Kisah Konglomerat Perkebunan Teh Belanda Asal Boyolali, Jadi Musuh Bebuyutan Pangeran Diponegoro
Konglomerat itu bernama Johannes Augustinus Dezentje. Ia merupakan seorang penguasa perkebunan teh kaya raya namun juga kontroversial pada masanya.
Jejak kekayaannya kini lenyap tak bersisa.
Kisah Konglomerat Perkebunan Teh Belanda Asal Boyolali, Jadi Musuh Bebuyutan Pangeran Diponegoro
Di sebelah utara pusat kota Boyolali, terdapat sebuah pemakaman tua Belanda atau biasa disebut kerkhof. Di sana terdapat makam seorang konglomerat Belanda yang terkenal pada masanya.
Konglomerat itu bernama Johannes Augustinus Dezentje. Ia merupakan seorang penguasa perkebunan teh kaya raya namun juga kontroversial pada masanya.
-
Mengapa Pangeran Diponegoro melawan Belanda? Perang Diponegoro (1825-1830) adalah konflik antara Pangeran Diponegoro dengan Belanda yang dipicu oleh pemasangan patok-patok di lahan milik Diponegoro dan eksploitasi terhadap rakyat dengan pajak tinggi.
-
Apa arti nama Diponegoro? Nama 'Diponegoro' berasal dari kata 'dipo' yang berarti pelindung atau penuntun, dan 'negoro' yang berarti negara.
-
Siapa keturunan Pangeran Diponegoro? Dalam salah satu episode podcast ‘Face to Face’ di kanal YouTube The Leonardo's, Asri Welas mengungkapkan bahwa keturunan tersebut berasal dari Ibunya.
-
Siapa yang terbunuh dan menyebabkan dendam Belanda? Terbunuhnya Kapten François Tack, seorang perwira VOC di Kartasura oleh Untung Suropati membuat kolonial Belanda meradang.
-
Kenapa perusahaan genteng di Desa Berjo terkenal sejak zaman Belanda? Hasil produksi genteng dari Desa Berjo memiliki kualitas yang bagus dan terkenal sejak zaman Belanda dulu.
Johannes Augustinus Dezentje lahir pada tahun 1797 Masehi. Dia adalah putra dari seorang pengawal berkebangsaan Eropa untuk raja dari Kasunanan Surakarta bernama August Jan Caspar.
Mengutip Boyolali.go.id, walaupun memiliki darah Eropa, sosok yang akrab dipanggil Tinus itu memiliki gaya hidup seperti bangsawan Jawa.
Rumahnya dibangun dalam gaya seperti rumah bangsawan Keraton Surakarta atau Bupati Jawa.
Bahkan rumahnya juga dilengkapi kebun binatang dan dikelilingi tembok tebal seperti benteng beserta bastion dan gardu pengawasnya.
“Umur 18 tahun dia menikahi Johanna Dorothe Boode. Berselang 3 tahun kemudian untuk memperluas tanah perkebunannya, Tinus menikahi kerabat Raja Surakarta bernama Raden Ayu Tjokrokoesoemo,”
kata Surojo, salah satu pemerhati sejarah Boyolali.
Sejak kecil, Tinus besar di kalangan keluarga kaya raya. Saat itu keluarga Dezentje merupakan keluarga pemilik perkebunan yang sangat disegani di wilayah Surakarta raya. Tanahnya mencakup hampir separuh luas wilayah Kabupaten Boyolali sekarang.
Pemerhati budaya dari Forum Budaya Mataram, BRM Kusumo Putro, mengatakan saat Perang Jawa (1825-1830) meletus, kondisi sosial politik ekonomi yang terjadi mengancam bisnis perkebunan milik Tinus. Ia rela mengeluarkan biaya untuk mempekerjakan 1.500 serdadu asing yang kemudian dikenal dengan nama Detasemen Dezentje.
Atas permintaan Jenderal De Kock, Dezentje memengaruhi Sri Susuhunan (Raja Keraton Surakarta) untuk tetap bersikap netral terhadap Perang Jawa. Untuk jasanya ini, Kerajaan Belanda memberikannya penghargaan Orde de Nederlandse Leeuw.
“Dezentje merupakan salah satu musuh besar Pangeran Diponegoro. Pasukan Pangeran Diponegoro agak keteteran saat bertempur di Ungaran. Lokasi pertempurannya tepat di seberang Jalan Pabrik Tekstil. Di sana ada makam senapati Pangeran Diponegoro,”
kata BRM Kusumo Putro, mengutip dari Boyolali.go.id.
Tinus meninggal pada 7 November 1839 dalam usia 42 tahun. Ia mewariskan lahan perkebunan seluas 1.275 hektar pada keluarga penerusnya. Selain itu, ia juga meninggalkan sebuah rumah mewah di Boyolali. Namun kini jejak-jejak kekayaannya lenyap tak bersisa.