Melindungi BIN dari kematian Munir
Merdeka.com - Surat dengan nomor B-100/TPF/V/2005 tertanggal 30 Mei 2005 dikirim Tim Pencari Fakta (TPF) Kasus Pembunuhan aktivis HAM Munir, ditujukan untuk Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM. Hendropriyono. Isinya jelas, TPF mengundang Hendropriyono untuk hadir dalam pertemuan yang akan dilakukan pada Senin 6 Juni 2005 pukul 10.00 WIB. Tempatnya di sekretariat TPF. Keterangan dan informasi dari Hendropriyono sangat penting untuk membuka tabir konspirasi atau pemufakatan jahat pembunuhan Munir.
Surat itu berbalas. Syamsu Djalal, tim pembela Hendropriyono mengirimkan surat tertulis kepada TPF. Di situ diterangkan bahwa Hendropriyono tidak bisa memenuhi undangan TPF. Alasannya, Hendropriyono sedang melaksanakan tugas di luar kota Jakarta. DI surat itu pula, Syamsu mengingatkan TPF agar menggunakan protokol atau nota kesepakatan antara TPF dan BIN dalam upaya mengumpulkan informasi dari Hendropriyono.
TPF kembali mengirimkan surat undangan kedua untuk Hendropriyono. Surat itu bernomor B-114/TPF/VI/2005 tertanggal 7 Juni 2005. TPF mengundang Hendropriyono untuk menghadiri pertemuan dengan TPF pada 9 Juni 2005 di jam dan tempat yang sama. Pukul 10.000 WIB di Sekretariat TPF. Sehari setelah surat dikirim, tepatnya 8 Juni 2005, tim kuasa hukum Hendropriyono merespon permintaan TPF. Mereka menyatakan, Hendropriyono tidak bisa memenuhi undangan TPF. Lagi-lagi dengan alasan sama. Orang nomor satu di badan intelijen itu masih berada di luar Jakarta.
-
Apa yang digali Komnas HAM? Usman ditanya seputar peran Pollycarpus dan peran orang lain di tempat kejadian perkara kematian Munir. Komnas HAM juga bertanya sosok yang terlibat dalam perencanaan pembunuhan Munir.
-
Siapa yang terancam diblokir Kominfo? Dari enam Online Travel Agent (OTA) yang terancam diblokir Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), kabar terbarunya sudah ada tiga penyelenggara sistem elektronik (PSE) asing yang telah mendaftar.
-
Siapa yang dianjurkan untuk menutupi aib? Allah SWT bahkan berfirman dalam Al-Quran surat An-Nur ayat 19 tentang perintah untuk menutup aib sesama.
-
Kenapa Temu jadi ancaman keamanan nasional? Dengan demikian, Temu dianggap bisa mengancam risiko keamanan nasional yang serius.
-
Dimana HAM dijamin? Dalam proses menegakkan HAM, Indonesia memiliki undang-undang yang mengatur terkait masalah hak asasi manusia.
-
Bagaimana Komnas HAM mengungkap pelaku? 'Ada penggalian fakta tentang peran-peran Pollycarpus atau peran-peran orang lain yang ada di tempat kejadian perkara atau yang terlibat dalam perencanaan pembunuhan Munir atau yang menjadi alasan TPF ketika itu untuk melakukan prarekonstruksi, melacak percakapan nomor telepon dan lain-lain lah,' kata Usman di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (15/3).
Surat undangan ketiga kembali dikirim beberapa hari setelah surat kedua. Surat bernomor B-126/TPF/VI/2005 tertanggal 9 Juni 2005 itu mengundang Hendropriyono untuk menghadiri pertemuan pada Kamis 16 Juni 2005 di sekretariat TPF. Hendropriyono kembali tidak hadir. Tapi kali ini tidak jelas alasannya.
"Dia pernah bilang saat itu ke media, 'Apa urusan saya dengan TPF, saya tidak ada urusan. Saya kan tidak salah'," ujar mantan ketua TPF Brigjen (Purn) Marsudhi Hanafi saat berbincang dengan merdeka.com, Jumat (28/10).
