Melihat Eksistensi Sunda Wiwitan di Kampung Cireundeu Cimahi, Patuh Tak Makan Nasi
Merdeka.com - Sepintas Kampung Cireundeu di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Jawa Barat, tak jauh berbeda dari pemukiman lainnya. Deretan rumah penduduk dibangun modern.
Namun, jika dilihat lebih jauh, pengunjung akan mendapati kentalnya nuansa kepercayaan leluhur yang diwariskan bernama Sunda Wiwitan.
Ada fakta unik yang saat ini masih terus dijaga oleh masyarakat Cireundeu. Mereka dilarang memakan nasi, karena perintah leluhur. Berikut kisah Sunda Wiwitan di kampung tersebut:
-
Bagaimana ciri khas rumah di Kampung Cihaur? Ciri khas lainnya dari Kampung Cihaur adalah warganya yang masih menempati rumah-rumah panggung.
-
Apa keunikan Kampung Cihaur? Kampung Cihaur jadi daerah dengan kearifan lokal Sunda dan keramahan warganya yang masih kuat.
-
Apa keunikan rumah di Citengah Sumedang? Gabungkan Gaya Sunda-Amerika, Rumah di Citengah Sumedang Ini Bikin Betah Di samping memadukan gaya Sunda-Amerika, rumah ini juga punya suasana yang nyaman. Gabungan unik antara budaya Sunda dan Amerika terlihat jelas di sebuah rumah wilayah Desa Citengah, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Tampak desainnya begitu cantik dengan struktur dua lantai di sana. Dari luar, bangunan ini sudah langsung mencuri perhatian karena kemegahannya.
-
Apa yang unik di Kampung Ciburial? Ini yang tak kalah unik, yakni pertunjukan seni wayang tradisional dengan bahan utamanya sayur mayur.
-
Dimana lokasi Kampung Cihaur? Kampung Cihaur berada di wilayah perbukitan, wilayah Cisitu.
-
Dimana letak Kampung Ciburial? Salah satu kampung yang bisa jadi tujuan wisata yakni Ciburial, di Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Bersinergi dengan Teknologi
©2021 YouTube Buana Sagara TV/ Merdeka.com
Walau masyarakat di Cireundeu masih memegang teguh ajaran Sunda Wiwitan, namun masyarakat di sana tetap terbuka dengan perkembangan zaman.
Sebagaimana dimuat di laman cimahikota.go.id, sinergisitas tersebut terlihat dari prinsip yang dianut hingga saat ini yaitu “Ngindung Ka Waktu, Mibapa Ka Jaman”. Arti “Ngindung Ka Waktu” ialah warga kampung adat memiliki cara, ciri dan keyakinan masing-masing.
Sedangkan “Mibapa Ka Jaman” memiliki arti masyarakat Kampung Adat Cireundeu tidak menentang akan munculnya perubahan zaman. Mereka senantiasa mengikuti perubahan tersebut seperti memiliki televisi, alat komunikasi handphone, serta teknologi penerangan.
Tak Memakan Nasi
Dalam kesehariannya, warga Cireundeu tidak mengonsumsi nasi dari beras, sebagai makanan pokok. Masyarakat di kampung ini mengikuti anjuran leluhur untuk mengonsumsi singkong.
Tradisi ini merupakan upaya penghormatan terhadap nenek moyang di masa penjajahan, di mana saat itu beras disita oleh penjajah. Karena itu, banyak warga Cireundeu menanam singkong.
Prinsip ini tertuang dalam falsafah Cirendeu yang berbunyi “Teu Boga Sawah Asal Boga Pare, Teu Boga Pare Asal Boga Beas, Teu Boga Beas Asal Bisa Nyangu, Teu Nyangu Asal Dahar, Teu Dahar Asal Kuat.”
“Tidak Punya Sawah Asal Punya Beras, Tidak Punya Beras Asal Dapat Menanak Nasi, Tidak Punya Nasi Asal Makan, Tidak Makan Asal Kuat.”
Menjaga Alam
©2021 YouTube Buana Sagara TV/ Merdeka.com
Tak jauh berbeda dengan Sunda Wiwitan di Baduy, warga Cirendeu hingga saat ini tetap menjaga keutuhan alamnya. Setidaknya ada tiga tempat yang harus dijaga oleh warga di sana yakni Leuweung Larangan, Leuweung Tutupan dan Leuweung Babadan.
Leuweung Larangan (hutan terlarang), merupakan kawasan alam yang tidak boleh ditebang pepohonannya. Tujuannya untuk menjaga suplai air untuk kehidupan warga adat Cireundeu.
