Paus Fransiskus Selamat dari Serangan Bom Bunuh Diri Saat Berkunjung ke Irak
Paus Fransiskus mencatat sejarah sebagai paus pertama yang mengunjungi negara Irak.
Paus Fransiskus mengungkapkan bahwa ia berhasil terhindar dari rencana serangan bom bunuh diri saat melakukan kunjungan bersejarah ke Irak pada Maret 2021. Hal ini terungkap dalam otobiografi terbarunya yang berjudul Spera, yang dijadwalkan rilis pada Januari mendatang.
Dikutip dari The Guardian, Kamis (19/12), dalam cuplikan buku yang dipublikasikan oleh Corriere della Sera bertepatan dengan ulang tahun ke-88 Paus Fransiskus, ia menceritakan bahwa rencana serangan tersebut berhasil digagalkan berkat kolaborasi intelijen Inggris dan kepolisian Irak.
Paus Fransiskus adalah paus pertama dalam sejarah yang menjejakkan kaki di Irak. Meskipun banyak pihak memberi peringatan agar ia membatalkan perjalanan tersebut karena risiko tinggi terkait pandemi Covid-19 dan situasi keamanan yang tidak stabil di Irak, khususnya di Kota Mosul yang porak-poranda akibat serangan teroris ISIS, ia tetap bersikukuh untuk melanjutkan misinya.
Sesampainya di Baghdad, intelijen Inggris memberikan informasi kepada kepolisian Irak mengenai rencana serangan bom bunuh diri tersebut. Selanjutnya, kepolisian Irak memperingatkan tim keamanan Vatikan tentang ancaman yang ada.
Dalam bukunya, Paus mengungkapkan bahwa salah satu pelaku bom bunuh diri adalah seorang wanita yang berniat meledakkan diri saat kunjungannya ke Mosul. Selain itu, terdapat sebuah truk yang juga dipersiapkan untuk melakukan serangan dan bergerak cepat ke lokasi yang sama. Ketika Paus menanyakan kepada tim keamanan Vatikan tentang nasib para pelaku, ia hanya mendapatkan jawaban singkat: "Mereka tidak lagi ada di sini." Polisi Irak berhasil mencegat mereka dan meledakkan bom sebelum para pelaku mencapai target yang ditentukan.
Perjalanan Berisiko
Paus Fransiskus menggambarkan peristiwa tersebut sebagai refleksi menyedihkan dari dampak peperangan.
"Ini adalah buah beracun dari perang," ungkapnya dalam otobiografi yang ditulis bersama penulis asal Italia, Carlo Musso tersebut.
Meskipun ancaman masih mengintai, Paus Fransiskus tetap melanjutkan perjalanannya selama tiga hari ke enam kota di Irak. Dalam kunjungannya ke gereja yang hancur di Mosul, ia menyerukan kepada komunitas Kristen yang tersisa untuk memaafkan semua ketidakadilan yang telah mereka alami dan bertekad untuk membangun kembali kehidupan mereka.
Komunitas Kristen di Irak telah mengalami penderitaan yang mendalam di bawah kekuasaan ISIS antara tahun 2014 hingga 2017. Ribuan jiwa melayang, sementara ratusan ribu lainnya terpaksa meninggalkan rumah mereka akibat kekerasan dan penganiayaan yang terjadi. Untuk melindungi Paus selama kunjungannya, lebih dari 10.000 polisi Irak dikerahkan. Selain itu, jam malam juga diterapkan untuk membatasi penyebaran Covid-19 di tengah keramaian yang ada.
Perjalanan Terpanjang
Buku Spera merupakan otobiografi pertama yang diterbitkan oleh seorang Paus. Meskipun awalnya direncanakan untuk diluncurkan setelah kepergian Paus Fransiskus, buku ini akhirnya dirilis lebih awal untuk menyambut Yubileum 2025, sebuah tahun yang penting bagi umat Katolik untuk memperbaharui iman mereka.
Paus Fransiskus, yang telah melaksanakan lebih dari 40 perjalanan internasional sejak ia diangkat menjadi Paus pada tahun 2013, menunjukkan komitmennya yang tinggi meskipun harus menggunakan kursi roda atau tongkat karena masalah kesehatan pada saraf dan lututnya.
Pada September yang lalu, pria asal Argentina ini melakukan perjalanan terpanjangnya yang berlangsung selama 12 hari ke kawasan Asia Pasifik. Selain itu, pada hari Senin (16/12), ia mencatat sejarah sebagai paus pertama yang mengunjungi Pulau Korsika di Prancis.