Khawatir Gempa Susulan, Begini Kondisi Warga Sumedang yang Pilih Tidur di Luar Rumah
Rentetan gempa yang terjadi di Sumedang masih membuat warga trauma hingga memilih tidur di luar rumah.
Rentetan gempa yang terjadi di Sumedang masih membuat warga trauma hingga memilih tidur di luar rumah.
Khawatir Gempa Susulan, Begini Kondisi Warga Sumedang yang Pilih Tidur di Luar Rumah
Rentetan bencana gempa bumi yang melanda Kabupaten Sumedang sejak 31 Desember 2023 lalu masih membuat masyarakat setempat trauma.
Seperti terpantau di lokasi, warga di Desa Margamukti RT 3 RW 1, Kecamatan Sumedang Utara, memilih tidur di luar saat malam hari karena khawatir gempa susulan.
Gempa masih terus dirasakan warga hingga Rabu (3/1) dini hari. Pusatnya berada tidak jauh dari kejadian yang berlangsung sebelumnya, yakni di koordinat 107,94 BT dan 6,85 LS, berjarak 1,5 km timur Sumedang kota.
(Foto: Instagram Info Jawa Barat)
Tidur di luar rumah
Mengutip Instagram @infojawabarat, terlihat warga Sumedang memilih tidur di luar rumah saat malam hari.
Mereka tidur dengan kondisi seadanya, yakni menggelar tikar, karpet hingga kasur dan menyediakan selimut. Warga juga terlihat saling menjaga satu sama lain, karena khawatir akan gempa susulan.
“Bukan tanpa alasan (warga tidur di luar), tak sedikit dari mereka trauma karena khawatir gempa susulan masih akan terjadi,” tulis keterangan di unggahan tersebut.
Warga berkumpul
Dalam video yang dibuat oleh akun @ranirizqiii itu, terlihat warga lain ikut berjaga di sekitar lingkungan rumah.
Mereka berinteraksi satu sama lain, dan menjaga warga yang didominasi anak-anak, lansia dan perempuan saat tertidur di halaman rumah.
Beberapa warga bahkan membangun tenda pengungsian yang letaknya juga tak jauh dari rumah mereka.
Gempa susulan terus berlangsung
Merujuk Instagram @seputarsumedang, Rabu (3/1), bencana gempa susulan terpantau masih terjadi hingga Rabu dini hari.
Dalam unggahan di akun terlihat grafik gempa terjadi pada pukul 01:42 dini hari, dengan kekuatan yang lebih rendah yakni 2,3 magnitudo.
Titik pusat gempa berada tak jauh dari gempa utama pada malam tahun baru, dengan kedalaman 10 kilometer di dalam tanah.
Deretan gempa di Sumedang
Mengutip laman itb.ac.id, gempa bumi sudah terjadi total hingga lima kali. Pertama, gempa berlangsung pada Minggu 31 Desember 2023 pukul 14.35 WIB, dengan kekuatan 4,1 magnitudo serta kedalaman 7 kilometer. Pusat gempa tercatat berada di jarak 1 kilometer arah timur laut Kabupaten Sumedang.
Selanjutnya, gempa kedua berlangsung pukul 15:38 WIB, dengan kekuatan 3,4 magnitudo berkedalaman 6 kilometer arah timur laut Sumedang. Gempa kemudian berlanjut pada pukul 20:34 WIB dengan kekuatan hingga 4,8 magnitudo hingga menyebabkan ratusan bangunan hancur dan pasien rumah sakit dievakuasi keluar bangunan.
Sampai dengan keesokan harinya pada Senin (1/1), gempa juga berlangsung pada pukul 20:46 WIB dengan kekuatan 4,5 magnitudo berkedalam 10 kilometer. Pusat gempanya berada di 4 kilometer sisi utara Kabupaten Sumedang.
Diduga akibat aktivitas sesar Cileunyi
Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Badan Geologi (PVMBG), rentetan gempa diprediksi akibat aktivitas sesar Cileunyi-Tanjungsari.
"Kemungkinan ada sumber gempa di sana, yakni sesar Cileunyi-Tanjungsari. Namun, masih perlu dicari detailnya. Baik parameter sumber gempanya, panjangnya, tingkat aktivitasnya, maksimum magnitudonya," kata Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Dr. Irwan Meilano.
Penyebab kerusakan bangunan
Sementara itu, penyebab tingginya angka kerusakan bangunan menurut akademisi ITB adalah karena dangkalnya titik pusat gempa walau magnitudonya kecil.
Ketika di atasnya berdiri banyak bangunan, getarannya akan sangat terasa sehingga bangunan akan mudah hancur karena efek tersebut. Warga diminta tetap waspada dan memantau arahan resmi dari pemerintah.
"Hal inilah yang perlu menjadi pembelajaran, khususnya bagi masyarakat di Jawa Barat. Sebab, kita juga pernah ada kejadian yang mirip, yakni gempa Cianjur pada November tahun lalu. Meski kekuatannya berbeda, tapi tetap memberikan kerusakan yang signifikan,"
tambah Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Dr. Irwan Meilano.
merdeka.com / itb.ac.id