Mengenal Babon ANIEM, Bangunan Bersejarah Saksi Bisu Sejarah Listrik di Kota Jogja
ANIEM mulai membangun jaringan listrik di Kota Yogyakarta pada tahun 1914, tepatnya di kawasan hunian orang Eropa di Kotabaru
ANIEM mulai membangun jaringan listrik di Kota Yogyakarta pada tahun 1914, tepatnya di kawasan hunian orang Eropa di Kotabaru
Mengenal Babon ANIEM, Bangunan Bersejarah Saksi Bisu Sejarah Listrik di Kota Jogja
Sebuah bangunan persegi dengan taman di sekelilingnya berdiri di persimpangan Jalan F.M Noto Kotabaru, Kota Yogyakarta.
Oleh masyarakat umum bangunan itu dikenal dengan nama Babon ANIEM.
ANIEM sendiri merupakan akronim dari Algemene Nederlansch Indische Electrisch Maatscapij, merupakan perusahaan penyedia listrik swasta yang ada di Hindia Belanda.
-
Apa kegunaan Gedung Kawedanan Boja dulunya? Pada era penjajahan Belanda, gedung ini digunakan untuk pengawas perkebunan.
-
Dimana letak Gedung Kawedanan Boja? Di tengah ruang terbuka hijau (RTH) Boja, Kabupaten Kendal, terdapat sebuah bangunan tua yang sudah ada sejak zaman Belanda.
-
Siapa yang pernah menggunakan bangunan tua di Ambarawa? Ngadiyono (65), bercerita kalau dulunya bangunan itu digunakan sebagai tempat pemotongan babi. Aktivitas pemotongan babi semakin sibuk mendekati Hari Raya Imlek.
-
Apa fungsi bangunan tua di Ambarawa ini? Salah satunya adalah sebuah bangunan rumah pemotongan hewan yang dibangun pada tahun 1913. Bangunan seluas 30x30 meter itu masih aktif digunakan sebagai rumah pemotongan hewan.
-
Siapa yang pernah menempati Gedung Kawedanan Boja? Gedung itu pernah ditempati seorang pria berkebangsaan Eropa bernama Emile Einthoven.
-
Apa sisa bangunan Candi Bacem? Sayang, kini bangunan itu hanya tersisa tumpukan batu.
Dilansir dari Jogjakota.go.id, ANIEM mulai membangun jaringan listrik di Kota Yogyakarta pada tahun 1914, tepatnya di kawasan hunian orang Eropa di Kotabaru.
Selain di Kotabaru, ada dua Babon ANIEM lagi yang sekarang masih berdiri, yaitu di depan Taman Parkir Abu Bakar Ali dan satu lagi di Pasar Kota Gede.
Pada masanya, butuh waktu 5 tahun untuk membangun jaringan listrik di Kota Yogyakarta. Kawasan awal yang mendapat pasokan listrik adalah njero benteng, Loji Gede, Loji Cilik, Malioboro, hingga Kotabaru.
Daya listrik yang mengalir di Kota Yogyakarta berasal dari pembangkit listrik yang ada di Tuntang, Semarang. Pemerintah kolonial Belanda mulai membangun jaringan listrik dari
Semarang ke Yogyakarta pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1918.
Pada tahun 1919 terjadi peningkatan permintaan sambungan listrik di Yogyakarta yang membuat ANIEM memutuskan untuk membangun pembangkit listrik tenaga diesel. Pembangkit listrik tenaga diesel itu akhirnya selesai dibangun pada tahun 1922.
Hingga tahun 1939, hampir seluruh wilayah di Kota Yogyakarta mulai dari Pingit hingga Wirobrajan sudah teraliri listrik. Listrik tidak hanya mengalir di wilayah-wilayah permukiman, namun juga mengalir untuk kepentingan jalan umum.
Jalan-jalan besar mulai menggunakan penerangan tenaga listrik yang biayanya ditanggung oleh Keraton. Pada waktu itu harga listrik masih sangat mahal untuk dijangkau masyarakat umum.
Pada 1938 untuk dua buah lampu dengan masing-masing berukuran 10 watt tagihan listrik yang harus dibayarkan setiap bulan adalah sebesar ƒ 1,-. Harga tersebut sama dengan harga beras 15 Kg pada waktu itu.