Marsudhi melaporkan ini pada Presiden. Di hadapan SBY, Marsudhi menceritakan bahwa Hendropriyono sudah tiga kali diundang tapi tidak pernah datang. SBY hanya menyampaikan penyesalan dan rasa prihatin.
TPF juga dibuat tak berdaya dalam upaya mengumpulkan informasi dari Mayjen Muchdi PR yang saat itu menjabat Deputi V bidang Penggalangan di BIN. Keterangan dari Muchdi PR sangat dibutuhkan mengingat tersangka Pollycarpus Budihari Priyanto berulang kali menjalin komunikasi dengan Muchdi PR. TPF mencatat setidaknya 27 kali panggilan dari telepon genggam Pollycarpus ke telepon genggam yang digunakan Muchdi PR. Tidak hanya itu, ada enam kali komunikasi dari telepon genggam Pollycarpus ke nomor telepon kantor BIN, tepatnya ruang Muchdi PR. Nomor kantor itu diketahui merupakan nomor rahasia BIN. Komunikasi juga dilakukan empat kali dari nomor telepon rumah Pollycarpus ke nomor telepon genggam yang digunakan Muchdi PR.
Atas dasar itu TPF ngotot meminta keterangan dari Muchdi. Tapi hasilnya sia-sia. Pada 30 Mei 2005, TPF mengirimkan surat bernomor B-101/TPF/V/2005, isinya meminta Muchdi hadir dalam pertemuan tanggal 3 Juni 2005 di sekretariat TPF. Surat pertama berbalas. Dharsono, salah seorang penghubung BIN-TPF menyatakan bahwa Muchdi PR tidak bisa hadir karena sedang berada di Irian Jaya Barat (sekarang bernama Papua Barat). Selang beberapa hari, surat kedua bernomor B-110/TPF/V/2005 tertanggal 3 Juni 2005 dikirim. TPF meminta Muchdi hadir dalam pertemuan pada Selasa 7 Juni 2005 di sekretariat TPF. Muchdi tidak datang di hari pertemuan.
Hari itu juga, TPF kembali mengirimkan surat undangan bernomor B-113/TPF/V/2005. TPF meminta Muchdi hadir pada pertemuan, Kamis 8 Juni 2005. Lagi-lagi Muchdi PR tidak datang tanpa alasan. Belum menyerah, TPF kembali mengirimkan surat keempat untuk Muchdi. Surat bernomor B-127/TPF/V/2005 itu meminta Muchdi untuk hadir dalam pertemuan dengan TPF pada Kamis 15 Juni 2005. Untuk terakhir kalinya, Muchdi PR tak menggubris surat tersebut.
Tidak hanya Hendropriyono dan Muchdi PR, ada nama anggota BIN lain yang masuk radar TPF. Dia adalah Bambang Irawan, agen BIN yang pernah menjadi kepala pos wilayah BIN Kalimantan Selatan. TPF memerlukan informasi dari Bambang karena dia diduga memiliki kedekatan dengan Pollycarpus. Mereka pernah bersama-sama ke Banda Aceh dan Lhoksumawe pada Mei 2003. Keduanya sama-sama anggota PERBAKIN dan sering latihan menembak. Lantas TPF mengirimkan surat bernomor B-118/TPF/VI/2005 tertanggal 7 Juni 2005. Isinya, mengundang Bambang Irawan untuk datang dalam pertemuan dengan TPF pada Senin 13 Juni 2005. Dharsono menyampaikan pada TPF bahwa rekannya, Bambang Irawan, bersedia hadir jika pertemuan dilakukan di kantor Lemhanas. Saat hari pertemuan, tiba-tiba TPF mendapat kabar kurang menyenangkan. Bambang tidak bisa hadir dengan alasan sedang berada di luar kota dan ketinggalan pesawat.
TPF meminta BIN menghadirkan Bambang pada pertemuan yang digelar sehari setelah itu, Selasa 14 Juni 2005 di Lemhanas. Sekitar pukul 08.00 WIB, sebuah pesan singkat dikirim ke TPF. Isinya lebih mengejutkan, Bambang Irawan tidak bisa memenuhi permintaan TPF karena sudah memberikan keterangan pada penyidik Mabes Polri. Untuk membuka tabir konspirasi pembunuhan Munir, TPF memang bekerja sama dengan penyidik Mabes Polri. Namun TPF mengeluh karena penyidik Mabes Polri tak seiring sejalan. Hingga akhirnya hubungan TPF dan penyidik Polri menjadi renggang. TPF menganggap penyidik mabes polri berjalan sendirian. Salah satu buktinya, pemeriksaan terhadap Hendropriyono, Muchdi PR dan Bambang Irawan yang ternyata dilakukan secara diam-diam, tanpa sepengetahuan TPF.
