Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Berebut nyaman di trotoar Jakarta

Berebut nyaman di trotoar Jakarta Pedagang sayur bernama Watm i sedang menyiapkan dagangannya di trotoar kawasan Senen, Jakarta Pusat, Rabu (4/4) sore. (merdeka.com/Islahuddin)

Merdeka.com - Trotoar Jalan Prof. Dr. Satrio yang lebarnya sekitar dua meter, rupanya belum cukup membuat Nuraini nyaman. Parkiran ojek dadakan, plus pengasong jalanan, membuat dia beringsutan mencari celah melangkah. Bahkan, dia sering harus berjalan ke tepian jalan, hanya sekadar untuk melintas ke kantornya di gedung Word Trade Centre (WTC), Jalan Jenderal Sudirman. Selama ini, trotoar memang terkesan jauh dari aman bagi para pejalan kaki.

Seperti dialami lelaki 35 tahun ini sejak mulai bekerja lima tahun lalu. “Prihatin sih iya. Mau lewat bagaimana, trotoarnya habis buat pangkalan ojek. Kadang kesel juga. Belum tuh trotoar rusak, kalau hujan becek, seperti nggak diurus,” kata dia mengeluh kepada merdeka.com Senin pekan lalu. Pemerintah kota, menurut dia, juga terkesan kurang memelihara. Buktinya di beberapa titik banyak yang berlobang. Pedestrian mulus justru banyak ditemui di depan hotel dan gedung-gedung megah.

Celakanya, trotoar-trotoar mulus itu biasa digunakan tempat mangkal para pengasong dan tukang ojek. Misalnya, di trotoar Jalan Prof. Dr. Satrio sekitar Mal Ambassador, Hotel Indonesia, di bawah jembatan penyeberangan sebelah kampus Universitas Katolik Atmajaya dan di depan gedung Bursa Efek Jakarta. Sesungguhnya Petugas Keamanan dan Ketertiban Kota (Kamtib) tidak tinggal diam.”Diusir sudah, tapi ya gitu, pasti balik lagi,” ujar staf Bidang Operasional WTC itu.

Dari pantauan merdeka.com, meski relatif longgar, di beberapa titik sepanjang Jalan Sudirman masih ada beberapa lokasi digunakan sebagai pangkalan ojek dan tempat jualan. Mulai penjual nasi bungkus, jajanan, kue, hingga penjual kopi keliling. Padahal Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu-lintas Jalan sudah tegas melarang penggunanaan badan jalan dan trotoar sebagai tempat parkir dan usaha dalam bentuk apapun.

Sebelumnya larangan juga diatur dalam Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 serta Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan. Di beleid itu juga terdapat ketentuan pidana sangat tegas, 18 bulan penjara atau denda Rp 1,5 miliar bagi setiap orang yang sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi trotoar.

Tapi laiknya peribahasa lama,”Harimau mengaum takkan menerkam”. Meski sudah memiliki pegangan hukum untuk menertibkan, sejumlah petugas kamtib malah cuek. Bahkan,beberapa di antara mereka malah meminta uang kepada para pengasong atau tukang ojek.”Ini uangnya, untuk keamanan,” kata Yati sambil menyodorkan uang lembaran dua ribuan kepada Rasmi, teman seprofesinya.

Rasmi dan Yati bukan tak tahu usaha mereka melanggar aturan. Mereka sadar jika ketangkap petugas kamtib pasti akan dibawa ke lingkungan pondok sosial. Namun karena urusan perut mereka tetap nekat mencari aman. Menyuap dengan sebungkus rokok, atau beberapa lembar uang dua ribuan kepada petugas penertiban. ”Dari pada nanti dimasukkan liponsos, didenda tiga ratus ribu, terus dipulangkan,” ujar Rasmi.

Yati dan Rasmi adalah pengasong asal Purwokerto, Jawa Tengah. Yati, nenek 50 tahun ini sudah satu dasawarsa berjualan kopi seduh dan gorengan di sepanjang trotoar Jalan Sudirman. Rasmi mengaku baru lima tahun memulung untung dari berjualan nasi bungkus. Pelanggan mereka cuma tukang ojek dan pekerja proyek pembangunan gedung. Tapi kadang satpam gedung dan beberapa karyawan kantor ikut nimbrung sekadar memesan kopi.

”Lumayan sih, harganya lebih murah, cuma tujuh ribu. Dibanding nasi warteg sebelas ribu,” kata Andik, seorang pekerja proyek bangunan di kawasan Senayan. Sudah sebulan dia bekerja sebagai kuli bangunan di Jakarta. Selama itu, dia berlangganan nasi bungkus Rasmi. Alasannya apalagi kalau bukan harga murah meriah.”Gaji kuli berapa sih, kalau nggak makan di sini, mana bisa bawa uang pulang.”

Sama-sama pengguna trotoar, kepentingan Nuraini, Rasmi, dan Andik jelas berbeda. Nuraini dari kelas menengah karena pegawai kantoran jelas ingin akses para pejalan kaki tidak terhambat, teratur, dan nyaman. Sementara kehendak Rasmi berbeda. Sebagai orang kecil tentu dia ingin usahanya aman. Berjualan di trotoar nyaman, tidak dikejar-kejar petugas ketertiban.

