Mengenal Tradisi Piring Terbang di Jamuan Pernikahan Adat Jawa, Ternyata Ada Sejak Era Kerajaan Mataram
Para tamu undangan diperlakukan secara terhormat melalui tradisi piring terbang.
Para tamu undangan diperlakukan secara terhormat melalui tradisi piring terbang.
Mengenal Tradisi Piring Terbang di Jamuan Pernikahan Adat Jawa, Ternyata Ada Sejak Era Kerajaan Mataram
Dalam acara resepsi pernikahan adat Jawa, ada sebuah tradisi yang dikenal dengan istilah “piring terbang”. Kebanyakan masyarakat yang menggelar pernikahan adat Jawa suka menggunakan tradisi ini pada setiap acara mereka.
-
Kapan mitos pernikahan Jawa ini diwariskan? Pernikahan Jawa dikenal kaya akan tradisi dan upacara yang penuh makna simbolis. Selain ritual yang memukau, pernikahan Jawa juga sarat dengan mitos yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
-
Kapan tradisi ini dilakukan? Tradisi ini diketahui sudah berkembang sejak tahun 1950-an, dan jadi salah satu hajat desa yang selalu ramai didatangi oleh warga.
-
Kapan pernikahan artis pakai adat Jawa? Deretan Seleb Nikah di Tahun 2023 yang Pakai Busana Adat Jawa, Terbaru BCL Pernikahan selebriti selalu menjadi sorotan, tak terkecuali ketika mereka memilih busana adat Jawa sebagai bagian dari perayaan khusus mereka.
-
Kapan tradisi ini dimulai? Tradisi undangan berhadiah kopi saset hingga bumbu masak telah lama digunakan masyarakat Majalengka sebelum melangsungkan hajatan.
-
Kapan tradisi ini pertama kali muncul? Menurut sejarah, tradisi itu muncul pertama kali saat Ki Ageng Gribig baru pulang dari Makkah usai melaksanakan ibadah haji.
-
Kapan tradisi Telok Abang dilakukan? Tradisi Telok Abang khas Palembang ini hanya terlaksana setiap hari kemerdekaan Indonesia, yaitu 17 Agustus.
Dilansir dari Surakarta.go.id, tradisi piring terbang sudah berkembang dan melekat di tengah masyarakat sejak Kerajaan Mataram.
Pada mulanya, tradisi ini lahir karena dulu banyak tamu yang berdiri saat menyantap hidangan. Oleh karena itu, untuk menghormati tamu, munculah tradisi ini.
Ada Sejak Era Kerajaan Mataram
Pada faktanya, tradisi piring terbang muncul dari kawasan pinggiran, bukan di pusat pemerintahan Kerajaan Mataram.
Maka tak heran, tradisi ini tak hanya berkembang di Solo, bahkan menyebar hingga Wonosari, Klaten, Wonogiri, bahkan sampai wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Mempertimbangkan Waktu
Meski terlihat sederhana, namun tradisi ini dilakukan dengan mempertimbangkan penghitungan waktu.
Seluruh hidangan tidak diberikan pada tamu secara sekaligus. Namun, memiliki urutan tertentu.
Beberapa daerah membaginya dengan hidangan pembuka dan makanan berat.
Tujuannya adalah agar para tamu bisa menikmati hidangan satu per satu.
(Foto: YouTube/Cauchy Tsakib)
Dalam gaya piring terbang di pernikahan masyarakat Solo, sajian piring terbang diawali dengan minuman hangat yang umumnya adalah teh manis.
Selain itu ada juga makanan ringan untuk mendampingi teh seperti bolu atau prol tape, risol atau kroket, kacang goreng, atau hidangan lainnya. Setelah beberapa menit, para tamu akan diberikan hidangan sup atau selat soto.
Baru kemudian diantar hidangan utama berupa nasi dengan lauk pauk yang lengkap seperti sambal goreng, capcay, acar kuning, dan kerupuk. Adapun sebagai menu terakhir adalah sajian es buah, es puter, atau es krim.
(IG:/see_henky777)
Petugas Piring Terbang
Adapun yang bertugas mengantarkan hidangan adalah pramusaji atau sinom. Mereka akan berkeliling ke seluruh para tamu undangan untuk membagikan makanan yang disajikan di piring.
Dilansir dari Liputan6.com, para sinom biasanya adalah remaja karang taruna yang saling bergotong-royong membantu kesuksesan jalannya acara.
Keuntungan Piring Terbang
Dikutip dari Surakarta.go.id, tata cara piring terbang ini memiliki beberapa keuntungan.
Di antara keuntungan itu adalah para tamu tak perlu berdesak-desakan dan berebut saat saat mengambil hidangan.
Dengan begitu pula para tamu tidak perlu berdiri saat menyantap makanan. Dengan cara ini seluruh tamu juga bisa mendapat sajian secara lengkap dan komplit.