Potret Layanan Pendidikan Kepercayaan di DIY, Pelajar Penghayat Masih Alami Diskriminasi
Layanan pendidikan kepercayaan di DIY masih diwarnai diskriminasi.
Selama ini, praktik pelaksanaan pendidikan kepercayaan masih mendapat berbagai tantangan.
Potret Layanan Pendidikan Kepercayaan di DIY, Pelajar Penghayat Masih Alami Diskriminasi
Anjangsana
Yayasan Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS) bersama Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Penyuluh Penghayat Kepercayaan, Puan Hayati, Gemapakti, dan Koalisi Lintas Isu lakukan anjangsana ke Biro Hukum Setda DIY pada Kamis, 6 Juli 2023. Pertemuan tersebut bertujuan untuk mendialogkan upaya pemenuhan hak layanan pendidikan bagi pelajar penghayat kepercayaan di DIY. Pada kesempatan tersebut, LKIS dan MLKI DIY menyampaikan temuan dan rekomendasi hasil sosialisasi layanan pendidikan bagi pelajar penghayat di 5 Kabupaten/Kota Provinsi DIY yang telah dilakukan pada Mei 2023.
Diskriminasi
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 27 Tahun 2016 tentang Layanan Pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Pada Satuan Pendidikan menjamin pelajar penghayat memeroleh pendidikan agama sesuai keyakinanya. Alih-alih dipaksa ikut pelajaran agama lain. (Foto: Kemdikbud RI)
Selama ini, praktik pelaksanaan pendidikan kepercayaan masih mendapat berbagai tantangan. Banyak pelajar penghayat masih menjadi korban diskriminasi di sekolah, dikutip dari rilis pers LKIS, Kamis (6/7/2023)
Praktik Baik di DIY
Temuan dari sosialisasi menunjukkan beberapa praktek baik layanan pendidikan kepercayaan di DIY: 1. Dinas Pendidikan DIY telah menyediakan regulasi pendaftaran layanan pendidikan penghayat kepercayaan. 2. Beberapa sekolah sudah memberikan layanan pendidikan bagi peserta didik penghayat kepercayaan. (Foto: Kemdikbud RI)
3. Sudah ada penyuluh yang mengikuti Bimtek. 4. Beberapa penghayat muda sudah menempuh pendidikan kepercayaan terhadap Tuhan YME di Universitas 17 Agustus (UNTAG) Semarang. (Foto: Kemdikbud RI)
Tantangan
Adapun tantangan pelaksanaan layanan pendidikan kepercayaan di DIY meliputi: 1. Kurangnya pemahaman tentang hak pendidikan penghayat kepercayaan yang setara. 2. Tidak ada sinkronisasi antara Dinas Pendidikan, pengawas sekolah, dan sekolah dalam hal layanan pendidikan penghayat, yang seringkali menyebabkan diskriminasi. 3. Kurangnya mekanisme komunikasi antara Dinas Pendidikan, MLKI, Penyuluh, dan sekolah. 4. Kurangnya pemahaman sekolah terkait pendidikan penghayat, yang membuat peserta didik rentan mengalami diskriminasi dan perundungan di sekolah. 5. Blangko pelayanan pendidikan belum mencantumkan pilihan kepercayaan.
Rekomendasi
Berdasarkan temuan di atas, LKIS dan MLKI DIY memberikan sejumlah rekomendasi yang perlu mendapat perhatian Pemerintah DIY demi terwujudnya layanan pendidikan bagi pelajar penghayat jenjang PAUD, SD, SMP, hingga SMA/SMK. (Foto: Freepik jcomp)
1. Mendorong koordinasi antara Dinas Pendidikan bagian Kesra, MLKI, Penyuluh, dan Kemenag melalui forum komunikasi guna memastikan pemenuhan layanan pendidikan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2. Melakukan sosialisasi berkala tentang Komunitas Penghayat kepercayaan dan Permendikbud No. 27 Tahun 2016 kepada masyarakat, sekolah, dan stakeholder terkait. 3. Mengeluarkan Surat Edaran tentang pemenuhan layanan pendidikan penghayat bagi siswa penghayat. 4. Sinkronisasi dan alur komunikasi antara Dinas Pendidikan, pengawas sekolah, dan sekolah dari jenjang SD, SMP, hingga SMA/SMK terkait layanan pendidikan penghayat. 5. Sinkronisasi data di Bappeda terkait dataku agar penghayat diakomodir. 6. Penerbitan blangko dalam pelayanan pendidikan penghayat yang mencantumkan pilihan kolom kepercayaan. 7. Menetapkan regulasi terkait honor penyuluh, seperti alokasi dana yang bisa disediakan untuk penyuluh karena tidak bisa menggunakan dana BOS. Berdasarkan temuan dan rekomendasi tersebut, Setda DIY bersama stakeholder terkait perlu memberikan perhatian serius dan membuka ruang partisipasi bagi Penghayat Kepercayaan. Mari bersama-sama mewujudkan DIY sebagai Kota pendidikan inklusif termasuk bagi peserta didik penghayat.