Kisah Abu Nawas dan Raja, Cerita Lucu Penuh Pelajaran
Abu Nawas adalah penyait terkenal yang menciptakan banyak cerita lucu.
Abu Nawas adalah penyair terkenal yang menciptakan banyak cerita lucu.
Kisah Abu Nawas dan Raja, Cerita Lucu Penuh Pelajaran
Dalam sejarah Islam, kisah dan cerita yang disampaikan oleh Al-Qur'an dan hadis memberikan hikmah dan pelajaran hidup yang mendalam bagi umat muslim. Kisah-kisah para nabi, seperti Nabi Adam, Ibrahim, Musa, dan Yusuf, menceritakan perjalanan hidup yang penuh ujian dan ujian keimanan.Bukan hanya itu, kisah yang penuh makna dan pelajaran hidup dalam Islam juga berupa cerita-cerita lucu yang diciptakan olah para penyair ternama. Salah satu penyair yang telah menulis banyak cerita lucu adalah Abu Nawas.
Abu Nawas, seorang penyair terkenal dalam tradisi sastra Arab, dikenal tidak hanya karena kepiawaiannya dalam merajut puisi indah, tetapi juga karena kisah-kisah lucu dan cerita humor yang diciptakannya. Meskipun beberapa ceritanya bersifat hiburan, banyak yang juga mengandung hikmah dan pelajaran moral yang bisa diambil.
Beberapa cerita lucu yang popoler di antaranya adalah kisah Abu Nawas dan Raja. Jika Anda ingin mengajarkan nilai-nilai Islam pada anak, bisa melalui cerita lucu populer Abu Nawas. Terdapat beberapa kisah Abu Nawas dan Raja yang bisa menjadi rekomendasi Anda, berikut kami merangkumnya.
Profil Singkat Abu Nawas
Sebelum menyimak kisah Abu Nawas dan Raja, akan dijelaskan dahulu profil singkat dari Abu Nawas.
-
Bagaimana Abu Nawas mendapatkan hadiah dari raja? Raja heran melihat Abu Nawas yang pandai melepaskan diri dari ancaman hukuman. Kemudian raja memberikan hadiah 5000 dinar kepada Abu Nawas.
-
Kenapa Abu Nawas ingin mendapat hadiah dari raja? Abu Nawas ingin mendapatkan hadiah dari raja. Namun, ia tahu bahwa raja sangat pelit. Oleh karena itu, Abu Nawas merencanakan sebuah trik.
-
Apa yang ingin diperoleh Abu Nawas dari raja? Abu Nawas adalah seorang tokoh yang terkenal dengan kecerdikannya. Dalam salah satu ceritanya, Abu Nawas ingin mendapatkan hadiah dari raja. Namun, ia tahu bahwa raja sangat pelit. Oleh karena itu, Abu Nawas merencanakan sebuah trik.
-
Bagaimana Abu Nawas membuat kuda tertawa? Abu Nawas kemudian membisiki seekor kuda di sampingnya, dan kuda itu terbahak-bahak.
-
Bagaimana Abu Nawas menyelesaikan permintaan Raja Harun? Abu Nawas kemudian menunjuk enam orang yang dibawanya, sambil berkata 'Inilah mereka, tuanku Syah Alam.''Hai Abu Nawas, apa yang engkau tunjukkan kepadaku itu?''Ya, Tuanku Syah Alam. Tanyalah pada mereka hari apa sekarang.' Raja kemudian bertanya, dan keenam orang tersebut memiliki jawaban yang berbeda-beda. Maka Abu Nawas kembali berujar 'Jika mereka manusia, tentunya tahu hari ini hari apa. Apalagi jika tuanku menanyakan hari yang lain, akan tambah pusing mereka. Manusia atau hewan kah mereka ini? Inilah lembu berjenggot yang pandai bicara itu, Tuanku.'
-
Dimana Abu Nawas bertemu Raja Harun Al-Rasyid? Suatu hari Raja Harun Al-Rasyid sedang berjalan-jalan ke pasar. Ia kemudian memergoki Abu Nawas sedang memegang botol berisi anggur. Raja pun menegur dan berkata, 'Wahai Abu Nawas, apa yang sedang kau pegang itu?'
Abu Nawas menghabiskan awal kehidupannya di Ahvaz, Persia. Ia tumbuh dalam lingkungan yang penuh dengan kecintaan terhadap sastra dan seni. Pada usia muda, Abu Nawas belajar sastra, retorika, dan puisi dari beberapa guru terkemuka di Ahvaz.
Pendidikan Abu Nawas di bidang sastra memainkan peran penting dalam membentuk kepandaiannya. Ia terkenal dengan keahliannya dalam menggunakan bahasa Arab yang indah dan bermakna dalam puisinya. Abu Nawas juga terampil dalam merangkai kata-kata dan menggambarkan situasi dengan nada humor.
