Mengenal Sunda Wiwitan, Ajaran Leluhur Masyarakat Sunda yang Terjaga hingga Kini
Merdeka.com - Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai tradisi, yang telah diturunkan secara turun temurun kepada anak cucu yang hidup di wilayahnya. Kebiasaan warisan nenek moyang tersebut lantas mengakar dan menjadi kebiasaan yang selalu dilakukan di berbagai keadaan.
Layaknya makna yang terikat, kebiasaan tersebut lantas berkembang menjadi sebuah kepercayaan yang bersinergi dengan ajaran agama. Ajaran tersebut membaur dengan elemen sakral di tengah hiruk pikuk kehidupan sosial kemasyarakatannya.
Salah satu tradisi yang hingga kini masih bertahan adalah Sunda Wiwitan, sebuah kepercayaan yang dianut secara turun temurun oleh masyarakat Sunda.
-
Kenapa tatarucingan Sunda diwariskan secara turun-temurun? Permainan ini sudah berlangsung secara turun-temurun. Ada beberapa tatarucingan Sunda, mulai dari plesetan, sosial, seni, dan lainnya.
-
Mengapa tradisi ini dilestarikan? Tradisi itu dilestarikan untuk mengenang penyebar agama Islam di Jatinom, Ki Ageng Gribig.
-
Kenapa orang Jawa di Malaysia tetap lestarikan tradisi? Namun mereka tak ingin meninggalkan identitas asal. Walaupun berada di negeri orang mereka tetap lestarikan budaya Jawa.
-
Bagaimana Banyuwangi jamin tradisi budaya? Untuk menjaga tradisi dan budaya leluhur, Pemkab Banyuwangi juga rutin menggelar sejumlah agenda. Salah satunya Festival Banyuwangi Kuliner yang konsisten mengangkat masakan khas daerah. Sebut saja pecel rawon, ayam pedas, pecel pitik, sego tempong, hingga ayam kesrut juga pernah ditampilkan dalam ajang tahunan tersebut.
-
Mengapa tradisi Nyalawean penting bagi masyarakat? Tradisi tersebut, sarat dengan nuansa tradisional dan memiliki banyak makna bagi kehidupan dan penghidupan karena bisa mengingat cerita kebudayaan leluhur dan meningkatkan rasa syukur atas berkah tangkapan yang didapat.
-
Apa itu tatarucingan Sunda? Tatarucingan adalah permainan tradisional berbentuk pertanyaan yang disusun sedemikian rupa sehingga jawabannya sulit ditebak.
Dalam praktiknya, para penganut kepercayaan Sunda Wiwitan menerapkan sistem monotheisme kuno lewat kehadiran kekuasaan tertinggi. Kekuasaan tertinggi itu biasa disebut sebagai sang hyang kersa atau gusti sikang sawiji-wiji (Tuhan yang maha tunggal).
Tersebar di Banyak Wilayah Tatar Sunda
kuningankab.go.id ©2020 Merdeka.com
Dalam catatan sejarah, kepercayaan para nenek moyang Sunda ini telah tersebar sejak ratusan tahun lalu di berbagai wilayah di Jawa Barat. Seperti, Kanekes, Lebak, Banten; Ciptagelar Kasepuhan Banten Kidul, Cisolok, Sukabumi; Kampung Naga; Cirebon; dan Cigugur, Kuningan.
Dan, yang menarik dari persebaran kepercayaan Sunda Wiwitan di berbagai wilayah di Jawa Barat dan Banten tersebut, masing-masing wilayah memiliki karakteristik yang berbeda. Seperti di Kanekes, Banten, di Cigugur Kuningan dan di Madrais Garut.
Menghormati Alam
Dalam ajarannya sendiri Sunda Wiwitan sangat dekat dengan konsep saling menghormati antara manusia dengan alam, seperti yang terjadi di Sunda Wiwitan Cigugur Kuningan, dengan tradisi Seren Taunnya. Masyarakat di sana, selalu mengungkapkan rasa syukurnya terhadap melimpahnya hasil pertanian. Dan lewat tradisi itu juga mereka berusaha memberi pesan agar manusia bisa menggunakan sumber air secara bijak.
Selanjutnya, ada pula Sunda Wiwitan Madrais yang juga menerapkan prinsip menghormati alam lewat kegiatan puasa dan rayagungnya. Terakhir Sunda Wiwitan di Kanekes, Badui yang begitu menghormati alam, hingga melarang masyarakat merusak hutan dan lingkungan dengan melarang memasukinya (Badui Dalam).
Sistem Kepercayaan
©2015 Merdeka.com/Sri Wiyanti
Dalam sistem kepercayaannya, masyarakat penganut Sunda Wiwitan mempercayai akan kekuasaan tertinggi berada pada Sang Hyang Kersa (Yang Mahakuasa) atau Nu Ngersakeun (Yang Menghendaki).
Selain itu, penanut juga biasa menyebutnya Batara Tunggal (Tuhan yang Mahaesa), Batara Jagat (Penguasa Alam), dan Batara Seda Niskala (Yang Gaib). Menurut kepercayaan setempat Sang Hyang Kersa bersemayam di Buana Nyungcung sebagai tempat agung bagi penciptanya.
Di samping itu masyarakat penganut Sunda Wiwitan juga mempercayai 3 alam yang menaungi manusia sebagai makhluk ciptaanNya. Ketiga alam tersebut ialah, Buana Nyungcung (tempat bersemayam Sang Hyang Kersa dan letaknya paling atas), Buana Panca (tempat berdiam manusia dan makhluk lainnya, tempatnya di tengah) dan yang terakhir adalah Buana Larang (merupakan tempat serupa neraka dan letaknya di paling bawah).
Cara Beribadah
Dalam kepercayaan Sunda Wiwitan, para penganut biasanya akan melaksanakan ibadah dengan sebutan olah Rasa di dua waktu tertentu. Pertama, saat subuh pukul 05.00 WIB, Pagi dan yang kedua saat petang pukul 18.00 WIB.
Dalam praktik sehari-hari tersebut kegiatan olah rasa biasa dilakukan untuk mendekatkan diri antara manusia dengan sang pencipta. (mdk/nrd)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tak sekedar menyambut Tahun Baru Islam, tradisi Malam 1 Suro ini juga sebagai bentuk pelestarian budaya yang sudah mengakar di masyarakat.
Baca SelengkapnyaTradisi Wiwitan rutin diadakan setiap tahun oleh para petani di Jogja. Acara itu dirangkai dengan berbagai kegiatan kesenian
Baca SelengkapnyaPermainan ini cukup mudah dimainkan dan tidak perlu menggunakan tambahan alat apapun.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Zaman terus berkembang. Seiring berjalannya waktu, tradisi hingga adab menjadi kian rentan untuk ditinggalkan generasi muda.
Baca SelengkapnyaTradisi ini jadi salah satu pesta adat masyarakat Sunda yang unik untuk meminta hujan
Baca SelengkapnyaTradisi ini digelar setiap perayaan Hari Raya Karo yang jatuh pada tanggal 15 bulan Karo dalam kalender Saka.
Baca SelengkapnyaMasyarakat Jawa masih rutin melaksanakan tradisi tersebut sebagai bentuk penyucian diri.
Baca SelengkapnyaTopeng-topeng ini sudah ada sejak zaman Kesultanan Banten ketika menguasai wilayah Sumatra.
Baca SelengkapnyaKenalan lebih dekat dengan tradisi Papajar untuk menyambut bulan suci Ramadan ala masyarakat Sunda.
Baca Selengkapnya