Jual Es Batu dan Kulit Hewan, Pria Ini Jadi Crazy Rich dan Disegani Belanda
Pria ini adalah salah satu legenda bisnis di Indonesia.
Pria ini adalah pribumi Indonesia yang amat sangat kaya di zaman dulu.
Jual Es Batu dan Kulit Hewan, Pria Ini Jadi Crazy Rich dan Disegani Belanda
Nama Tasripin mungkin asing di telinga banyak orang. Namun faktanya Tasripin adalah salah satu legenda bisnis di Indonesia.
Tasripin adalah pribumi Indonesia yang amat sangat kaya di zaman dulu. Dia berhasil mengembangkan bisnis di berbagai bidang. Bahkan dikatakan dia sosok pribumi yang disegani Belanda.
Melansir dari berbagai sumber pada Selasa (22/5), Tasripin berasal dari Semarang, lahir pada tahun 1834. Tasripin terkenal membeli banyak tanah dari para Belanda.
Namun, kehidupan Tasripin sebagai saudagar kaya Semarang tidak terpublikasi dengan bebas, dikarenakan pihak keluarga enggan mengeskpos kehidupan pribadinya.
Meski demikian, kejayaan Tasripin pada abad ke-19 banyak dituliskan pada sejarah. Seperti Kampung Kulitan di daerah Semarang yang menjadi bukti nyata kekayaan saudagar Tasripin.
Dulunya kampung ini salah satu lokasi bisnis kulit hewan Tasripin, yang menjadi asal usul dipanggilnya kampung kulitan.
Awal mulanya, Tasripin merupakan seorang penjaga gudang penyimpanan kulit di Semarang. Di sana, dia banyak mempelajari cara berbisnis penyamakan kulit.
Kemudian, dia memulai bisnis kulit di rumah jagal daerah kampung Bleduk. Bisnis kulitan Tasripin mulai ramai pada awal abad ke-19.
Tasripin memberikan fasilitas rumah tinggal untuk para pekerjanya di rumah yang terletak di pinggir jalan Semarang, rumah tersebut disebut Pondok Boro dan para penghuninya disebut Kaum Boro. Kemudian rumah tersebut dijadikan persinggahan turun temurun.
Kemudian, bisnisnya berkembang ke pemanfaatan pengembangan wayang kulit. Wayang kulit yang dibuatnya memiliki perpaduan gaya Yogyakarta dengan gaya pesisiran.
Selain itu, Tasripin juga membangun pabrik es batu di Karreweg, Semarang. Pabrik tersebut menjadi salah satu sumber pendapatan besar Tasripin. Karena pada zaman dulu, es batu adalah barang yang cukup mewah.
Selain itu, lokasi pendirian pabrik cukup strategis, yaitu di pingir jalan dan dekat dari pasar. Setiap hari pabrik es batu miliknya menghasilkan 800 pon es yang dijual dengan harga 2 sen.
Tasripin sangat cerdas melihat peluang es batu tersebut. Dia tidak hanya memasarkan es batu di area lokal, tetapi juga di kirim ke luar negeri.
Fakta lainnya, pada zaman dulu rumah pribumi selalu digeledah para pasukan belanda. Tapi, rumah Tasripin selalu lolos dari pemeriksaan, dikarenakan lantainya ditanamkan koin dengan wajah Ratu Belanda.
Koin tersebut Tasripin dapatkan dari Ratu Belanda yang mengetahui kesuksesan Tasripin. Para pasukan Belanda segan memasuki rumah Tasripin karena jika mereka masuk, sama saja dengan menghina Ratunya sendiri.
Selain bisnis kulit dan es batu, Tasripin juga memiliki bisnis terkait dengan kopra, kapas, properti, sewa tanah dan bangunan, pengiriman barang menggunakan kapal dan penyembelihan ternak di Kampung Beduk.
Menurut Pakar Sejarah Semarang, Amen Budiman, aset tanah milik Tasripin tersebar di beberapa perkampungan Semarang yaitu Kampung Kulitan, Gandekan, Gedungbobrok, Jayenggaten, Kepatihan, Pesantren, Sayangan, Kebon Kenap, Wotprau, Demangan, Bang Inggris, Kampung Cokro, Kampung Bedug, dan lain-lain.
Pada tahun 1825, Tasripin membangun langgar yang sekarang jadi Masjid At-Taqwa dengan bangunan dua lantai.
Dalam laporan koran Bataviaasch Nieuwsblaad pada 11 Agustus 1919, harta kekayaan aset warisan Tasripin mencapai 45 juta gulden atau setara dengan Rp400 miliar.
Tasripin meninggal dunia pada tanggal 9 Agustus 1919, di usia 85 tahun dan dimakamkan di TPU Begota.
Tasripin terkenal berbaur dan tidak pernah membandingkan orang dari golongannya dan setelah meninggal bisnisnya dikelola oleh keturunannya. Dia menjadi legenda yang terpandang di Semarang.