Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Mari nikmati ketegangan pemilu presiden

Mari nikmati ketegangan pemilu presiden Debat Capres putaran terakhir. ©2014 merdeka.com/muhammad lutfhi rahman

Merdeka.com - Pemilu Presiden 2014 benar-benar membuat tegang siapapun di negeri ini yang peduli masa depannya. Bagi politisi, ini menyangkut kekuasaan selama lima tahun; bagi pengusaha, ini menyangkut peluang bisnis; bagi PNS, polisi dan tentara, ini menyangkut gaji; dan seniman, artis, dan musisi, ini menyangkut pengembangan kreasi.

Bagi kaum buruh, Pemilu Presiden 2014, menyangkut besaran upah; bagi petani dan nelayan, menyangkut harga produksi; dan bagi siswa SMA menyangkut lapangan kerja atau sekolah lanjutan. Nah, ini yang tak kalah penting, bagi minoritas agama, hasil pemilu menyangkut jaminan kebebasan beribadah; bagi minoritas ras, ingin jaminan politik ke depan; dan bagi minoritas suku, ingin jaminan hak kekayaan leluhur.

Masih banyak profesi, pekerjaan, status ekonomi, kelompok sosial, dan lain-lain yang bisa disebut. Mereka semua merasa, masa depannya tergantung pada hasil pemilu presiden yang akan digelar, Rabu (9/7) ini. Ini sebuah perkembangan politik yang luar biasa dalam 15 tahun terakhir pada masa reformasi. Bahkan antusiasme masyarakat terhadap pemilu kali ini tak kalah tinggi daripada Pemilu 1999.

Apabila semua orang merasa akan mendapat akibat dari hasil pemilu presiden kali ini, itu karena pasangan calon presiden dan tim kampanye berbicara dan menjanjikan banyak hal, bahkan semua hal, yang mempengaruhi masa depan banyak orang, semua orang. Lima putaran debat calon presiden dan calon wakil presiden, yang ditonton oleh lebih dari 80 persen pemirsa televisi, menunjukkan hal tersebut. Itu artinya, hampir semua warga negara Indonesia terkena dampak kampanye.

Namun semua itu bukan hal yang mudah bagi rakyat untuk membuat pilihan. Visi, misi, program kerja, dan janji-janji, memang menjadi pertimbangan rakyat untuk memilih. Tetapi yang tidak kalah penting adalah bagaimana reputasi dan kemampuan pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam mewujudkan janji-janji tersebut. Di sini bukan hanya soal rekam jejak yang diperhatikan, tetapi juga karakter.

Soal rekam jejak, Prabowo memang banyak disoal masa lalunya: penculikan, kerusuhan, dan pelanggaran HAM; namun, Jokowi juga tidak sepi disoal: pencitraan, tidak tuntas pegang amanah, korupsi bus TransJakarta. Sebagai perwira tinggi, Prabowo dianggap berhasil mengemban tongkat komando dan menumpas musuh negara; sementara sebagai kepala daerah, Jokowi telah melahirkan program nyata rakyat sejahtera.

Sama-sama punya rekam jejak baik, sama-sama memiliki catatan buruk. Demikian juga soal karakter Prabowo dan Jokowi. Ini yang membuat pemilih sulit memilih.

Di satu pihak, pasangan Prabowo - Hatta tampak memiliki karakter tegas, yang memang dibutuhkan bangsa ini setelah sepuluh tahun dipimpin oleh figur lemah dan suka menunda keputusan; di lain pihak, pasangan Jokowi - JK tampak memiliki karakter sederhana, yang memang didambakan seluruh rakyat karena tidak saja diyakini bisa menjiwai hati nurani rakyat, tetapi bisa mencegah korupsi.

Meskipun mengalami kesulitan memilih, sebetulnya pemilih tidak terlalu dipusingkan. Memang yang paling mudah itu jika rakyat dihadapkan pada pilihan: antara telor baik atau ikan busuk, atau antara telor busuk atau ikan baik. Paling frustrasi kalau dihadapkan pada telor busuk atau ikan busuk. Kalau rakyat kini merasa memilih antara telor baik atau ikan baik, ya itu tidak terlalu menyulitkan rakyat. Selera menjadi menentukan.

