika mulai melawan stereotip melalui berbagai inisiatif. Kampanye pariwisata Rwanda, Visit Rwanda, telah memanfaatkan sepak bola untuk menarik investor dan wisatawan. Kampanye ini bekerja sama dengan klub sepak bola terkenal seperti Arsenal, Paris Saint-Germain, dan Bayern Munich untuk mempromosikan daya tarik dan warisan budaya negara tersebut.
Meskipun Presiden Rwanda, Paul Kagame, dituduh melakukan 'sportswashing', kampanye Visit Rwanda telah berhasil mengubah narasi tentang negara tersebut. Chrispin Mwakideu, editor senior DW, menyatakan bahwa Rwanda telah berhasil menjual apa yang “nyata dan berwujud” melalui kampanye ini.
Kisah Nyata dari Nollywood dan Netflix
Industri film Nigeria, Nollywood, juga berperan dalam menceritakan kisah autentik Afrika dan membebaskan diri dari stereotip. Netflix turut serta dalam gerakan ini dengan menghadirkan karya orisinal Afrika seperti “Blood & Water” dan “Queen Sono” ke panggung dunia, menceritakan “kisah lokal dengan daya tarik global.”
Fatima Alimohamed, CEO Africa Brand Warrior, menekankan perlunya niat dalam memimpin penceritaan. “Beban pertama terletak pada kita sebagai orang Afrika. Kita harus menceritakan kisah kita, hanya kemudian orang lain bisa menambahkan cerita tersebut,” ujarnya.
Ogundairo menyoroti pentingnya kolaborasi yang lebih kuat antara jurnalis lokal dan internasional, serta perlunya lebih banyak sumber daya, pelatihan, dan kemitraan di bidang media untuk mendorong perkembangan yang berarti. Dia mengajak jurnalis untuk memikirkan kembali cara mereka menceritakan kisah-kisah tersebut. “Apakah ada suara yang terus saya tekankan setiap kali saya berbicara tentang Afrika? Apakah saya benar-benar mencakup 54 negara?” tambahnya.
Alimohamed menegaskan pentingnya pendekatan “penyelesaian masalah positif” saat berinteraksi dengan para ahli. “Libatkan orang-orang yang akan memberikan solusi daripada terus menerus membahas masalah dan negativitas,” ujarnya, menekankan pentingnya penggunaan bahasa yang inklusif.
Sumber: Deutsche Welle