Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

"Setiap Kali Saya Melihat Taliban, Saya Gemetar Ketakutan"

Penjara terbesar Afghanistan kini dikuasai Taliban. ©WANA via REUTERS

Merdeka.com - Di perbatasan Afghanistan dengan Uzbekistan, sebuah kereta kargo meluncur di atas sebuah jembatan dan memasuki "Emirat Islam" yang baru dibentuk. Bendera putih dan hitam Taliban berkibar di sebelah bendera Uzbekistan. Beberapa pedagang menyambut baik kembalinya kelompok itu ke tampuk kekuasaan.

Pengemudi truk yang memuat gandum mengatakan di masa lalu dia terpaksa menyuap pejabat polisi yang korup setiap kali melewati pos pemeriksaan mereka.

"Sekarang tidak seperti itu," katanya, dikutip dari BBC, Kamis (16/9).

"Saya bisa berkendara sampai ke Kabul dan tidak membayar sepeser pun."

Sudah tepat satu bulan sejak Taliban menguasai Afghanistan. Saat ini persediaan uang tunai terbatas, dan negara itu menghadapi krisis ekonomi yang memuncak.

Satu sumber dari kalangan pengusaha mengatakan tingkat perdagangan menurun signifikan, karena importir Afghanistan tidak mampu membayar barang baru. Kepala bea cukai Taliban di pelabuhan Hairatan, Maulvi Saeed, mengatakan pihaknya memotong tarif bea untuk mempromosikan perdagangan, dan ingin mendorong para pedagang kaya untuk kembali ke negara itu.

"Ini akan menciptakan lapangan kerja bagi orang-orang, dan para pengusaha akan mendapat pahala di akhirat," katanya.

Yakin dukungan rakyat

Sekitar satu jam perjalanan adalah Mazar-i-Sharif, kota terbesar keempat di negara itu. Di permukaan, kehidupan tampaknya berlanjut seperti biasa, meskipun banyak yang menderita secara finansial.

Di Masjid Biru yang terkenal, Taliban menerapkan waktu kunjungan terpisah menurut jenis kelamin: perempuan bisa datang di pagi hari, laki-laki sepanjang hari.

"Semuanya baik-baik saja, tetapi mungkin orang masih perlu lebih banyak waktu untuk membiasakan diri dengan pemerintahan baru," kata seorang perempuan.

Wartawan BBC bertemy Haji Hekmat, seorang pemimpin Taliban lokal yang berpengaruh."Anda mungkin menciptakan keamanan," tanya wartawan tersebut, "tetapi para pengkritik Anda mengatakan bahwa Anda membunuh budaya di sini."

"Tidak," jawabnya dengan tegas.

"Pengaruh Barat telah ada di sini selama 20 tahun terakhir. Kontrol Afghanistan telah berpindah dari satu tangan asing ke tangan lain selama 40 tahun, kami telah kehilangan tradisi dan nilai-nilai kami sendiri. Kami membawa kembali budaya kami dalam kehidupan."

Menurut pemahamannya tentang Islam, percampuran laki-laki dan perempuan dilarang.

Haji Hekmat tampaknya benar-benar yakin Taliban mendapatkan dukungan rakyat. Namun, di luar jangkauan pendengarannya, seorang pengunjung perempuan berbisik kepada seorang rekannya, "Ini bukan orang baik."

Ketakutan warga kota

Saat rombongan BBC meninggalkan Masjid Biru, ada kerumunan orang di jalan utama. Empat mayat dengan luka tembak dipajang. Satu memiliki catatan tulisan tangan kecil di atasnya yang menggambarkan orang-orang itu sebagai penculik, memperingatkan penjahat lain bahwa hukuman mereka akan sama.

Kejahatan dengan kekerasan telah lama menjadi masalah utama di kota-kota besar Afghanistan.

"Jika mereka penculik, itu hal yang baik. Ini akan menjadi pelajaran bagi orang lain,” kata seorang warga di kerumunan tersebut.

Tetapi di kota, banyak orang merasa tidak aman.

