Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Jokowi-Ahok vs DPRD, publik yang meluruskan

Jokowi-Ahok vs DPRD, publik yang meluruskan Pelantikan Jokowi-Ahok. ©2012 Merdeka.com/arie basuki

Merdeka.com - Dalam ilmu politik moderen terdapat konsep divided government, atau pemerintahan terbelah. Ini terjadi manakala eksekutif dikuasai partai politik atau koalisi partai politik yang tidak menguasai legislatif. Peta politik seperti itu membuat pemerintahan tidak berkembang. Sebab, setiap rancangan kebijakan yang diajukan oleh eksekutif selalu ditentang atau ditolak legislatif. Pemerintahan pun lumpuh, tidak efektif.

Divided government hanya terjadi di negara yang menggunakan sistem pemerintahan presidensial. Dalam sistem pemerintahan parlementer, tidak terjadi karena eksekutif selalu didukung legislatif. Mengapa? Ya karena partai politik atau koalisi partai politik yang menguasai mayoritas kursi parlemen-lah yang membentuk pemerintahan.

Maka dari itu disebut pemerintahan parlementer, karena pemerintah atau eksekutif berada di parlemen.

Orang lain juga bertanya?

Perdana menteri dan anggota kabinet adalah anggota parlemen. Menyatunya eksekutif dalam parlemen inilah yang menyebabkan sistem pemerintahan parlementer paling stabil dan efektif di dunia dibandingkan jenis pemerintahan lain.

Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial, dan sistem pemerintahan daerah merupakan duplikasinya dalam ukuran yang lebih sempit. Presidensialisme di daerah itu, antara lain ditandai adanya pilkada untuk memilih eksekutif, dan pemilu legislatif untuk memilih anggota DPRD.

Terjadilah divided government di hampir semua daerah, karena pilkada diselenggarakan secara berbeda waktu dengan pemilu DPRD.

Dalam konteks inilah bisa kita pahami bagaimana hubungan Jokowi-Ahok dengan DPRD DKI Jakarta.

Jokowi-Ahok jelas menghadapi masalah yang lebih besar dan kompleks ketika memimpin Jakarta. Bukan karena Jakarta lebih besar dari Surakarta dan Belitung Timur, juga bukan karena Jakarta lebih beragam masalahnya, tetapi lebih karena peta politik yang beda jauh. Di Solo, DPRD dikuasai PDIP, partainya Jokowi. Sedangkan di Belitung Timur, Ahok yang dicalonkan dua partai kecil, PIB dan PNBK, punya pengalaman menghadapi DPRD yang dikuasai PBB dkk.

Tapi di Jakarta, lebih dari 2/3 kursi DPRD diduduki Partai Demokrat, PKS, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, dll, yang tidak mendukung pencalonan Jokowi-Ahok. Pasangan dari 'dusun' ini hanya didukung oleh PDIP dan Partai Gerindra, yang masing-masing memiliki hanya 11 kursi dan 6 kursi dari 94 kursi DPRD DKI Jakarta.

Dalam kondisi divided government seperti itu, secara politik pemerintahan Jokowi-Ahok takkan efektif. Perhatikan saja, pada saat pembahasan RAPBD, DPRD tampak enggan segera memberi persetujuan. Untuk meminta persetujuan wali kota Jakarta Barat, butuh waktu berbulan-bulan. Yang terakhir, DPRD berencana mengajukan hak interpelasi kepada Jokowi-Ahok atas masalah Kartu Jakarta Sehat (KJS).

Apa yang dialami Jokowi-Ahok sebetulnya juga terjadi di daerah lain. Sekali lagi, penyelenggaraan pilkada dan pemilu DPRD yang tidak berbarengan, hampir pasti menyebabkan divided government. Masalahnya adalah cara menghadapinya.

Di banyak daerah, divided government selalu menghasilkan politik transaksional. Ini memang jalan paling gampang agar pemerintahan jalan.

Eksekutif dan legislatif bagi-bagi anggaran, izin tambang, tender proyek, dan dana sosial. Bahkan jabatan di lingkungan pemda pun juga dijatah.

Akibatnya APBD banyak dikorupsi, jabatan publik diduduki orang tidak kompeten. Kinerja pemerintahan pun buruk, sebagian kepala daerah dan anggota DPRD masuk bui tertangkap korupsi.

Jokowi-Ahok bisa saja terjebak dengan politik transaksional itu, sebab peta politik DPRD sama sekali tidak mendukungnya. Bahkan dalam isu-isu sensitif, PDIP dan Partai Gerinda di DPRD pun diam saja. Namun pasangan ini punya dukungan publik yang kuat. Inilah yang membuat DPRD keder.

Mereka tak berani main-main dengan Jokowi-Ahok, karena akan menghadapi opini kuat kaum simpatisan dan pendukungnya. Mereka bergerak aktif di sosial media dan forum-forum terbuka.

