Hukum vs politik dalam kasus Bank Century
Merdeka.com - Mari berandai-andai sejenak. Kalau saja hubungan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dengan DPR saat itu, baik-baik saja, apakah DPR akan memunculkan dan mempersoalkan kasus penyalahgunaan dana Bulog dan sumbangan Sultan Brunei, atau biasa disebut skandal Buloggate dan Bruneigate?
Katakanlah benar, bahwa Gus Dur terlibat kasus itu. Namun apabila hubungan Gus Dur dan DPR baik-baik saja, apakah DPR akan tetap mempersoalkan? Jawabnya, tidak. Ini kalau kita lihat dari perspektif sekarang, setelah Gus Dur mundur dari kekuasaan.
Sampai sekarang, secara hukum, sesungguhnya kita tidak tahu, benar-tidaknya Gus Dur terlibat kasus itu. DPR menghentikan upayanya untuk membongkar kasus setelah Gus Dur meninggalkan jabatan presiden. Polisi dan jaksa sebagai pihak yang berwenang untuk menangani kasus korupsi –saat itu belum ada KPK– juga tidak bergerak.
-
Apa yang diselidiki KPK? Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menyelidiki dugaan kasus korupsi pengadaan lahan proyek Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS).
-
Siapa yang diperiksa KPK? Mantan Ketua Ferrari Owners Club Indonesia (FOCI), Hanan Supangkat akhirnya terlihat batang hidungnya ke gedung Merah Putih, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (25/3) kemarin.
-
Apa yang sedang diselidiki KPK? Didalami pula, dugaan adanya penggunaan kendali perusahaan tertentu oleh saksi untuk mengikuti proyek pengadaan di Kementan RI melalui akses dari Tersangka SYL,' ungkap Ali.
-
Apa kasus yang sedang dihadapi KPK? Pemeriksaan atas dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN Bupati Sidoarji Ahmad Muhdlor Ali diperiksa KPK terkait kasus dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN di lingkungan BPPD Pemkab Sidoarjo.
-
Kenapa DPR mendukung KPK mengungkap kebocoran OTT? 'Komisi III mendukung penuh KPK untuk segera membongkar indikasi ini. Karena kalau sampai benar, berarti selama ini ada pihak yang secara sengaja merintangi dan menghambat agenda pemberantasan korupsi.'
Di sinilah kita tahu, hukum tidak berdaya di hadapan politik. Atau, bekerjanya hukum tergantung pada kehendak politik. Demi keadilan dan kepastian hukum, semestinya kasus Buloggate dan Bruneigate diselesaikan melalui pengadilan. Sebab pengadilanlah yang berhak menentukan benar-tidaknya suatu kasus.
Kalau kasus Buloggate dan Bruneigate sampai ke pengadilan hingga tuntas, maka kita bisa menyimpulkan, apakah tuduhan yang dialamatkan kepada Gus Dur oleh politisi DPR itu, benar atau tidak. Hal ini tidak hanya memperjelas keterlibatan Gus Dur –yang dengan demikian beliau mendapat keadilan dan kepastian hukum– tetapi juga bisa menyingkap motif DPR saat memunculkan dan meributkan kasus ini.
Kenyataannya hukum tetap dikendalikan politik. Begitu Gus Dur turun, pembongkaran kasus Buloggate dan Bruneigate berhenti. Alasannya macam-macam, mulai dari menghormati Gus Dur sampa dengan menjaga stabilitas. Yang dengan demikian, kita bisa menyimpulkan: tujuan mempersoalkan Buloggate dan Bruneigate adalah untuk menjatuhkan Gus Dur. Omong kosong itu penegakan hukum.
Berkaca dari kasus Buloggate dan Bruneigate, maka melihat perkembangan kasus Bank Century, kita perlu mempertanyakan motif sesungguhnya politisi DPR dalam mengungkap kasus ini: apakah sekadar untuk menjatuhkan atau setidaknya mendelegetimasi SBY-Boediono, atau benar-benar menegakkan hukum sebagaimana dikoar-koarkan?
Pertanyaan ini memang tidak mudah dijawab. Apalagi para politisi pandai bersilat lidah, sementara fakta dan dokumen yang diumbar para pihak, berhamburan, tidak mudah dipastikan, mana yang benar, dan mana yang menipu. Bahkan siapa-siapa yang paling bertanggung jawab pun sulit diidentifikasi: SBY di luar negeri, Kalla merasa dibohongi, Century hanya bank kecil, krisis melanda banyak negara, dan lain-lain dan lain-lain.
Hukum memang harus ditegakkan, dan beruntung kini kita punya KPK yang reputasinya masih hebat di mata rakyat. Tetapi penanganan kasus yang pelan-pelan ini menimbulkan kompleksitas lain.
DPR menuduh KPK tidak serius menangani kasus yang melibatkan pejabat puncak ini. Sementara KPK punya dalih, pihaknya harus ekstra hati-hati, karena pengumpulan alat bukti pidana korupsi dalam kasus ini, tidak gampang. Apalagi sekali KPK menetapkan tersangka, maka kasusnya tidak boleh mundur lagi.
Namun sikap ekstra hati-hati KPK ini justru dimaknai politisi DPR sebagai KPK takut membongkar kasus, karena ini menyangkut presiden dan wakil presiden. Padahal, menurut politisi DPR, semua warga negara sama di hadapan hukum, tidak peduli presiden atau wakil presiden, jika terlibat, ya diproses saja.
Inilah bedanya kasus Buloggate dan Bruneigate dengan Bank Century. Di satu pihak, politisi DPR tidak bisa berhenti mempersoalkan kasus ini, karena gagal mendesak SBY - Boediono mundur; di lain pihak, KPK terus mengusut kasus ini sesuai dengan bukti hukum yang dimiliki, tidak peduli siapa yang aka jadi tersangka nanti.
Akan terlihat, bagaimana kemungkinan hukum dan politik bisa berjalan sepadan nanti. (mdk/tts)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hakim menilai status tersangka Firli dinyatakan sah dan tetap berlaku hingga sekarang.
Baca SelengkapnyaSehingga, permohonan yang disampaikan Anies-Muhaimin tak relevan.
Baca SelengkapnyaKPK berbeda sikap dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) berkaitan dengan penanganan kasus korupsi di masa Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaGus Muhdlor sebagai tersangka adalah sah menurut hukum
Baca SelengkapnyaHakim PN Jaksel menilai hingga saat ini belum ada penghentian penyidikan Dito terkait kasus terkait BTS 4G Kominfo.
Baca SelengkapnyaPihak Istana masih menunggu pembuktian atas tuduhan yang disampaikan persidangan.
Baca SelengkapnyaMahkamah Agung (MA) sebelumnya lewat putusan kasasi telah mengetuk vonis bebas untuk dua terdakwa yakni Johannes Rettob dan Silvy Herawati.
Baca SelengkapnyaStatus laporan di Gakkumdu terkait kasus tersebut tercatat sebagai dugaan pelanggaran tindak pidana.
Baca SelengkapnyaKPK membidik kasus korupsi yang menyeret anggota komisi XI DPR RI dan anggota BPK.
Baca Selengkapnya“Forum gelar sepakat untuk menghentikan penyelidikan atas penanganan perkara aquo,” kata Ade Safri
Baca SelengkapnyaUntuk kesekian kalinya, Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) kalah dalam menghadapi gugatan praperadilan dari sejumlah tersangka atas kasus korupsi.
Baca SelengkapnyaHakim sebelumnya menyatakan penetapan status tersangka Firli dilakukan Polda Metro Jaya sah secara hukum.
Baca Selengkapnya