Bukan konvensi, tapi surveinsi
Merdeka.com - Setelah dilontarkan SBY pada awal tahun lalu, kini gagasan konvensi Partai Demokrat semakin jelas bentuknya. Konvensi ini bukan konvensi dalam arti sebenarnya, tetapi konvensi yang dimodifikasi, atau disesuaikan dengan kondisi Partai Demokrat. Penyesuaian ini harus dilakukan karena keterbatansan-keterbatasan internal partai.
Pertama, sama dengan partai politik lainnya, Partai Demokrat tidak memiliki sistem administrasi keanggotaan yang baik, sehingga tidak bisa memastikan siapa anggota partai yang bisa memilih calon presiden, atau memilih calon utusan peserta konvensi yang akan memilih presiden.
Mengingatkan saja tentang praktik konvensi di Amerika Serikat. Pada tahap awal anggota Partai Demokrat atau Partai Republik memilih utusan konvensi di daerahnya masing-masing melalui pemilihan pendahuluan. Para utusan yang dihasilkan pemilihan pendahuluan itu akan menjadi peserta konvensi untuk memilih calon presiden.
-
Apa peran partai politik dalam memilih Wapres? Namun peranan Partai Politik, hanya sekadar memberi saran, tidak dominan seperti dalam Pilpres kali ini dalam memutuskan calon.
-
Mengapa prinsip pemilu penting? Prinsip-prinsip pemilu ini bertujuan untuk memperkuat sistem ketatanegaraan yang demokratis, mewujudkan pemilu yang adil dan berintegritas, memberikan kepastian hukum dan mencegah duplikasi dalam pengaturan pemilu, serta mewujudkan pemilu yang efektif dan efisien.
-
Apa arti Pemilu? Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pemilu atau Pemilihan Umum merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden serta Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
-
Apa itu Pemilu? Pemilu adalah sarana penyelenggaraan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
-
Apa itu koalisi di bidang politik? Penggunaan istilah 'koalisi' dalam bidang politik ini ternyata dapat merujuk pada sebuah strategi khusus guna meraih kedudukan dalam pemerintahan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah 'koalisi' memiliki arti kerja sama antara beberapa partai untuk memperoleh suara dalam parlemen.
Meskipun menjadi partai pemenang pemilu sehingga lebih mudah menggali dana, partai ini tidak pernah jelas menunjukkan jumlah anggotanya. Jika pun menyebut angka tertentu, itu hanya sebatas klaim, karena sulit diverifikasi. Kalau anggota tidak teridentifikasi dengan jelas, tentu saja mustahil melakukan pemilihan pendahuluan.
Partai Demokrat bisa saja nekat melakukan pemilihan pendahuluan dengan basis data keanggotaan yang sudah diverifikasi KPU. Ingat, untuk menjadi peserta pemilu, partai harus memiliki 1.000 anggota atau 1/1000 jumlah penduduk kabupaten/kota. Dengan 500 kabupaten/kota, Partai Demokrat setidaknya memiliki 500 ribu anggota.
Namun jika para utusan konvensi itu hanya dipilih oleh 500 orang, maka Partai Demokrat akan jadi bahan ketawaan. Bayangkan, partai yang pada Pemilu 2009 lalu meraih 21,7 juta suara, ternyata hanya memiliki 500 ribu anggota. Lagi pula, legitimasi macam apa yang didapatkan oleh utusan kalau masing-masing mereka hanya dipilih dari 1 ribu anggota?
Kedua, soal pengendalian hasil konvensi. Katakanlah Partai Demokrat mau melakukan pemilihan pendahuluan dengan melibatkan 500 ribu anggota atau berapa pun anggotanya. Pertanyaannya adalah, siapa yang bisa menjamin bahwa para utusan terpilih itu memiliki preferensi calon presiden (yang akan dipilih dalam konvensi) sebagaimana dibayangkan oleh SBY dan elit Partai Demokrat saat ini.