Dengan begitu dia bisa medapat untung cukup buat menghidupi dua anaknya yang masih SMP dan SMA. Sedangkan Andik, kuli bangunan baru lulus SMA, tak bergitu risau soal aturan. Persoalan ketertiban atau keamanan bukanlah nomor satu.”Yang penting saya dapat makan murah. Saya tidak tahu kalau ada aturan-aturan (dilarang berjualan di trotoar) itu,” ujarnya diiringi tawa. (mdk/fas)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Raup Cuan 'Street Food' Jelang Senja di Depan Stasiun Sudirman
Raup Cuan 'Street Food' Jelang Senja di Depan Stasiun Sudirman

Geri telah berjualan cendol durian di Jl. Blora Sudirman sejak bulan Maret 2023.

Baca Selengkapnya
Jalan Tikus
Jalan Tikus

Jalan tikus menjadi alternatif bagi pengguna kendaraan untuk menghindari kemacetan.

Baca Selengkapnya
10 Potret Driver Ojek Online Istirahat Usai Lelah Kerja, Pilih Tidur di Tempat Tak Terduga
10 Potret Driver Ojek Online Istirahat Usai Lelah Kerja, Pilih Tidur di Tempat Tak Terduga

Ada driver ojek online yang tidur di trotoar hingga warung. Simak yuk!

Baca Selengkapnya
Cerita Badut Jalanan Bertahan Hidup di Jalanan Kota Serang, Jatuh Bangun Cari Nafkah di Tengah Larangan Pemerintah
Cerita Badut Jalanan Bertahan Hidup di Jalanan Kota Serang, Jatuh Bangun Cari Nafkah di Tengah Larangan Pemerintah

Lelahnya fisik seolah hilang, setelah hasil mengamen mereka belanjakan untuk makan.

Baca Selengkapnya
Peserta Demo Razia Ojek Online yang Masih Beroperasi di Kawasan Medan Merdeka Barat
Peserta Demo Razia Ojek Online yang Masih Beroperasi di Kawasan Medan Merdeka Barat

Dari hasil sweeping beberapa pengemudi melintas di Medan Merdeka Barat langsung diarahkan untuk ikut bergabung.

Baca Selengkapnya
FOTO: Terjebak Macet Parah Imbas Demo Buruh 1 Mei, Sejumlah Warga Pilih Turun dari Kendaraan dan Jalan Kaki
FOTO: Terjebak Macet Parah Imbas Demo Buruh 1 Mei, Sejumlah Warga Pilih Turun dari Kendaraan dan Jalan Kaki

Kemacetan parah terjadi ketika ribuan buruh menggelar aksi unjuk rasa memperingati May Day atau Hari Buruh Sedunia di sejumlah titik di Jakarta.

Baca Selengkapnya
FOTO: Jalur Kalimalang Kian Macet Parah, Beginilah Kepadatannya Bisa Bikin Pemotor Stres dan Tak Mau Mengalah Terobos Bahu Jalan
FOTO: Jalur Kalimalang Kian Macet Parah, Beginilah Kepadatannya Bisa Bikin Pemotor Stres dan Tak Mau Mengalah Terobos Bahu Jalan

Jumlah kendaraan di Indonesia terus bertambah dari tahun ke tahun.

Baca Selengkapnya
Tak Semua Ojol Turun ke Jalan Demo di Patung Kuda, Ini Alasannya
Tak Semua Ojol Turun ke Jalan Demo di Patung Kuda, Ini Alasannya

Aksi unjuk rasa ini menuntut persoalan mengenai tarif di mana potongan yang dibebankan kepada mitra driver mencapai 20 persen hingga 30 persen.

Baca Selengkapnya
Nasib Nahas Jalur Sepeda di Jakarta Selatan, Begini Kondisinya
Nasib Nahas Jalur Sepeda di Jakarta Selatan, Begini Kondisinya

Penggunaan jalur sepeda memang tidak masif, sehingga kekosongan tersebut digunakan sejumlah pihak.

Baca Selengkapnya
Jakarta yang Kian Instagramable
Jakarta yang Kian Instagramable

Jakarta kian mempesona. Setiap tahunnya banyak proyek baru yang membuat Jakarta kian metropolitan meski nantinya tak lagi menjadi ibu kota.

Baca Selengkapnya
Ini Profesi Incaran Pendatang Baru di Jakarta
Ini Profesi Incaran Pendatang Baru di Jakarta

Tren jumlah pendatang baru usai Lebaran atau arus balik adalah naik turun selama empat tahun terakhir.

Baca Selengkapnya
Sejarah Ojek di Indonesia, Mulanya ‘Ngobyek’
Sejarah Ojek di Indonesia, Mulanya ‘Ngobyek’

Ojek sudah ada sejak tahun 1960-an di pedesaan dan merembet sampai ke perkotaan.

Baca Selengkapnya