Dulunya Menjadi Kawasan Hunian Bangsa Eropa, Ini Fakta Menarik Kampung Bintaran di Pusat Kota Yogyakarta
Pembangunan Bintaran sebagai tempat tinggal orang Eropa terjadi pada dekade 1860 hingga 1890
Yogyakarta merupakan kota penuh sejarah. Banyak sejarah yang bisa dikulik dari Kota Yogyakarta mulai dari zaman kerajaan hingga zaman kolonial Belanda. Salah satu tempat bersejarah di Yogyakarta yang jarang orang tahu adalah Kampung Bintaran.
Nama Bintaran sendiri diambil dari nama salah seorang dari pangeran Keraton Yogyakarta Hadiningrat bernama Pangeran Harya Bintara. Dia adalah putra kedua dari Sultan Hamengkubuwono VII. Saat masih hidup, Pangeran Harya Bintara tinggal di wilayah tersebut.
-
Apa Kampung UFO Yogyakarta? Kampung UFO merupakan sebuah kolaborasi masyarakat dengan para seniman street art di Yogyakarta.
-
Apa yang unik dari Gereja Bintaran? Bentuk bangunannya begitu khas, berbeda dari bentuk gereja pada umumnya.
-
Apa saja keistimewaan Yogyakarta? Pengaturan keistimewaan DIY dan pemerintahannya selanjutnya diatur dengan UU No 1/1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. UU ini diterbitkan untuk melaksanakan ketentuan dalam pasal 131-133 UUDS 1950. Pengaturan Daerah Istimewa terdapat baik dalam diktum maupun penjelasannya.
-
Kapan Gereja Bintaran diresmikan? Pada Minggu, 8 April 1934, gereja itu selesai dibangun. Acara pemberkatannya dihadiri banyak masyarakat pribumi.
-
Di mana letak kampung mirip Eropa? Ini tentu menjadi daya tarik yang sempurna bagi permukiman yang berada persis di Kampung Sukamanah, Wangunsari, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur.
-
Kenapa Gereja Bintaran dibangun? Berawal dari Keprihatinan Pater B. Hagdorn SJ, seorang pastor kepala Katolik di Jogja waktu itu, melihat jumlah umat Katolik di Jogja semakin banyak. Oleh karena itu, ia merasa butuh untuk membangun sebuah tempat ibadat yang memadai.
Seiring waktu, kampung itu menjadi salah satu kawasan hunian bangsa Eropa di Kota Yogyakarta selain Kota Baru. Lalu seperti apa sejarah Kampung Bintaran? Berikut selengkapnya:
Kawasan Hunian Bangsa Eropa Sebelum Kotabaru
Kawasan Bintaran mulai berkembang setelah Perang Jawa. Saat itu terjadi peningkatan jumlah penduduk Eropa secara signifikan setelah terjadinya perang tersebut. Sementara kondisi perkampungan orang Eropa di Loji Kecil dan Loji Gede sudah penuh dengan permukiman dan tak bisa ditempati lagi.
Oleh karena itu, Pemerintah kolonial Hindia Belanda menyediakan wilayah bagi orang-orang Eropa di sisi timur benteng untuk dijadikan kawasan tempat tinggal.
Pembangunan Bintaran sebagai tempat tinggal orang Eropa terjadi pada dekade 1860 hingga 1890. Saat itu orang-orang Eropa diberi kebebasan untuk membangun rumah mereka sendiri. Selain itu pemerintah Hindia Belanda juga memberikan dukungan dengan menyediakan beberapa fasilitas umum di kawasan tersebut seperti gereja dan barak militer.
Dipindah ke Kotabaru
Dikutip dari Wikipedia, gaya arsitektur kawasan Bintaran bercorak Indische Empire Style yang merupakan perpaduan antara gaya arsitektur Perancis yang megah dengan gaya arsitektur Belanda. Bentuknya disesuaikan dengan iklim tropis yang dikembangkan oleh Daendles.
Bintaran menjadi kawasan andalan tempat tinggal orang-orang Eropa hingga awal abad ke-20. Pada dekade 1920 hingga 1930, kawasan ini terbilang cukup padat dan sulit untuk menampung lebih banyak rumah-rumah bagi orang Eropa. Dalam perkembangannya, kawasan permukiman orang-orang Eropa kemudian pindah ke kawasan Kotabaru.
Kini, beberapa bangunan peninggalan Belanda di kawasan Bintaran masih berdiri megah dan masih dimanfaatkan di antaranya Gereja Katolik Santo Yusup, Museum Biologi, Museum Sasmitaloka Panglima Besar Jenderal Sudirman, Rumah Administrateur Kadipaten Pakualaman, Lapas Wirogunan, dan Pendopo Bintoro.
Jadi Kampung Wisata
Kini Kampung Bintaran tengah dikembangkan menjadi kampung wisata dengan konsep “Do dolan Njoro Kampung”. Ketua RW 02 Kampung Bintaran, Andi Maulana, mengatakan bahwa Kampung Bintaran terdiri dari 3 RW.
“Potensi kampung yang ada terus kita upayakan, agar layak dikunjungi wisatawan dan akan berdampak pada ekonomi bagi masyarakat,” kata Andi dikutip dari Jogjakota.go.id.
Sementara itu Lurah Wirogunan Anastasia Erwina Siwi Utami, mengatakan bahwa konsep kampung wisata itu sangat bagus bagi masyarakat.
“Konsep ini sangat mendukung Wirogunan Semarak, yaitu Semangat, Maju Bergerak,” kata Anastasia.