Mengenal Babangkongan, Tradisi Memanggil Hujan Ala Masyarakat Majalengka yang Terinspirasi dari Katak
Tradisi ini jadi salah satu pesta adat masyarakat Sunda yang unik untuk meminta hujan
Tradisi ini jadi salah satu pesta adat masyarakat Sunda yang unik untuk meminta hujan
Mengenal Babangkongan, Tradisi Memanggil Hujan Ala Masyarakat Majalengka yang Terinspirasi dari Katak
Masyarakat di Desa Surawangi, Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, memiliki tradisi memanggil hujan bernama Babangkongan. Uniknya tradisi ini dilakukan oleh warga sekitar dengan melakukan gerakan seperti katak.
-
Bagaimana ritual memanggil hujan? Dipercaya mengarak kucing, binatang yang secara tradisional tidak menyukai air, akan memikat para dewa hujan untuk mendatangkan hujan yang penting bagi tanaman dan hidup mereka.
-
Dimana tradisi Mengkong Hujan dilakukan? Warga di Desa Bojongkoneng, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, masih melestarikan sebuah tradisi unik bernama Mengkong Hujan.
-
Bagaimana cara Tari Sintren memanggil hujan? Terdapat banyak versi soal jumlah penari, namun biasanya sinten akan dilakukan oleh seorang remaja perempuan dengan iringan musik tradisional gamelan.
-
Apa tradisi unik di Majalengka? Tradisi unik ini hanya bisa ditemui di Majalengka. Undangan menjadi unsur terpenting dalam prosesi hajatan. Biasanya si empunya hajat akan membuat desain yang menarik, agar tamu undangan terkesan.
-
Mengapa tradisi Ruwat Jagat Mapag Hujan penting bagi masyarakat Subang? Pasalnya di musim kering air kerap kali tidak mengalir, dan membuat masyarakat setempat kesulitan.
-
Apa itu Tradisi Cikibung? Dahulu, tradisi Cikibung lazim dilakukan oleh ayah di Kabupaten Subang, Jawa Barat, untuk melindungi anaknya. Tradisi ini biasanya digelar di kawasan leuwi atau sejenis sungai yang cukup dalam pada sore hari. Warga setempat juga menyebutnya sebagai kasidah air, lantaran pemainnya yang merupakan ayah dan anak laki-laki menepuk-nepuk air hingga menghasilkan nada tertentu mirip kasidahan.
Babangkongan sendiri menurut bahasa Sunda memiliki arti menyerupai katak. Ini berasal dari kata bangkong yang berarti katak sawah.
Ritual ini secara turun temurun dijalankan ketika memasukki musim penghujan, namun cuaca masih terik dan kondisi pertanian warga mengalami kekeringan. Babangkongan jadi salah satu hajat desa yang dihadiri oleh banyak orang.
Tradisi Turun Terumun
Mengutip tulisan Lina Marliani Hidayat dari Program Studi Tari Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Budaya Indonesia Bandung berjudul: Simbolisme Katak dalam Upacara Meminta Hujan Babangkongan di Desa Surawangi Kabupaten Majalengka, tradisi babangkongan sendiri sudah berjalan secara turun temurun.
Tradisi ini diketahui sudah berkembang sejak tahun 1950-an, dan jadi salah satu hajat desa yang selalu ramai didatangi oleh warga.
Terdapat tokoh adat serta masyarakat lokal yang menjalankan tradisi tersebut, dan diikuti oleh unsur masyarakat lainnya sebagai pengiring.
Dilaksanakan Petang sampai Tengah Malam
Tidak seperti kebanyakan tradisi daerah, babangkongan biasanya dilaksanakan mulai petang hingga tengah malam.
Setelah magrib, orang-orang sudah berkumpul di lokasi yang sudah ditentukan. Kemudian setelah waktunya ditentukan, pawang akan memantik acara dan memulainya.
Sepanjang pelaksanaan acara, pawang hujan yang memimpin akan membacakan doa-doa serta mantra agar hujan segera turun di wilayahnya. Selama pembacaan berlangsung, suasana mistis langsung terasa di lokasi.
Menirukan Katak
Salah satu yang unik dari tradisi ini adalah adanya sisi peniruan hewan katak dari para pelaksana tradisi babangkongan.
Beberapa orang akan melakukan gerakan termasuk bersuara mirip katak. Orang-orang tersebut kemudian diarak.
Tidak alasan pasti dari peniruan ini karena sifatnya sebagai ritual adat. Namun katak biasanya akan berbunyi ketika hujan turun dengan harapan setelah dilaksanakannya ritual ini daerah tersebut langsung dibasahi oleh air hujan.