Tidak hanya terkenal sebagai penyair, Abu Nawas juga dikenal sebagai seorang Sufi. Sebagai seorang Sufi, ia menjalani kehidupan spiritual yang mengedepankan kesederhanaan, kejujuran, dan pengabdian kepada Tuhan. Puisi-puisi Abu Nawas sering mencerminkan nilai-nilai spiritual dan pesan yang mendalam.
Kematian Abu Nawas masih menjadi misteri hingga saat ini. Beberapa sumber menyebutkan bahwa ia meninggal akibat racun yang disuntikkan ke dalam tubuhnya oleh musuh-musuhnya. Meskipun demikian, kejadian ini masih diperdebatkan dan tidak dapat dipastikan kebenarannya.
Dalam sejarah sastra Arab, Abu Nawas diakui sebagai salah satu penyair terbesar pada masanya. Ia meninggalkan warisan puisi yang indah dan menghibur, yang tetap dihargai dan dikenal oleh banyak orang hingga saat ini.
Kisah Abu Nawas dan Raja: Obat untuk Raja
Berikut kisah Abu Nawas dan Raja Al Harun, bisa Anda simak:
Suatu malam, Raja Harun Al- Rasyid kesulitan untuk tidur. Malam sudah semakin larut dan raja belum juga merasakan kantuk. Raja kemudian memanggil salah satu pengawal istana. Raja berkata “Umumkan kepada seluruh rakyat, barang siapa yang bisa membuat raja tertidur, akan diberikan 10 koin emas!”
Pengawal istana kemudian bergegas memberikan isyarat kepada bawahannya agar bergerak cepat untuk mengumumkan titah raja kepada rakyat.
Setelah itu, datanglah dua orang yang kebetulan pada malam itu ia juga kesulitan untuk tidur, mendengar penjelasan dari pengawal istana, mereka berminat untuk mengikuti sayembara.
Setelah dipersilakan, Abu Nawas mulai bercerita, “Baginda, dahulu ada seekor raja semut yang kurang kerjaan. Ia masuk ke kuping sebelah kanan seorang yang sedang tidur, keluar lagi, masuk lagi, keluar lagi. Kemudian masuk ke kuping kiri, keluar lagi, masuk lagi, keluar lagi.”
Raja kesal mendengar kisah yang dituturkan oleh Abu Nawas. Menurut raja cerita Abu Nawas tidak menarik dan membuat raja merasa bosan sehingga ia pun menguap dan memiringkan tubuhnya membelakangi Abu Nawas. Perlahan, raja pun menutup matanya dan mulai tertidur.
Pagi harinya, Abu Nawas masuk lagi ke istana dengan mengendarai kereta. 10 karung diangkat ke dalam kereta satu per satu. Penjaga pintu istana geleng-geleng kepala ketika kereta itu keluar pintu gerbang. Abu Nawas tertidur pulas di atas tumpukan karung emas dengan suara mendengkur yang keras.
Kisah Abu Nawas dan Raja: Menjual Raja
Berikut kisah Abu Nawas menjual Raja, bisa Anda simak:
Suatu hari Abu Nawas sangat kebingungan, bahkan ia hampir putus asa. Sudah dua hari dapur tidak mengepul asap karena tidak ada lagi barang yang bisa ia jual.
Satu-satunya jalan yang bisa dia ambil adalah menjual manusia untuk dijadikan budak. Sebenarnya jika Abu Nawas mau, dia bisa saja menjual teman-temannya, namun ia tidak tega karena teman-temannya bukan orang kaya melainkan orang miskin seperti dirinya.
Jalan satu-satunya yang bisa dilakukan Abu Nawas adalah menjual manusia. Akhirnya Abu Nawas memutuskan sesuatu yang tidak biasa, ia akan tetap menjual manusia untuk dijadikan oleh si pembelinya. Bukan menjual temannya melainkan rajanya, Harun Al Rasyid.
Menurut Abu Nawas, hanya Baginda Raja yang pantas untuk dijual. Bukankah selama ini Baginda Raja selalu mempermainkan dirinya dan menyengsarakan pikirannya? Maka sudah sepantasnya bagi Abu Nawas untuk menyusahkan Baginda Raja.
Abu Nawas mencari cara agar bisa menjual Baginda Raja Harun Al Rasyid. Ia pun mendapat ide dan menjuampai sang raja.
"Apa itu wahai Abu Nawas?" tanya Baginda langsung tertarik.
"Sesuatu yang hamba yakin belum pernah terlintas di dalam benak Paduka yang mulia," kata Abu Nawas meyakinkan.
"Kalau begitu cepatlah ajak aku ke sana untuk menyaksikannya," kata Baginda Raja tanpa rasa curiga sedikit pun.
"Tetapi apa?" tanya Baginda tidak sabar.
"Bila Baginda tidak menyamar sebagai rakyat biasa maka pasti nanti orang-orang akan banyak yang ikut menyaksikan benda ajaib itu." kata Abu Nawas.