"Setiap kali saya keluar rumah dan melihat Taliban, saya gemetar ketakutan,” kata seorang mahasiswa jurusan hukum, Farzana.

Universitas swasta di Afghanistan tetap buka, tetapi universitas negeri masih tutup. Di bawah aturan baru Taliban, mahasiswa laki-laki dan perempuan yang belajar di kelas yang sama harus dipisahkan tirai.

Bagi Farzana, itu bukan prioritas. Dia khawatir Taliban melarang perempuan bekerja – ketakutan kebanyakan rakyat Afghanistan yang telah dibantah kelompok itu. Namun, untuk saat ini, perempuan di Afghanistan diperintahkan untuk tinggal di rumah demi keselamatan mereka sendiri, kecuali jika mereka berprofesi sebagai guru atau petugas medis.

"Saat ini saya merasa putus asa," kata Farzana, "tetapi saya melakukan yang terbaik untuk tetap optimis untuk masa depan."

Terakhir kali Taliban berkuasa pada 1996-2001, mereka melarang perempuan meninggalkan rumah tanpa pendamping laki-laki. Sebagian besar ketakutan di kota-kota Afghanistan saat ini adalah Taliban akan menerapkan aturan serupa.

Sementara Taliban memegang kendali penuh atas negara itu, mereka belum memenangkan hati dan pikiran sebagian besar rakyat. Haji Hekmat mengakui, "Mengambil alih negara secara militer itu sulit, menerapkan supremasi hukum dan melindunginya bahkan lebih sulit."

(mdk/pan)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Putus Asa Takut Disiksa saat Ditahan Taliban di Afghanistan, Wartawan Barat ini Kaget Perlakuan Orang Muslim padanya
Putus Asa Takut Disiksa saat Ditahan Taliban di Afghanistan, Wartawan Barat ini Kaget Perlakuan Orang Muslim padanya

Cerita eks wartawan surat kabar di London pernah ditangkap di Afghanistan.

Baca Selengkapnya
"Aku Menulis Ini Seandainya Seseorang Menemukan Mayatku di Gaza"

Agresi brutal Israel di Jalur Gaza, Palestina, dimulai sejak 7 Oktober dan telah menewaskan lebih dari 10.000 warga sipil.

Baca Selengkapnya
3 Fakta Luar Biasa soal Afghanistan yang Tak Diketahui Dunia, Isinya Buka Kondisi Sesungguhnya
3 Fakta Luar Biasa soal Afghanistan yang Tak Diketahui Dunia, Isinya Buka Kondisi Sesungguhnya

Berikut tiga fakta luar bisa mengenai Afghanistan yang tidak diketahui oleh dunia.

Baca Selengkapnya
FOTO: Porak Poranda Afghanistan Setelah Banjir Dahsyat Bercampur Lumpur, Lebih dari 300 Orang Tewas
FOTO: Porak Poranda Afghanistan Setelah Banjir Dahsyat Bercampur Lumpur, Lebih dari 300 Orang Tewas

Di provinsi Baghlan terdapat 311 korban tewas, 2.011 rumah hancur dan hampir 3.000 rumah rusak parah.

Baca Selengkapnya
Pria Ini Perlihatkan Kondisi Kawasan Transmigrasi Setelah 10 Tahun Dihuni Warga, Begini Penampakannya
Pria Ini Perlihatkan Kondisi Kawasan Transmigrasi Setelah 10 Tahun Dihuni Warga, Begini Penampakannya

Berawal dari lahan kosong yang perlahan diubah menjadi pemukiman, kawasan transmigrasi ini memperlihatkan cerita perjuangan dan adaptasi para penduduknya.

Baca Selengkapnya
FOTO: Dahsyatnya Banjir Bandang Menerjang Arghanistan, Puluhan Tewas dan Lebih dari 40 Orang Hilang
FOTO: Dahsyatnya Banjir Bandang Menerjang Arghanistan, Puluhan Tewas dan Lebih dari 40 Orang Hilang

Sedikitnya sekitar 30 orang tewas saat terjangan banjir bandang dahsyat menyapu beberapa wilayah Afghanistan pada akhir pekan lalu.

Baca Selengkapnya