Kisah Oei Tiong Ham, Orang Kaya Pemilik Istana Gergaji yang Kini Jadi Kantor OJK Jawa Tengah di Semarang
Estimasi kekayaan Oei mencapai 200 juta gulden atau sekitar USD1,5 miliar atau Rp24,21 triliun pada nilai saat ini.
Kisah sukses Oei Tiong Ham adalah contoh mengesankan tentang cara seseorang dapat mengambil alih warisan keluarga dan mengembangkannya menjadi kerajaan bisnis yang lebih besar dan lebih kuat.
Melansir dari berbagai sumber, Oei Tiong Ham, seorang tokoh bisnis legendaris yang mengukir namanya pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Oei lahir pada 19 November 1866 di Semarang sebagai anak orang kaya. Ayahnya, Oei Tjien Sien, adalah seorang pengusaha gula yang sukses.
Setelah mewarisi perusahaan dagang Kian Gwan Concern dari ayahnya, Oei berhasil mengubahnya menjadi sebuah kekuatan bisnis multinasional yang berpengaruh.
Di tahun 1920-an, Oei dikenal dengan julukan 'Rockefeller Asia'. Ini menggambarkan kekayaan dan kecakapan bisnisnya yang mencengangkan.
Estimasi kekayaan Oei mencapai 200 juta gulden atau sekitar USD1,5 miliar atau Rp24,21 triliun pada nilai saat ini. Sebagian besar dia mengumpulkan kekayaannya melalui perdagangan gula. Di saat yang sama dia mendirikan perusahaan bernama Oei Tiong Ham Concern (OTHC) dan memiliki sebanyak 5 pabrik.
Berkat kesuksesannya di sektor perkebunan gula, Oei berhasil mengembangkan usahanya dengan membangun beberapa perusahaan seperti perdagangan, perbankan, perkapalan, dan konstruksi. Alhasil, Oei Tiong Ham dikenal sebagai orang terkaya di daratan Asia Tenggara pada masanya.
Pada awal abad ke-20, Semarang bukan hanya sekadar kota kecil, tempat ini merupakan jantung dari jaringan bisnis luas Oei. Pengaruhnya berhasil menjangkau dari sektor perkebunan tebu lokal hingga pusat perdagangan global di London, New York, dan Shanghai.
Ia memainkan peran kunci dalam memfasilitasi ekspor gula Jawa ke pasar-pasar utama di India, Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.
Kemampuannya beradaptasi dengan perubahan pasar, seperti peralihan dari gula ke komoditas lain seperti kapas dan wol, menggarisbawahi kejeniusan dan fleksibilitas bisnisnya. Oei pun juga menaruh asetnya berupa tanah di Singapura hingga seperempat wilayahnya.
Namun masa kejayaannya mulai sirna, Oei tertimpa musibah besar pada saat Perang Dunia I yakni di tahun 1914-1918. Akibatnya OTHC nyaris bangkrut, tetapi setelah perang selesai omzetnya kembali mengalami peningkatan.
Meski begitu, ia harus membayar pajak sebesar 30 persen dari total keuntungan yang diperoleh OTHC kepada Hindia Belanda.
Kesuksesannya pun benar-benar ambruk saat dirinya meninggal dunia tahun 1924 di Singapura. Hal ini karena dia tidak memiliki regenerasi, sehingga membuat usahanya hancur.
Dia memiliki rumah yang dikenal sebagai Istana Gergaji atau Istana Balekambang, berdiri megah di kawasan seluas 81 hektar di pusat Semarang.
Hingga kini, bangunan rumahnya berfungsi sebagai kantor Otoritas Jasa Keuangan Jawa Tengah. Sementara kawasan sekitarnya telah berkembang menjadi pusat pemerintahan dan pendidikan terkemuka.
Warisan gaya hidup mewah dan pengaruh bisnis Oei masih terasa hingga sekarang. Beberapa gedung di Kota Lama Semarang pun menjadi markas berbagai aktivitas bisnisnya.