Jika pemilihan pendahuluan dilakukan, hasilnya akan liar, sebab SBY dkk tidak bisa mengendalikan soal siapa-siapa yang akan terpilih menjadi utusan konvensi, dan siapa yang akan terpilih menjadi calon presiden. Pada titik inilah bisa diketahui, SBY dkk memang tidak ingin kehilangan kontrol untuk menentukan calon presiden.
Kalau konvensi tidak memberi hak kepada anggota untuk memilih calon presidennya, apakah melalui pemilihan langsung atau pemilihan pendahuluan, apakah masih bisa disebut konvensi? Tentu saja tidak, karena hakekat dari konvensi adalah memberi kekuasaan kepada anggota partai untuk memilih calon presidennya.
Partai Demokrat tidak melakukan itu. SBY dkk tetap mengontrol penuh proses pemilihan calon presiden yang akan dihasilkan konvensinya.
Pertama, SBY dkk akan memilih beberapa nama yang dikiranya pantas menjadi calon presiden. Sedangkan, soal kriteria pantas atau tidak pantas seseorang calon, sepenuhnya di tangan SBY dkk.
Kedua, mereka yang dinyatakan pantas mencadi calon presiden kemudian diminta turun ke bawah melakukan kampanye. Ketiga, SBY dkk akan menunjuk lembaga survei untuk memastikan mengukur popularitas dan elektabilitasnya. Calon yang popularitas dan eletabilitasnya paling tinggi kemudian ditetapkan sebagai calon presiden dalam acara (puncak) konvensi.
Dengan metode pemilihan seperti itu, lalu di mana hak politik anggota Partai Demokrat untuk memilih calon presidennya? Jika hasil survei jadi patokan, sesungguhnya yang memilih calon presiden itu anggota Partai Demokrat, atau responden yang dianggap mewakili suara masyarakat keseluruhan?
Jika memang suara anggota partai tidak jadi patokan, mengapa mesti digelar konvensi? Bukankah akan lebih hemat, jika Partai Demokrat melakukan survei yang sesering dan seakurat mungkin untuk memastikan calon presiden yang hebat buat. So, yang diperlukan dan dilakukan Partai Demokrat sesungguhnya bukan konvensi, tapi surveinsi. (mdk/tts)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
MK menyatakan partai politik yang tidak mendapatkan kursi di DPRD bisa mencalonkan pasangan calon.
Baca SelengkapnyaPanja Baleg DPR menyetujui syarat baru pencalonan calon kepala daerah di pilkada diputuskan MK namun berlaku bagi partai non parlemen.
Baca SelengkapnyaDalam sistem ini, pemilih memberikan suaranya kepada partai politik, bukan kandidat individual.
Baca SelengkapnyaKetua DPP PDIP Deddy Sitorus menyatakan, keputusan itu bentuk kemenangan melawan oligarki.
Baca SelengkapnyaPoses kandidasi yang telah terjadi dalam Pilkada 2024 dinilai sangat jauh dari prinsip-prinsip demokrasi.
Baca SelengkapnyaMantan Hakim MK Aswanto mengungkapkan hal itu saat menjawab pertanyaan hakim MK terkait penyelenggaraan Pemilu 2024 dari kaca mata sebagai saksi.
Baca SelengkapnyaPutusan MK itu membuat partai politik tidak meraih kursi di DPRD dapat mengusung calon di Pilkada 2024.
Baca SelengkapnyaMahkamah Konstitusi (MK) memutuskan partai tak punya kursi di DPRD bisa mengusung calon kepala daerah sendiri di Pilkada 2024.
Baca SelengkapnyaGerindra menyebut MK berupaya membegal hak DPR sebagai pembuat Undang-Undang.
Baca SelengkapnyaWakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi mengklaim DPR dan pemerintah justru telah mengadopsi sebagian putusan MK
Baca SelengkapnyaDengan begitu, tidak menutup kemungkinan kalau nantinya MK justru akan diolok-olok karena telah melakukan penyelewengan tugas.
Baca SelengkapnyaPutusan ini menjadi polemik karena dibacakan beberapa hari jelang pendaftaran calon kepala daereah 27 Agustus 2024.
Baca Selengkapnya