Berwisata ke Kampung Sekayu Semarang, Dulunya Jadi Pusat Pengepulan Kayu untuk Pembangunan Masjid Agung Demak
Di kampung Sekayu terdapat sebuah masjid yang lebih tua dari Masjid Agung Demak

Di kampung Sekayu terdapat sebuah masjid yang lebih tua dari Masjid Agung Demak

Berwisata ke Kampung Sekayu Semarang, Dulunya Jadi Pusat Pengepulan Kayu untuk Pembangunan Masjid Agung Demak
Di pusat Kota Semarang, terdapat sebuah kelurahan unik yang penuh sejarah. Namanya Kampung Sekayu. Konon, pada zaman dulu, Kampung Sekayu menjadi pusat pemerintahan Semarang sewaktu masih jadi wilayah kadipaten.

Selain itu, Kampung Sekayu dulunya merupakan pusat pengepulan kayu untuk pembangunan Masjid Agung Demak. Hal inilah yang membuat kampung itu dinamakan Sekayu, atau pusat pengepulan kayu.


Lurah Sekayu, Dwi Ratna Anggraeni, menjelaskan Kalurahan Sekayu memiliki luas wilayah 56 hektare dan jumlah penduduk mencapai 3.600 jiwa.

Selain rumah-rumah penduduk, di Kalurahan Sekayu terdapat banyak pusat perdagangan, pusat pemerintahan, serta gedung bersejarah.
Bangunan rumah dengan gaya arsitektur zaman Hindia Belanda masih dapat dijumpai di Kampung Sekayu. Di kampung itu pula terdapat masjid bersejarah, yaitu Masjid Taqwa Sekayu, yang konon dibangun pada tahun 1413 Masehi.


Konon di lokasi dekat masjid itulah, kayu-kayu untuk pembangunan Masjid Agung Demak dikumpulkan. Saat itu, masjid tersebut digunakan sebagai tempat beribadah para pengepul kayu.
Di Kampung Sekayu, juga terdapat rumah sastrawan asal Semarang, NH Dini, yang karyanya mendunia. Semasa hidupnya NH Dini pernah menulis novel berjudul “Sekayu” yang menceritakan masa kanak-kanaknya dan lingkungan di Sekayu pada masa itu.

Di Kalurahan Sekayu juga ada kafe hidden gem bernama Kafe Gethe. Selain sebagai tempat ngopi, di sana tersimpan banyak sejarah seputar Kalurahan Sekayu. Bangunan kafe tersebut memiliki arsitektur khas Jawa Kuno.


Selain itu, di sana pula ada kuliner legendaris Bakmi Djowo Doel Nomani. Dilansir dari kanal YouTube Semarang Pemkot, rasa bakmi jawa di sana disebut masih otentik karena dimasak di atas tungku arang.