Jangankan anggota DPRD yang asal jeplak, mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso pun tidak kuasa menghadapi tekanan mereka. Inilah kelebihan Jokowi-Ahok, dukungan publik yang kuat. Kesungguhan, kejujuran, dan keikhlasan adalah modal mereka dalam memimpin Jakarta. Hingga kini, sebagian besar rakyat Jakarta percaya, Jokowi-Ahok tidak punya pamrih apa-apa, kecuali membuat rakyat Jakarta lebih sejahtera.

Jokowi tak mempan diiming-imingi jabatan presiden, Ahok juga tak frustrasi oleh aksi-aksi diskriminasi. Keteguhan ini yang membuat simpati dan dukungan terus menguat, hingga mereka bisa mengatasi peta politik DPRD yang tidak menguntungkannya. (mdk/tts)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Kisah Jokowi dan Ahok yang Kini Pisah Jalan
Kisah Jokowi dan Ahok yang Kini Pisah Jalan

Alasan Ahok mengundurkan diri dari jabatan Komisaris Utama PT Pertamina agar fokus kampanye mendukung Ganjar-Mahfud dalam Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Ahok Tarik Urat Luruskan Ucapan Jokowi Tak Bisa Kerja: Emang Presiden Joki
VIDEO: Ahok Tarik Urat Luruskan Ucapan Jokowi Tak Bisa Kerja: Emang Presiden Joki

Ahok pun meluruskan pernyataannya soal Gibran dan Jokowi tak bisa kerja jika Prabowo memenangi Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya
PKB: Dua Kubu Hari Ini Berseteru, Antara Jokowi Dan Megawati
PKB: Dua Kubu Hari Ini Berseteru, Antara Jokowi Dan Megawati

PKB mengungkapkan hubungan Jokowi dan Megawati Soekarnoputri sedang tidak baik-baik saja.

Baca Selengkapnya
Ahok soal Wacana Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden: Kembali ke Putusan Parpol Saja
Ahok soal Wacana Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden: Kembali ke Putusan Parpol Saja

Ahok mengungkapkan peniadaan Pilgub merupakan wacana yang sudah lama ia ketahui.

Baca Selengkapnya
Analisis Pengamat Politik Soal Ucapan Jokowi 'Saya Titip' di Pilkada 2024
Analisis Pengamat Politik Soal Ucapan Jokowi 'Saya Titip' di Pilkada 2024

Niat pensiun dari percaturan politik Tanah Air, Jokowi malah muncul kembali di Pilkada 2024 dengan 'open jastip' dukungan kepada calon kepala daerah.

Baca Selengkapnya
Jokowi Tanggapi Demo Tolak Revisi UU Pilkada: Itu Sangat Baik
Jokowi Tanggapi Demo Tolak Revisi UU Pilkada: Itu Sangat Baik

Jokowi memastikan pemerintah akan mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi terkait syarat pencalonan kepala daerah pada Pilkada serentak 2024.

Baca Selengkapnya
Ganjar: Ahok itu Jujur, Mudah-mudahan Tak Ada yang Tersinggung
Ganjar: Ahok itu Jujur, Mudah-mudahan Tak Ada yang Tersinggung

"Tapi InsyaAllah Pak Ahok itu jujur yang saya kenal,” kata Ganjar.

Baca Selengkapnya
Jokowi Ingin Gubernur Jakarta Ditentukan Lewat Pemilihan Langsung
Jokowi Ingin Gubernur Jakarta Ditentukan Lewat Pemilihan Langsung

Jokowi mengatakan dirinya ingin gubernur serta wakil gubernur Jakarta ditentukan melalui mekanisme pemilihan langsung.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Yunarto Blak-blakan Dua Sisi di Balik Megawati Soekarnoputri
VIDEO: Yunarto Blak-blakan Dua Sisi di Balik Megawati Soekarnoputri "Keras Kepala & Lentur"

Yunarto juga mengomentari munculnya nama Pramono Anung, sosok yang dekat dengan Jokowi

Baca Selengkapnya
PKB Ingin Bersama PDIP Membangun Jakarta Usung Anies Baswedan
PKB Ingin Bersama PDIP Membangun Jakarta Usung Anies Baswedan

Jika PDIP bersama PKB dan PKS mendukung Anies maka akan semakin bagus dan berpeluang menang.

Baca Selengkapnya
Jokowi: Pemilu Panas Enggak Apa-Apa, Asal Bapak Ibu Jangan Panas-Panasin
Jokowi: Pemilu Panas Enggak Apa-Apa, Asal Bapak Ibu Jangan Panas-Panasin

Jokowi menyebut, rakyat bebas memilih siapapun calon presiden yang disenanginya.

Baca Selengkapnya