Leuweung Tutupan (hutan reboisasi) adalah area hutan yang digunakan untuk reboisasi. Di sini warga setempat bisa memakai hutan tersebut untuk keperluan sehari-hari, dengan catatan area yang dipergunakan harus ditanam kembali dengan pohon baru.
Leuweung Baladahan (hutan pertanian) yaitu hutan yang dapat digunakan untuk berkebun masyarakat adat Cireundeu. Biasanya ditanami oleh jagung, kacang tanah, singkong atau ketela, dan umbi-umbian.
Perbedaan dengan Sunda Wiwitan di Baduy
Dilansir dari ANTARA, walaupun sama-sama menganut ajaran Sunda Wiwitan, ada perbedaan mendasar dari Sunda Wiwitan di Cireundeu dengan di Baduy. Masyarakat Baduy merasa kepercayaan mereka sakral, sehingga harus dijaga dengan tidak keluar masuk desa sembarang.
Berbeda dengan di Cireundeu, warga setempat bebas keluar masuk dan menerima tamu dari luar tanpa khawatir akan hukum adat.
Selain itu, perbedaan lainnya terlihat dari sosok yang dihormati oleh warga. Di mana Suku Baduy sangat menjunjung tinggi Dewi Sri sebagai pemberi berkah melalui padi, beras maupun nasi. Sedangkan di Cireundeu, padi hingga nasi sangat dihindari dan diganti singkong.
Agama Sunda Wiwitan
Masyarakat adat di kampung ini adalah bagian dari Sunda Wiwitan yang tersebar di daerah Cigugur, Kuningan, Cirebon, dengan nama Agama Djawa Sunda (ADS), yang juga bagian dari Sunda Wiwitan di Suku Baduy Kanekes (Lebak,Banten), Kasepuhan di Cipta gelar (Banten Kidul, Sukabumi), Cisolok-Sukabumi, Kampung Naga Tasikmalaya.
Sunda Wiwitan berasal dari kata sunda dan wiwitan (asal) yang berarti Sunda asal atau Sunda asli atau disebut juga agama Jati Sunda. Kepercayaan tersebut diyakini sebagai agama yang besar.
Sunda Wiwitan berkaitan dengan kebiasaan leluhur bangsa yang sangat peduli terhadap alam dan sopan santun. Adapun pandangan masyarakat adat Cireundeu terhadap agama adalah ageman (pegangan) untuk tuntunan hidup (keselamatan) yang tidak bisa lepas dari pemaknaan budaya.
Agama ini dulunya dikenalkan oleh salah seorang tokoh asal Cirebon bernama Sadewa Alibasa Koesoema Widajayaningrat atau lebih dikenal sebagai Pangeran Madrais. Mulanya, Sunda Wiwitan merupakan penggabungan dari tata cara beribadah, kebatinan, filosofis, serta budaya masyarakat Jawa dengan tradisi leluhur Sunda di masa lampau. (mdk/nrd)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kampung Cihaur jadi daerah dengan kearifan lokal Sunda dan keramahan warganya yang masih kuat.
Baca SelengkapnyaKabarnya, tanah di Kampung Cisungsang merupakan titipan dari Raja Sunda yang bersahaja bernama Pangeran Walasungsang.
Baca SelengkapnyaKampung adat ini masih menjalankan tradisi leluhur
Baca SelengkapnyaSeorang Youtuber membagikan momen ketika dirinya mengunjungi salah satu kampung yang amat menyita perhatian publik, khususnya anak rantau.
Baca SelengkapnyaDi masa kini, bahkan masyarakatnya masih seringkali menggunakan pakaian adat hingga melestarikan sejumlah kebiasaan kuno.
Baca SelengkapnyaSelain makan sajian Sunda lezat, di sini pengunjung bisa berselfie di rumah panggung kuno.
Baca SelengkapnyaDeretan rumah penduduk masih berbentuk tradisional zaman dulu.
Baca SelengkapnyaWalaupun berukuran hanya selebar badan, kondisi gang padat penduduk di Kota Bandung ini amat bersih dan rapi
Baca SelengkapnyaRumah makan ini jadi tempat yang asyik dikunjungi bersama keluarga saat berada di Kuningan.
Baca SelengkapnyaRakit ini benar-benar berjasa mengantar jemput warga untuk mengakses pendidikan hingga peputaran ekonomi.
Baca SelengkapnyaLokasinya ada di tengah hutan dan cukup sulit untuk diakses
Baca SelengkapnyaRumah milik warga Baduy ini unik dan beda dari yang lain.
Baca Selengkapnya