Tak Hanya Pelengkap Konser, Kini Light Stick Jadi Simbol Perlawanan untuk Lengserkan Presiden Yoon Suk Yeol
Light stick yang biasanya digunakan sebagai pelengkap saat nonton konser kini beralih fungsi jadi simbol perlawanan untuk melengserkan Presiden Yoon Suk Yeol.
Warga Korea Selatan kini aktif berunjuk rasa, menuntut agar Presiden Yoon Suk Yeol segera dilengserkan. Demonstrasi ini dimulai setelah pengumuman mendadak tentang darurat militer yang disampaikan oleh Presiden pada 3 Desember 2024. Sejak pengumuman tersebut, berbagai kelompok massa terus turun ke jalan, bahkan hingga malam hari, untuk mengekspresikan aspirasi mereka.
Salah satu hal yang membuat aksi massa ini viral adalah ketika malam tiba, terlihat cahaya warna-warni dari lautan demonstran yang bersemangat meneriakkan yel-yel agar Presiden Yoon Suk Yeol mundur. Banyak dari mereka membawa light stick, alat yang biasanya digunakan untuk menunjukkan dukungan dalam konser K-Pop.
Para penggemar NCT datang dengan meumwonbong berwarna hijau neon, sementara Bunnies mengangkat Binky Bong berbentuk kelinci, dan ARMY menyalakan ARMY Bomb. Bahkan penggemar grup senior seperti TVXQ, Super Junior, dan SNSD turut hadir dengan light stick mereka masing-masing. Pemandangan para demonstran yang duduk berdampingan dengan light stick beraneka warna sangat jarang terlihat, bahkan dalam acara musik.
Apa alasan di balik penggunaan light stick sebagai simbol protes oleh para demonstran? "Rasanya sangat menyenangkan bisa membawa light stick milikku dalam peristiwa seperti ini," ungkap Kim Ye Bin, yang menggunakan light stick aespa saat demonstrasi pada tanggal 9 Desember, kepada The Strait Times. Wanita berusia 24 tahun ini menambahkan, "Jika kita bisa menikmati momen ini, aku yakin kami akan terus melaksanakan aksi ini tanpa henti," tuturnya.
Tetap Menyala di Segala Kondisi
The Korea Times melaporkan bahwa tren demonstrasi dengan menggunakan light stick mulai populer pada minggu ini setelah adanya ajakan dari gerakan sipil Candlelight Action di platform media sosial.
"Kepada semua penggemar K-Pop di seluruh negeri, harap bawa light stick kalian untuk aksi ini. Kami akan mengadakan konser candlelight khusus untuk kalian," demikian pesan yang disampaikan oleh akun @candlemove pada 5 Desember lalu di media sosial.
Perlu diketahui bahwa istilah "candle light" merujuk pada peristiwa di tahun 2016, ketika ratusan ribu warga Korea Selatan berunjuk rasa menuntut pengunduran Presiden Park Geun Hye dengan membawa lilin di tangan mereka.
Dalam konteks tersebut, "Pada saat pemakzulan Park Geun Hye, terdapat seorang pejabat yang mengatakan, 'lilin bisa mati saat angin berembus.' Maka dari itu, aku membawa light stick milikku, karena benda itu tidak akan padam," ujar Cho, seorang penggemar NCT.
Hal ini menunjukkan bahwa penggemar K-Pop tidak hanya ingin menyuarakan pendapat mereka, tetapi juga ingin menciptakan simbol yang kuat dan tahan lama dalam aksi mereka. Dengan adanya light stick, mereka berharap dapat menyalakan semangat dan solidaritas di antara sesama penggemar saat melakukan demonstrasi.
Lagu Whiplash dan APT Jadi Theme Song Demo
Berbeda dengan situasi pelengseran Presiden Park Geun Hye sekitar delapan tahun lalu yang penuh kesedihan, demonstrasi tahun ini menunjukkan suasana yang sangat berbeda. Seolah-olah seperti cahaya light stick yang berwarna-warni, atmosfer yang tercipta adalah kemeriahan.
"Aku menyadari bahwa kultur protes telah banyak berubah. Sekarang lebih menyenangkan dan meriah," ungkap Kim, seorang peserta berusia 52 tahun yang sebelumnya terlibat dalam protes pelengseran Park Geun Hye.
Dalam demonstrasi kali ini, sejumlah lagu populer juga diputar, seperti "Whiplash" dari aespa dan "APT" yang dinyanyikan oleh Rose dan Bruno Mars, dengan lirik yang telah dimodifikasi menjadi tuntutan agar Presiden mundur.
Generasi Muda Berani Melawan
Kehadiran light stick dalam demonstrasi menunjukkan partisipasi aktif generasi muda dalam menentukan masa depan negara mereka. "Aku melihat banyak orang dari generasiku, dan yang mengejutkan, banyak sekali wanita muda yang ikut serta. Melihat cahaya berwarna-warni dan semangat ceria yang mereka bawa membuatku terharu," ungkap Lee, seorang pendemo berusia 59 tahun.
Sementara itu, para penggemar K-Pop merasakan bahwa pengalaman fangirling dan fanboying telah membentuk karakter mereka. "Kami sudah terbiasa menunggu dalam cuaca dingin. Kami juga ahli dalam berteriak dan bersorak untuk hal-hal yang kami cintai. Menurutku, protes ini tidak berbeda dari pengalaman tersebut," jelas Heo, seorang penggemar Seventeen berusia 24 tahun.
Ia menambahkan, "Protes kami akan terasa menyenangkan dan menarik, seperti konser. Oleh karena itu, kami akan datang lagi besok dan mengajak lebih banyak orang untuk bergabung. Ayo datang!" Daebak!