Potret Kampung Pedalaman Cianjur Ini Bikin Nostalgia, Warung Kopinya Serasa Tahun 1980-an
Deretan rumah penduduk masih berbentuk tradisional zaman dulu.
Deretan rumah penduduk masih berbentuk tradisional zaman dulu.
Potret Kampung Pedalaman Cianjur Ini Bikin Nostalgia, Warung Kopinya Serasa Tahun 1980-an
Berkunjung ke kampung ini seperti berada di tahun 1980-an. Pasalnya, deretan rumah penduduk masih berbentuk tradisional zaman dulu. Keramahan warganya juga khas warga pedesaan yang hangat dan bersahaja.
Kampung ini diketahui bernama Rawameong, Desa Pusaka Jaya, Kecamatan Pasirkuda, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Letaknya berada di wilayah pegunungan, sehingga memiliki udara yang sejuk terlebih saat pagi hari.
-
Apa keunikan Kampung Cihaur? Kampung Cihaur jadi daerah dengan kearifan lokal Sunda dan keramahan warganya yang masih kuat.
-
Di mana desa indah di Cianjur ini berada? Wilayah itu disebut memiliki pemandangan yang tetap mengagumkan bak di Eropa dengan hamparan sawah dan pepohonan hijau yang tetap terjaga.
-
Kenapa Kampung Cipancur menarik untuk ditinggali? Itulah mengapa, Kampung Cipancur, Desa Mandalasari, menjadi tempat yang menarik dikunjungi atau bahkan ditinggali, karena pemandangan uniknya.
-
Apa yang menjadikan Kampung Cikabuyutan indah? Kampung ini memiliki pemandangan yang benar-benar memanjakan mata. Hamparan sawah yang membentuk tangga menjadi ciri khas Kampung Cikabuyutan, Desa Tenjowaringin, Kecamatan Salawu, Tasikmalaya.
-
Bagaimana suasana di Kampung Cipancur? 'Masya Allah, udara dari area persawahan ini masih terasa sejuk dan tidak ada polusi di sini,' tambah kreator video.
-
Apa yang membuat Kampung Sukatinggal menawan? Pasalnya, lokasi ini memiliki pemandangan yang eksotis terutama setelah diguyur hujan. Terlihat area sawah hijau begitu memanjakan mata.
Suasana ala puluhan tahun lalu semakin terasa saat warganya mulai beraktivitas sejak pagi hari, seperti menjemur pakaian, menyapu dan mengantar anak-anak menuju sekolah.
Penasaran bagaimana pesonanya? Yuk intip suasana jadul di kampung tersebut selengkapnya.
Warga Sudah Beraktivitas Sejak Pagi Buta
Mengutip Youtube Garut Turunan Kidul, aktivitas warga di kampung tersebut sudah dimulai sejak pagi-pagi buta.
Mereka mulai membuka jendela dan pintu rumah tradisionalnya, sejak pukul 04:30 WIB pagi.
Tampak para ibu yang mulai menjemur pakaian, menyapu halaman dan beraktivitas di luar rumah layaknya masyarakat di pedesaan.
Suasana ini benar-benar membawa pemandangan khas masa kecil, ketika masih belum mengenal wilayah perkotaan modern.
Deretan Rumahnya Masih Terbuat dari Kayu
Wilayah Kampung Cimeong ini juga memiliki pemandangan yang langka di era modern seperti sekarang.
Banyak rumah warga yang dibangun menggunakan bahan utama kayu dan geteng tanah liat. Bentuk rumahnya juga tidak berdempetan, alias jarak antar rumah yang berjauhan.
Seluruh rumah bergaya Sunda lawas itu juga dibangun dengan model rumah panggung, yang di zamannya sebagai pelindung penghuni rumah dari binatang buas dan bencana banjir.
Jalanan di sana juga masih berupa tanah, dan belum diaspal maupun dirabat beton. Walau demikian, lingkungannya tampak bersih dan terjaga dari sampah sehingga jauh dari kesan kumuh.
Warungnya Kental Nuansa 1980-an
Kemudian, nuansa khas 1980an makin terasa dengan adanya sebuah warung yang berada di kampung tersebut.
Letaknya ada di tengah desa dengan bangunan yang sederhana berbahan gedek bambu dan kayu.
Dalam keterangan di unggahan video tersebut disebutkan bahwa warung menjajakan kebutuhan pokok sehari-hari, termasuk menyediakan kopi. Menurut sang penjual, model warung begini sering ia jumpai saat masih kecil di tahun 1980 silam.
“Nuju alit mah warungna biasa wae, siga kiyeu (waktu saya kecil mah warung-warungnya masih biasa bentuknya, seperti ini),” kata pemilik warung
Asal Usul Nama Cimeong
Ditambahkan pemilik warung yang merupakan warga asli Cimeong, asal usul nama kampungnya berasal dari cerita orang tua zaman dulu.
Kala itu, terdapat kucing hutan besar yang berkeliaran di kampung tersebut dan masuk ke parit atau kubangan di sawah. Dalam bahasa Sunda, “Ci” artinya air (merujuk pada kubangan) sedangkan “Meong” berarti kucing hutan.
“Saur sepuh mah baheula aya meong, nuju ka luar, ka rawa, terus paeh (kata orang tua, dulu itu ada kucing dari hutan terus ke luar dan ke rawa lalu mati),” katanya lagi.
Kampung ini menjadi tempat yang menarik untuk dijelajahi, dengan keindahan pemandangan dan keramah tamahan warganya.