Orang Belanda Depok
Kehadiran kota Depok dan munculnya julukan ‘Belanda Depok’ bagi keturunan asli Depok tidak terlepas dari peran tuan tanah Cornelis Chastelein.
Di Depok terdapat komunitas yang dikenal sebagai 'Belanda Depok', meskipun anggotanya bukanlah keturunan dari Belanda. Belanda Depok adalah julukan bagi para mardiker atau mantan budak dan keturunan mereka yang telah menjadi orang merdeka dengan hak-hak istimewa. Julukan ini tak lepas dari peran Cornelis Chastelein.
Kehadiran kota Depok dan munculnya julukan ‘Belanda Depok’ bagi keturunan asli Depok tidak terlepas dari peran Cornelis Chastelein, seorang warga Belanda keturunan Prancis yang pernah menjadi pejabat di perusahaan dagang Hindia Timur atau Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).
Pada tahun 1691, Chastelein mundur dari posisinya sebagai penanggung jawab gudang VOC di Batavia. Dan pada tahun 1696, Chastelein membeli tanah di beberapa wilayah di selatan Batavia, termasuk area yang sekarang dikenal sebagai Depok untuk membuka lahan perkebunan.
Castellane adalah sosok yang kecewa dengan VOC atau Kompeni, karena ia merasa VOC telah menyimpang dari tujuan aslinya, setidaknya menurut pandangannya. Castellane punya harapan bahwa seorang penguasa Eropa yang datang ke Timur seharusnya memanusiakan masyarakatnya. Oleh karena itu, pada tahun 1696, ia memutuskan untuk membeli tanah di Depok dan membangun sebuah contoh kecil dari apa yang ia impikan.
Untuk mengelola tanah yang dibelinya, Cornelis Chastelein membeli dan mempekerjakan ratusan budak yang berasal dari Bali, Nusa Tenggara, Bangladesh, dan Sri Lanka. Ia membawa sekitar 120 budaknya, mengajari mereka bukan hanya tentang bertani dan berkebun, tapi juga tentang membangun sistem sosial dan pemerintahan yang mandiri, mulai dari perpajakan, perdagangan, pendidikan, hingga pengelolaan irigasi. Meski memiliki banyak budak, Castellane yang dikenal sebagai seorang Protestan taat ini juga salah satu figur pertama di Batavia yang secara terbuka menentang perbudakan.
Setelah membeli ratusan budak untuk bekerja di perkebunannya, Castellane kemudian memerdekakan mereka dan melihat mereka sebagai pribumi istimewa. Di mana para mardiker atau budak yang dimerdekakan ini, diberi kesempatan untuk hidup dengan gaya hidup dan bahasa seperti orang Belanda. Setidaknya ada 200 budak dari 12 keluarga yang dibebaskan oleh Castellane setelah mereka memeluk agama Kristen Protestan. Keturunan dari 12 keluarga inilah yang kemudian dikenal sebagai ‘Belanda Depok’.
Mengutip jurnal Dinamika Kehidupan Sosial Belanda Depok Dalam Mempertahankan Budaya Leluhurnya Periode 1913-1945 karya Amanda Uma Zahra dan Fajar Muhammad Nugraha, disebutkan bahwa beberapa bulan sebelum meninggal, tepatnya pada 13 Maret 1714, Cornelis Chastelein menulis surat wasiat di mana ia dengan murah hati mewariskan tanah Depok kepada para pekerjanya, yang terdiri dari 12 keluarga bekas budaknya beserta keturunan mereka.
Dalam surat wasiat tersebut, tertulis “Vrijgegeven lijfeigenen benevens haar nakomelingen het land voor altijd zouden bezetten ende gebruycken" yang artinya budak yang telah dibebaskan bersama dengan keturunannya akan menduduki dan menggunakan tanah itu selamanya.
Selain itu, ketika Chastelein wafat pada 28 Juni 1714, ia tidak hanya meninggalkan tanah yang luas tetapi juga memberikan sejumlah uang kepada setiap keluarga sebesar 16 ringgit. Selain itu, ia mewariskan 300 ekor kerbau, dua perangkat gamelan yang dihiasi emas, serta 60 tombak berlapis perak kepada para pekerjanya. Dengan adanya surat wasiat ini, status para pekerja pun berubah menjadi orang-orang merdeka.
Artikel ini ditulis reporter magang program Kemendikbud: Yulisha Kirani Rizkya Pangestuti