Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Jaksa Agung hanya jadi bintang televisi

Jaksa Agung hanya jadi bintang televisi Jaksa Agung HM Prasetyo di KPK. ©2015 merdeka.com/dwi narwoko

Merdeka.com - Lupakan sejenak Bareskim Polri dengan urusan kriminalisasinya. Penyidikan terhadap kasus Bambang Widjajanto, Abraham Samad, Deny Indrayana, dan lain-lain, sepertinya sudah berhenti. Entah karena dimarahi Presiden Jokowi, atau karena sudah berhasil menekuk pimpinan KPK. Mari alihkan perhatian ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

Sengaja nama 'Republik Indonesia' saya sertakan, sekadar mengingatkan, bahwa kejaksaan agung adalah lembaga penegak hukum nasional, selain Polri, Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri. Untuk urusan pemberantasan korupsi, Polri dan kejaksaan agung sesungguhnya adalah pelaku utama.

Namun selama Orde Baru dan awal reformasi, kedua lembaga itu tumpul tak bertaji; sedangkan korupsi sudah menjadi musuh bersama bangsa; maka dibentuklah KPK pada zaman Presiden Megawati Soekarnoputri. Apakah itu berarti kejaksaan agung boleh berleha-leha mengabaikan kasus-kasus korupsi? Tentu saja tidak. Menegakkan hukum dan memberantas korupsi masih menjadi kewajiban utamanya.

Orang lain juga bertanya?

Bolehlah Polri berkilah, masih banyak urusan hukum dan ketertiban yang diembannya, sehingga urusan korupsi terabaikan. Tapi kejaksaan agung tidak punya kilah itu. Makanya, ketika Jaksa Agung Muhammad Prasetyo berjanji hendak memberantas korupsi, ya tidak ada yang istimewa. Karena itu memang sudah menjadi kewajibannya.

Ketika janji itu direalisasi dalam waktu cepat, antara lain dengan menjebloskan mantan Bupati Indramayu Yance ke penjara, langkah kejaksaan sempat menarik perhatian. Apalagi kemudian Jaksa Agung Presetyo memanggil dan mengumpulkan jaksa-jaksa terbaik bergabung dalam Satgas Anti Korupsi, dengan misi utama mempercepat penanganan kasus-kasus korupsi yang jumlah berjibun di kantor kejaksaan.

Namun, apa yang terjadi, setelah enam bulan Prasetyo menjabat jaksa agung dan setelah Satgas Anti Korupsi dibentuk? Tidak ada perkembangan apa-apa, selain Yance dimasukkan penjara tadi. Tak jelas apa yang akan dikerjakan Satgas, juga apa prioritasnya. Mari lihat kasus di depan mata yang mestinya segera diselesaikan.

Pada saat pelantikan anggota DPR, Rabu 1 Oktober 2014 lalu, terdapat lima calon anggota DPR terpilih yang tidak dilantik. Mereka adalah Jero Wacik (Partai Demokrat), Idham Samawi (PDIP), Herdian Koesnadi (PDIP), Jimmy Demianus (PDIP), dan Iqbal Wibisono (Partai Golkar). Jero Wacik ditersangkakan oleh KPK. Herdian Koesnadi dijerat oleh Kejaksaan Agung. Sedang tiga yang lain ditersangkakan oleh kejaksaan di daerahnya masing-masing.

Berbeda dengan para tersangka KPK yang otomatis akan jadi terdakwa, para tersangka kejaksaan agung bisa saja dibebaskan atau di-SP3-kan. Mestinya kejaksaan agung bergerak cepat menangani tiga kasus tersebut agar mendapat kepastian: tetap dilantik menjadi anggota DPR, atau diganti oleh calon anggota DPR lain. Namun sampai enam bulan berlalu, tidak ada kemajuan berarti terhadap penanganan kasus tersebut.

Padahal, pemilu kemarin menghabiskan banyak biaya negara dan biaya kampanye yang ditanggung partai dan calon. Padahal, rakyat di daerah pemilihan masing-masing butuh kepastian memiliki wakil di DPR agar mereka bisa menyalurkan aspirasi politiknya dengan baik. Padahal juga, selama masa sidang, sudah banyak keputusan diambil dan akan banyak lagi yang diambil, sementara enam wakil rakyat tidak ada.

Sudah semestinya jaksa agung mengambil langkah cepat dan membuat putusan tegas: tiga tersangka itu jadi terdakwa sehingga harus dicari penggantinya untuk menjadi anggota DPR, atau memberhentikan kasusnya (SP3), sehingga mereka segera dilantik.

Namun yang tersebar, justru kabar sebaliknya: aparat kejaksaan, baik di daerah maupun di Jakarta, sengaja memain-mainkan para tersangka. Mereka dijadikan mesin ATM. Ini sesungguhnya permainan khas para jaksa dalam menangani kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat: tetapkan jadi tersangka, ambangkan kasusnya, peras korbannya.