Di sinilah masalahnya, para tim kampanye masing-masing pasangan calon (baik tim kampanye resmi maupun tim kampanye tak resmi) mengekploitasi selera rakyat secara berlebihan. Materi kampanye yang disorong ke rakyat, bukan hal-hal yang mencerdaskan dan menggugah akal sehat, melainkan hal-hal yang mengaduk emosi.

Akibatnya, materi perdebatan di televisi yang menarik jadi bahan diskusi, berubah menjadi caci maki setelah dibumbui materi kampanye gelap. Bahkan tiga hari tenang untuk memberi waktu kepada pemilih menimbang-nimbang secara jernih, tidak terjadi. Tim kampanye terus menciptakan suasana keruh, mengaduk-aduk emosi dari banyak lini. Jika demikian adanya, pemilu yang akan datang tak perlu hari tenang.

Yang bisa dilakukan sekarang hanyalah berharap. Semoga pasangan calon dan tim kampanye bisa menerima apa pun hasil pilihan rakyat. Rakyat sebetulnya merasa memilih telor baik atau ikan baik. Jadi, pasti mereka bisa menerima siapa pun yang menang. (mdk/tts)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Dinamika Pemilu 2024: Masyarakat Diminta Tetap Damai, Jangan Terpengaruh Dinamika Elite
Dinamika Pemilu 2024: Masyarakat Diminta Tetap Damai, Jangan Terpengaruh Dinamika Elite

Dinamika yang terjadi hari ini disebut hanya terjadi di kalangan elite partai politik saja

Baca Selengkapnya
Masa Tenang Pemilu 2024, Jangan Ada Saling Serang dan Fitnah
Masa Tenang Pemilu 2024, Jangan Ada Saling Serang dan Fitnah

Dua hari lagi, rakyat Indonesia akan memilih pemimpin baru

Baca Selengkapnya
40 Kata-kata Pemilu Lucu, Lawakan Ringan yang Penuh Makna
40 Kata-kata Pemilu Lucu, Lawakan Ringan yang Penuh Makna

Kata-kata pemilu lucu ini bisa jadi hiburan menghadapi suasana politik yang seringkali tegang dan serius.

Baca Selengkapnya
Akademisi Ingatkan Masyarakat Jangan Saling Benci Jika Beda Pilihan
Akademisi Ingatkan Masyarakat Jangan Saling Benci Jika Beda Pilihan

Para capres-cawapres harus tampil sebagai sosok penuh kedamaian.

Baca Selengkapnya
Jokowi: Pemilu Panas Enggak Apa-Apa, Asal Bapak Ibu Jangan Panas-Panasin
Jokowi: Pemilu Panas Enggak Apa-Apa, Asal Bapak Ibu Jangan Panas-Panasin

Jokowi menyebut, rakyat bebas memilih siapapun calon presiden yang disenanginya.

Baca Selengkapnya
Pemilu 2024 Dinilai Berjalan Kondusif, Tak Sepanas 2019
Pemilu 2024 Dinilai Berjalan Kondusif, Tak Sepanas 2019

Meskipun, sempat ada aksi massa beberapa hari di depan Gedung KPU

Baca Selengkapnya
Mendagri Tito: Pemilu 2024 Lebih Teduh, Sejuk Dibanding 2019
Mendagri Tito: Pemilu 2024 Lebih Teduh, Sejuk Dibanding 2019

Situasi Pemilu tahun 2024 terbilang lebih sejuk dibanding pada saya 2019 lalu

Baca Selengkapnya
Rano Karno Ungkap Alasan Pilih Cak Lontong Jadi Ketua Timses: Supaya Happy Agar 'Jakarta Menyala'
Rano Karno Ungkap Alasan Pilih Cak Lontong Jadi Ketua Timses: Supaya Happy Agar 'Jakarta Menyala'

Menurut Rano, karena ingin Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta 2024 membawa kebahagiaan bagi masyarakat sehingga 'Jakarta Menyala'.

Baca Selengkapnya