Siswi SLB di Kalideres Diduga Dicabuli Teman Sekelas hingga Hamil, Pihak Sekolah Buka Suara
AS (15) diduga mengalami pelecehan seksual sampai hamil lima bulan
Aksi itu disebutkan keluarga korban dilakukan teman satu kelasnya.
Siswi SLB di Kalideres Diduga Dicabuli Teman Sekelas hingga Hamil, Pihak Sekolah Buka Suara
Seorang siswi Sekolah Luar Biasa (SLB) berinisial AS (15) diduga mengalami pelecehan seksual sampai hamil lima bulan. Aksi itu disebutkan keluarga korban dilakukan teman satu kelasnya.
Kejadian ini diungkap oleh ibu kandung AS, Rusyani menyebut anaknya siswi kelas 7 di salah satu SLB di wilayah Pegadungan, Kalideres, Jakarta Barat.
“Kalau menurut bapaknya, anak tersebut kan dijemput selalu sama bapaknya. Anak ini asal ketemu anak tersebut,” kata Rusyani saat ditemui di wilayah Pegadungan, Kalideres, Jakarta Barat, Senin (20/5).
Rusyani menjelaskan kejadian itu baru diketahui pada 6 Mei 2024 lalu. Anaknya AS yang memiliki keterbelakangan dalam pendengaran, bicara, dan intelektual itu tiba-tiba mengalami perubahan fisik yang cukup signifikan.
Awalnya, Rusyani tak curiga jika putrinya yang masih di bawah umur itu mengandung.
"Karena anak saya datang menstruasi itu nggak setiap bulan. Pernah 4 bulan nggak datang menstruasi itu enggak ada apa-apa," kata Rusyani.
"Tapi kebetulan kemarin lebaran anak saya itu sakit, malam takbir muntah-muntah sampai 4 kali. Lama-lama ke sininya, kok anak saya semakin memburuk kondisinya," kata Rusyani.
"Setelah kondisi tersebut, saya tanggal 6 Mei kemarin ke klinik terdekat.antas itu saya meminta rujukan ke rumah sakit ke poli kandungan," sambungnya.
Saat itulah, kecemasan dari Rusyani semakin menjadi-jadi. Ketika dokter menyarankan untuk melakukan prosedur USG. Perasaan Rusyani hancur, karena mengetahui kalau anaknya AS telah hamil lima bulan.
"Akhirnya saya pulang dengan tanya menanya dengan keluarga semua sampai 7 orang, di mana dia (pelaku). (Korban) nunjukkin sekolah pakai bahasa isyarat," kata Rusyani.
Akibat ini, Rusyani pun mencari keadilan dengan menunjukan dugaan anaknya merupakan korban pelecehan. Dimana, dari dua foto anak laki-laki yang satu kelas, lalu ditunjuk oleh AS.
Sempat datangi sekolah, namun harapan mencari keadilan tidak didapat. Karena sempat terhalang, ketika hendak bertemu wali kelasnya dan ingin bertemu dengan keluarga dari terduga pelaku.
"Kepala sekolah enggak mau nemuin kami ke wali kelasnya, alasan takutnya syok katanya. Saya bilang, lebih syok mana saya selaku orang tua korban, masa depan anak saya hancur. Saya mesti kehilangan segalanya," tuturnya.
"(Pihak sekolah) enggak mau ngasih kondisi yang bagaimana, enggak mau menjembatani kami lah. (Kata pihak sekolah) di situ malah asumsinya siapa tahu omnya, siapa tahu, bapaknya, siapa tahu lingkungan," imbuhnya.
Mendengar jawaban itu, Rusyani sangat kecewa. Dia berencana untuk melaporkan kasus ini ke pihak berwajib dan unit perlindungan perempuan dan anak (PPA).
Sementara masih mempertimbangkan membawa kasus ke ranah hukum, Rusyani berharap pihak sekolah dapat memberikan solusi. Karena dalam kejadian ini, anaknya bisa dengan jelas memberitahu bahwa lokasi kejadian pelecehan di toilet wanita lantai 3 SLB.
"Saya harap sekolah ada solusinya. Karena anak saya pendidikan seperti ini yang dibilang perlu pendidikan ekstra, pada kenyataannya tanggungjawabnya sekolah. Ini kan kelalaian semua guru. Saya mohon penyelesaiannya sampai jalur hukum," ujarnya.
Penjelasan Pihak Sekolah
Secara terpisah, pihak sekolah membantah menolak upaya pertemuan ia dan orang tua AS. Demikian disampaikan Kepala Sekolah SLB di Kalideres tersebut, Daliman.
Menurutnya, pertemuan antara pihak sekolah dan orang tua sempat tertunda karena memasuki waktu cuti bersama, sehingga sekolah dalam kondisi libur. Walaupun, dia tidak membantah telah telah menerima laporan terkait hamilnya AS itu sejak 8 Mei 2024 lalu.
"Dari laporan ini kami tindak lanjuti, kami informasikan kepada guru kelas dan langsung mengajak berbicara dengan anak tersebut, baik korban maupun terduga," kata Daliman saat ditemui di lokasi sekolah, Senin.
"Bahwa ini adalah mohon dibuat suasananya senyaman mungkin supaya anak merasa nyaman diajak komunikasi. Singkat cerita, hasil komunikasi antara anak dan orang tua itu tidak ditemukan siapa pelakunya," tambah dia.
Daliman menyatakan pihak sekolah telah mengajak keluarga Rusyani untuk menyelesaikannya secara internal dengan melibatkan pihak PPPA. Disana juga telah berbincang dengan pihak terduga korban.
Di mana posisi sekolah selaku penjembatan antara korban dan terduga pelaku, turut menemukan opsi untuk melakukan tes DNA. Apabila nanti sang bayi yang dikandung korban telah lahir, dan memiliki kecocokan dengan terduga pelaku.
"Jadi segala cara sudah diupayakan, namun tidak ditemukan indikasi bahwa yang melakukan adalah anak sekolah," katanya.
Oleh sebab itu, Daliman mengatakan perlu pembuktian lebih lanjut. Pasalnya apabila di cek ke belakang lima bulan sebelum kejadian sekolah tengah meliburkan siswanya. Karena ada ujian akhir semester dan P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila).
"Ikhtiar sekolah sudah kami lakukan. Kami berkeyakinan dengan ikhtiar kami ini, kemungkinan kecil kejadian itu di sekolah. Tapi ini kan perlu (pembuktian)," pungkas Daliman.