Melihat Bangunan Tua di Kampung Melayu Semarang, Dulu Jadi Pusat Perniagaan
Kampung Melayu merupakan salah satu kawasan tertua di Semarang. Di sana banyak terdapat peninggalan kolonial
Dari zaman kolonial hingga sekarang, Semarang merupakan salah satu kota penting yang berada di pesisir utara Pulau Jawa. Kota itu penting peranannya sebagai kota pelabuhan dan juga pusat perniagaan. Jejak-jejak kolonial masih bisa dijumpai saat ini. Salah satunya berada di kawasan Kampung Melayu.
Dikutip dari Semarangkota.go.id, Kampung Melayu Semarang merupakan area wisata perkampungan yang menawarkan nilai sejarah dan religi bagi para pengunjung yang berwisata di area tersebut. Warga di kampung itu sering mengadakan acara kirab budaya yang menjadi tontonan gratis bagi para pengunjung.
-
Siapa pemilik bangunan tua di Semarang? Seperti diketahui dari postingan itu, rumah besar tersebut dulunya adalah milik pengusaha sandal merek 'Orie' berdarah Tionghoa, Ong Ing Yip.
-
Apa yang tersisa dari bangunan tua Semarang? Yang tersisa saat ini hanyalah paviliun pelengkap bangunan utama.
-
Dimana letak Kota Lama Semarang? Lokasinya tak lain berada di pusat kota.
-
Apa yang ditemukan di Kota Lama Semarang? Dari ekskavasi itu, tim peneliti tidak hanya menemukan struktur bata yang diduga merupakan bagian dari benteng Kota Lama. Namun juga ditemukan artefak berupa fragmen keramik, botol, kaca, tembikar, serta ekofak berupa gigi, tulang, tanduk hewan, dan fragmen Batubara yang jumlahnya mencapai 9.191 fragmen.
-
Bagaimana ornament bangunan tua Semarang? Ada pula konsul dan angin-angin berbahan besi tebal, serta keramik kotak kecil-kecil yang warnanya sudah tak lagi sama antara satu sama lain karena saking uzurnya.
Selain itu, ciri khas lain yang bisa dijumpai di Kampung Melayu Semarang adalah bangunan-bangunan tuanya. Lantas apa saja cerita menarik dari bangunan-bangunan tua itu?
Berikut selengkapnya:
Masjid Menara
Dalam foto yang diunggah akun Instagram @semarang.heritage, sebuah bangunan masjid tampak megah berada di sisi sebuah sungai. Masjid itu masih satu bagian di kawasan Kampung Melayu Semarang, orang-orang mengenalnya dengan nama Masjid Menara.
Masjid Menara diketahui pertama kali dibangun pada tahun 1802. Dalam foto lama tahun 1900-an, masjid itu berdiri tepat di bibir tepian sungai. Kala itu bangunan masjid itu memiliki dua lantai. Bentuknya seperti rumah panggung.
Tepat di sebelah masjid, terdapat sebuah bangunan yang masih dalam tahap renovasi. Dikutip dari akun Instagram @semarang.heritage, gedung itu direnovasi pada tahun 2020. Namun tak jelas seperti apa gedung yang kental nuansa kolonial tersebut.
Gedung Tua Tak Bernama
Gedung yang berada di sebelah masjid itu berdiri cukup megah. Dinding-dindingnya bercat putih bersih. Kusen-kusen kayu serta daun pintu, jendela, hingga pagar balkon berpelitur menampakkan kekhasan bangunan tempo dulu.
Berdasarkan penelusuran akun Instagram @semarang.heritage, gedung itu pernah digunakan untuk sarang burung walet pada tahun 1999-2011. Bangunan itu sempat mangkrak dan digunakan sebagai gudang mebel. Sekitar tahun 2017-an, gedung itu kabarnya dijual pada seorang kolektor barang antik.
Tak ada data sejarah pasti mengenai masa lalu gedung itu. kabarnya dulu gedung itu pernah digunakan sebagai pabrik es batu. Pemiliknya merupakan seorang warga Semarang beretnis Tionghoa. Namun sebelumnya gedung itu pernah digunakan sebagai kantor imigran Timur Tengah, India, dan Pakistan. Namun info tersebut belum valid.
Menara Syahbandar
Bangunan lain yang tampak masih berdiri megah di Kampung Melayu Semarang adalah bangunan Menara Syahbandar. Menara ini dibangun pada tahun 1825 dan berfungsi sebagai menara pengawas serta kantor Kongsi perniagaan Belanda.
Dikutip dari akun Instagram @semarang.heritage, menara ini memiliki peran penting dalam perniagaan antar pulau dan negara lain. Pada masa kolonial, seluruh kapal yang berlabuh atau transit di Pelabuhan Semarang wajib melapor dan membayar retribusi di Menara Syahbandar itu.
Bangunan ini baru saja selesai direvitalisasi pada tahun 2023 lalu. Sebelumnya, gedung ini sempat terbengkalai bertahun-tahun di mana sebagian gedungnya roboh. Pada revitalisasi itu, gedung tersebut mengalami beberapa penyesuaian desain, di antaranya adalah dinding kaca.