5 Fakta Perayaan Malam 1 Suro di Tanah Jawa, Penuh Makna Simbolis
Merdeka.com - Malam 1 Suro merupakan malam tahun baru masyarakat Jawa. Malam ini menjadi malam pergantian tahun pada kalender Jawa.
Beberapa tempat di Jawa-pun rutin menggelar perayaan tiap datangnya momen tersebut. Tak terkecuali Kraton Surakarta dan Kraton Yogyakarta.
Meski sama-sama memiliki tradisi peringatan malam satu suro, namun kedua kraton itu mempunyai cara yang berbeda. Biasanya, malam satu suro mulai diperingati setelah maghrib.
-
Bagaimana masyarakat Jawa rayakan Malam 1 Suro? Banyak pandangan dalam masyarakat Jawa yang menganggap malam 1 Suro sebagai malam keramat. Terlebih apabila malam 1 Suro jatuh pada Jumat Legi karena malam ini dikaitkan dengan hal-hal mistis.
-
Bagaimana orang Jawa merayakan malam 1 suro? Malam tahun baru Hijriah bukan hanya sekadar menghitung waktu, tetapi juga mengingat sejarah Islam yang kaya dan memikirkan pencapaian spiritual di masa yang akan datang.
-
Bagaimana orang Jawa rayakan malam 1 Suro? Secara tradisional, malam satu Suro juga dianggap sebagai malam yang penuh berkah dan kemurahan.
-
Apa makna malam 1 suro bagi masyarakat Jawa? 'Sumangga kita tansah manekung memuji asmaning Gusti Kang Maha Suci ing dalu menika, awit dalu menika malem setunggal Sura, malem ingkang suci tumraping tiyang Jawi.' (Mari kita dengan khusyuk menyebut asma Allah di malam ini, malam satu Suro, yaitu malam yang suci bagi masyarakat Jawa)
-
Di mana tradisi Malam 1 Suro dirayakan? Seperti yang telah disebut sebelumnya, sejarah malam 1 Suro saat ini tak bisa lepas dari tradisi perayaan yang dilakukan oleh keraton. Yang paling terkenal adalah perayaan malam 1 Suro oleh Keraton Ngayogyakarta dan Keraton Surakarta.
-
Kapan malam 1 suro dirayakan? Malam 1 Suro atau malam tahun baru Islam adalah saat yang istimewa di kalender Hijriah, tidak hanya sebagai awal dari tahun baru, tetapi juga sebagai momen refleksi dan kebersamaan bagi umat Muslim di seluruh dunia.
Hal ini dikarenakan pergantian hari Jawa dimulai pada saat matahari terbenam. Bukan saat tengah malam seperti halnya pergantian tahun pada kalender masehi.
Untuk sebagian masyarakat Jawa, pada malam satu suro tidak diperbolehkan pergi ke mana-mana kecuali untuk berdoa ataupun melakukan ibadah lain. Berikut selengkapnya:
Asal Usul Perayaan Malam 1 Suro
©2016 Merdeka.com
Asal usul perayaan malam 1 Suro konon bermula pada masa Kerajaan Mataram Islam dipimpin oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613-1645).
Pada saat itu Sultan ingin menyatukan dua kubu masyarakat Jawa yang terpecah karena berbeda keyakinan yakni antara Kepercayaan Kejawen dengan Kepercayaan Islam.
Oleh karena itulah dibuat sistem penanggalan dengan menggabungkan Kalender Saka (Jawa-Hindu) dengan Kalender Islam.
Malam Keramat
©2013 Merdeka.com/M. Luthfi Rahman
Bagi masyarakat Jawa, malam satu suro dianggap malam keramat. Pada saat malam ini tiba, masyarakat Jawa tidak tidur semalam suntuk dan berdoa sepanjang malam.
Bahkan sebagian orang memilih untuk bersemedi di tempat sakral saat malam ini tiba. Biasanya mereka bersemedi di puncak gunung, tepi laut, pohon besar, atau makam keramat.
Bulan Suro sebagai awal tahun Jawa juga dianggap sebagai bulan yang sakral. Oleh karenanya pada bulan ini biasa digunakan masyarakat Jawa untuk berintrospeksi dengan melakukan lelaku guna mengendalikan hawa nafsu.
Kirab Kebo Bule
©2018 Merdeka.com
Di Kraton Surakarta, ada seekor kerbau yang dikeramatkan masyarakat setempat bernama Kebo Bule Kyai Slamet. Dilansir dari Kemdikbud.go.id, kerbau ini bukanlah sembarang kerbau karena merupakan salah satu pusaka milik kraton.