Karena memiliki keinginan besar dan rasa penasaran yang begitu besar, Banginda Raja bersedia menyamar menjadi rakyat biasa. Melihat penyamaran sang raja berhasil, Abu Nawas dan Baginda Raja berangkat menuju ke sebuah hutan.
Setibanya di sana, Abu Nawas mengajak Baginda Raja mendekati sebuah pohon besar dan rindang, ia pun meminta sang Raja untuk menunggu. Sementara itu, ia pergi menjumpai seorang badui yang pekerjaannya menjual budak. Abu Nawas mengajak pedagang budak itu untuk melihat calon budak yang akan dijual kepadanya dari jarak yang agak jauh.
Abu Nawas enggan menjumpai sang Raja dan merasa tidak tega. Sementara itu, Abu Nawas beralasan calon budak yang akan dijualnya adalah teman dekatnya sendiri. Setelah pedagang budak itu memperhatikan dari kejauhan ia merasa cocok.
Abu Nawas pun membuatkan surat kuasa yang menyatakan bahwa pedagang budak sekarang mempunyai hak penuh atas diri orang yang sedang duduk di bawah pohon rindang itu. Abu Nawas pergi begitu menerima beberapa keping uang emas dari pedagang budak.
Baginda Raja masih menunggu Abu Nawas di bawah pohon rindang tersebut, sampai tibalah pedagang budak menghampiri dirinya. Baginda Raja merasa heran, mengapa Abu Nawas tidak juga muncul dan mengapa ada orang lain selain dirinya dan Abu Nawas.
"Siapa engkau?" tanya Baginda Raja kepada pedagang budak.
"Aku adalah tuanmu sekarang," kata pedagang budak itu agak kasar.
Tentu saja pedagang budak itu tidak mengenali Baginda Raja Harun Al Rasyid dalam pakaian yang amat sederhana.
"Apa maksud perkataanmu tadi?" tanya Baginda Raja dengan wajah merah padam.
"Abu Nawas telah menjual engkau kepadaku dan inilah surat kuasa yang baru dibuatnya," kata pedagang budak dengan kasar.
"Abu Nawas menjual diriku kepadamu?" kata Baginda makin murka.
"Ya!" bentak pedagang budak.
"Tahukah engkau siapa aku ini sebenarnya?" tanya Baginda geram.
"Tidak dan itu tidak perlu," kata pedagang budak seenaknya. Lalu ia menyeret budak barunya ke belakang rumah. Sultan Harun Al Rasyid diberi parang dan diperintahkan untuk membelah kayu.
Baginda Raja merasa heran dengan semua yang diperintahkan. Ia melihat begitu banyak tumpukan kayu di belakang rumah badui itu sehingga memandangnya saja Sultan Harun Al Rasyid sudah merasa ngeri, apalagi harus mengerjakannya.
"Ayo kerjakan!"
Meski ia merasa kebingungan dengan itu semua, Sultan Harun Al Rasyid mencoba untuk melakukan perintah dari tuan barunya. Sultan Harun Al Rasyid secara perlahan memegang kayu dan mencoba membelahnya, namun si badui melihat cara Sultan Harun Al Rasyid memegang parang merasa aneh.
"Kau ini bagaimana, bagian parang yang tumpul kau arahkan ke kayu, sungguh bodoh sekali!"
"Kau ini bagaimana, bagian parang yang tumpul kau arahkan ke kayu, sungguh bodoh sekali!"
Sultan Harun Al Rasyid mencoba membalik parang hingga bagian yang tajam terarah ke kayu. la mencoba membelah namun tetap saja pekerjaannya terasa aneh dan kaku bagi si badui.
"Oh, beginikah derita orang-orang miskin mencari sesuap nasi, harus bekerja keras lebih dahulu. Wah lama-lama aku tak tahan juga," gumam Sultan Harun Al Rasyid.
Si badui menatap Sultan Harun Al Rasyid dengan pandangan heran dan lama-lama menjadi marah. la merasa rugi barusan membeli budak yang bodoh.
"Hai badui! Cukup semua ini aku tak tahan."
"Kurang ajar kau budakku harus patuh kepadaku!" kata badui itu sembari memukul sang raja. Tentu saja raja yang tak pernah diperlakukan kasar itu menjerit keras saat dipukul kayu.
"Hai badui! Aku adalah rajamu, Sultan Harun Al Rasyid," kata Baginda sambil menunjukkan tanda kerajaannya.
Pedagang budak itu kaget dan mulai mengenal Baginda Raja. la pun langsung menjatuhkan diri sembari menyembah Baginda Raja. Sang raja mengampuni pedagang budak itu karena ia memang tidak tahu. Tetapi kepada Abu Nawas Baginda Raja amat murka dan gemas. Ingin rasanya beliau meremas-remas tubuh Abu Nawas seperti telur.