Model kerja kejaksaan seperti inilah yang menyebabkan para elit politik berlomba mendudukkan orangnya sebagai jaksa agung. Sebagaimana diketahui, menjelang penunjukkan jaksa agung, Presiden Joko Widodo banyak menerima nama titipan dari elit partai politik. Janji Jokowi untuk menunjuk pejabat yang bersih, berintegritas, dan profesional, hanya abab belaka.

Saat itu para jaksa di lingkungan kejaksaan sesungguhnya lebih suka jaksa agung berasal dari lingkungan dalam. Mereka menggadang-gadang Ketua PPATK Muhammad Yusuf, yang mantan jaksa tinggi, untuk bisa menjadi jaksa agung.

Namun jika pun orang luar, mereka juga bisa terima asal orang itu memahami kerja kejaksaan. Di sini misalnya, nama Bambang Widjajanto tersebut, karena orang ini pernah menjadi tenaga ahli kejaksaan agung pada saat Jaksa Agung Abdulrahman Saleh. Bagaimana pun juga banyak jaksa yang ingin agar reputasi lembaganya menjadi baik dengan tampilnya jaksa agung yang bersih berintegritas dan kompeten.

Tapi, apa boleh buat. Pada momen terakhir yang tak disangka oleh para jaksa adalah tampilnya kembali nama Muhammad Prasetyo sebagai calon kuat. Namanya didesakkan oleh Ketua Partai Nasdem Surya Paloh. Karena Prasetyo setelah pensiun jaksa berpolitik di bawah bendera Nasdem. Nah, seperti bosnya, dia banyak ngomong dan sering masuk satu stasiun televisi. Kerja memberantas korupsi hanya sebatas bikin satgas.

(mdk/ian)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Akui Masih Ada Anak Buah Bagi-Bagi Proyek, Jaksa Agung: Kita Mohon Maklum
Akui Masih Ada Anak Buah Bagi-Bagi Proyek, Jaksa Agung: Kita Mohon Maklum

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengakui masih ada anggotanya yang menyalahgunakan jabatan, khususnya bagi-bagi proyek yang dilakukan oknum jaksa.

Baca Selengkapnya
Jaksa Gadungan Tipu Orang Tua, Istri hingga Pacar dengan Total Kerugian Rp4,6 Miliar
Jaksa Gadungan Tipu Orang Tua, Istri hingga Pacar dengan Total Kerugian Rp4,6 Miliar

CAN melakukan penipuan terhadap pacar, orang tua, istri hingga mantan pacarnya dengan total kerugian hingga Rp4,6 miliar.

Baca Selengkapnya
Kejagung Pastikan Hoaks Jaksa Agung Mengundurkan Diri
Kejagung Pastikan Hoaks Jaksa Agung Mengundurkan Diri

Ketut menegaskan, hingga kini Burhanuddin masih menjalankan tugasnya sebagai Jaksa Agung.

Baca Selengkapnya
Jaksa Agung Usul Pembentukan Tim Kecil Proyek BTS 4G, Cegah Kasus Plate Terulang?
Jaksa Agung Usul Pembentukan Tim Kecil Proyek BTS 4G, Cegah Kasus Plate Terulang?

Jaksa Agung Usul Pembentukan Tim Kecil Proyek BTS 4G, Cegah Kasus Plate Terulang?

Baca Selengkapnya
Deretan Fakta Sosok ST Burhanuddin, Jaksa Agung yang Disebut Dipanggil ‘Papa’ oleh Celine Evangelista
Deretan Fakta Sosok ST Burhanuddin, Jaksa Agung yang Disebut Dipanggil ‘Papa’ oleh Celine Evangelista

Pihak Kejaksaan Agung telah membantah kabar kedekatan Celine Evangelista dengan Jaksa Agung.

Baca Selengkapnya
Profil Kamaruddin Simanjuntak, Mantan Pengacara Brigadir J yang Terjerat Kasus Hoaks
Profil Kamaruddin Simanjuntak, Mantan Pengacara Brigadir J yang Terjerat Kasus Hoaks

Kamaruddin Simanjuntak ditetapkan jadi tersangka kasus penyebaran berita bohong. Berikut profil lengkapnya.

Baca Selengkapnya
Jaksa Agung Akui Ada Kendala Tindak Pidana Pemilu, Pelaku Ulur Waktu Proses Penanganan
Jaksa Agung Akui Ada Kendala Tindak Pidana Pemilu, Pelaku Ulur Waktu Proses Penanganan

Jaksa Agung mengaku sering mengalami kendala dalam penanganan kasus tindak pidana pemilu.

Baca Selengkapnya
Janda Jadi Korban Penipuan Agen Intelijen Gadungan
Janda Jadi Korban Penipuan Agen Intelijen Gadungan

Pelaku mengaku bekerja sebagai agen di Badan Intelejen Indonesia (BIN).

Baca Selengkapnya