Menurut Yosodipuro, seorang pujangga Kraton Surakarta, leluhur kerbau bercorak albino itu merupakan hewan kesayangan Pakubuwana II saat masih bertahta di Kraton Kartasura. Kerbau kesayangannya itu merupakan hadiah dari Kyai Hasan Beshari Tegalsari saat Pakubuwana II mengungsi akibat istananya yang dibakar oleh para pemberontak pecinan.
Saat datangnya perayaan 1 Suro, kerbau ini dipersilakan untuk keluar dari kandangnya dengan sendirinya. Setelah kerbau keramat itu keluar, proses ritual dimulai. Mereka menyambut kedatangan sang kerbau dengan penuh hormat.
Acara kemudian dilanjutkan dengan kirab di mana kerbau keramat itu memimpin jalannya kirab di barisan paling depan dengan dipandu seorang pawang kerbau. Di belakang kerbau, barisan punggawa kerajaan membawa tombak dan sejumlah koleksi pusaka milik Kraton Surakarta.
Tradisi Mubeng Beteng
©2019 Merdeka.com/Arie Sunaryo
Lain halnya di Solo, pada saat malam satu suro, Kraton Yogyakarta menggelar tradisi topo bisu mubeng beteng. Dalam tradisi itu, para peserta berjalan mengelilingi benteng Kraton Yogyakarta dengan tidak tidak mengeluarkan kata-kata.
Selama melakukan aksi ini, para abdi dalem menahan diri untuk tidak berbicara seraya memanjatkan doa dalam hati. Selain diikuti para abdi dalem, acara ini juga bisa diikuti warga Yogyakarta dan sekitarnya.
Penuh Hal-hal Mistis
©2014 Merdeka.com
Karena dianggap keramat, malam ini juga banyak berkaitan dengan hal-hal mistis dan penuh misteri. Dilansir dari Dream.co.id, setidaknya ada lima mitos seputar malam 1 suro.
Mitos pertama adalah pada malam itu masyarakat Jawa dilarang bepergian keluar rumah karena jika hal itu dilanggar kesialan akan menimpa. Mitos kedua masyarakat dilarang untuk pindah rumah pada waktu malam satu suro.
Mitos ketiga tidak boleh mengadakan pesta. Mitos keempat tak boleh banyak bicara. Dan mitos terakhir, pada malam satu suro banyak makhluk halus akan ada makhluk halus yang gentayangan. (mdk/shr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tanggal 1 Suro diperingati setelah magrib pada hari sebelum tanggal 1, dan biasanya disebut malam satu suro.
Baca SelengkapnyaKumpulan amalan malam 1 suro ini memiliki keberkahan yang luar biasa apabila dikerjakan.
Baca SelengkapnyaMalam satu Suro ini merupakan bagian dari perayaan tahun baru Islam atau yang disebut dengan "Hijriah".
Baca SelengkapnyaTak sekedar menyambut Tahun Baru Islam, tradisi Malam 1 Suro ini juga sebagai bentuk pelestarian budaya yang sudah mengakar di masyarakat.
Baca SelengkapnyaGanjar mengatakan kalau acara kirab tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat umum.
Baca SelengkapnyaSultan Agung Hanyokrokusumo dari Mataram mengakulturasikan kalender Hijriyah sebagai kalender Jawa
Baca SelengkapnyaSelama kirab, peserta tidak boleh mengenakan alas kaki dan dilarang berbicara
Baca SelengkapnyaKata-kata bijak malam 1 suro bahasa Jawa ini bisa dibagikan ke kerabat atau keluarga.
Baca SelengkapnyaSejumlah pusaka termasuk belasan kerbau bule keturunan Kiai Slamet akan diarak keliling tembok luar istana
Baca SelengkapnyaAda sejumlah alasan orang-orang di Cirebon menantikan dan merasa bergembira di tanggal tersebut.
Baca SelengkapnyaTujuh kerbau bule keturunan Kiai Slamet menjadi cucuk lampah (pemimpin kirab) arak-arakan yang diikuti lebih dari 5.000 abdi dalem, sentana dan kerabat keraton.
Baca SelengkapnyaWeton tulang wangi merupakan salah satu jenis weton dalam kebudayaan Jawa yang memiliki daya tarik tersendiri yang disukai makhluk gaib.
Baca Selengkapnya