"Saya kurang paham kalau soal itu. saya tidak ikut campur lagi. Ya itu informasi. Dia tidak mau dengan kita (TPF) mungkin mau dengan polri, bisa saja kan?," kata Marsudhi.
Bahkan ketika TPF meminta BAP penyidik polri atas pemeriksaan ketiga orang BIN itu, tidak direspon. Dari sekitar 100 BAP yang dimiliki penyidik mabes polri, TPF hanya memperoleh salinan 18 salinan BAP. Tidak ada BAP atas nama Hendropriyono, Muchdi, dan Bambang Irawan. Pada 17 Juni 2005, Kabareskrim saat itu, Komjen Makbul Padmanegara tidak dapat memberikan BAP Hendropriyono pada TPF dengan alasan tidak jelas.
Selang satu dekade setelah itu, terungkap bahwa pemeriksaan terhadap tiga orang BIN dilakukan. Mantan Sekretaris Kabinet Indonesia Bersatu periode 2004-2009, Sudi Silalahi mengungkapkan, aparat kepolisian sudah melakukan pemeriksaan terhadap Hendropriyono, Muchdi dan lainnya. "Terhadap nama-nama yang disebut, telah dilakukan pemeriksaan oleh Bareskrim Polri," jelas Sudi di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Selasa (25/10).
Sampai masa tugasnya berakhir, TPF belum dapat memperoleh akses sejumlah dokumen yang relevan dengan kasus Munir. Alasannya, dokumen BIN termasuk yang dilindungi UU Tentang Ketentuan Pokok Kearsipan. TPF sempat bertemu dengan Sekretaris Utama BIN Suparto pada Mei 2005. Dalam pertemuan itu disampaikan bahwa penolakan BIN memberi akses dokumen ke TPF, merupakan perintah langsung kepala BIN yang intinya tidak memperlihatkan dan memberikan dokumen apapun kepada TPF.
"Memang betul (kesulitan akses ke BIN). Kan tidak semua bisa kita obok-obok. Garuda bisa lah, tapi BIN enggak mungkin. Buktinya kita dapat surat penugasan palsu di Garuda. Tapi daerah itu (BIN) sangat rahasia," ucapnya.
Anggota TPF Hendardi membenarkan itu. Dia ingat betul, tiga bulan pertama masa tugas TPF, mereka kesulitan mengakses data ke BIN. TPF mengadu pada SBY. Selain mendapat tambahan waktu untuk mencari fakta, TPF akhirnya bisa sedikit menembus 'kekokohan' dinding BIN.
"Saya ingat pada saat itu Pak SBY kemudian meminta Kepala BIN (Hendropriyono) dan juga meminta Panglima TNI lewat Menkopolhukam untuk membuka akses itu," jelas Hendardi di kantornya.
Petinggi BIN yang berhasil dimintai keterangan hanya mencapai level Sekretaris Utama. Itupun harus dilakukan di kantor BIN. "Kita masuk juga sudah dilucuti segala macam."
Pemerintah SBY mengaku tidak pernah tinggal diam ketika TPF menemui kendala dalam pencarian fakta. Sudi Silalahi menuturkan, SBY terus mendorong agar semua pihak kooperatif terhadap TPF demi mendapatkan kebenaran sejati. Termasuk saat TPF menemukan falta yang membuktikan bahwa Polri mengabaikan beberapa petunjuk kuat yang dapat mengungkap kasus ini.
"Ketika TPF menyarankan pada Presiden agar penyelidikan yang dilakukan Polri dipercepat dan juga melaporkan bahwa pemeriksaan di jajaran BIN mengalami hambatan, rekomendasi itu direspon oleh presiden dengan mengeluarkan perintah-perintah kepada instansi yang bersangkutan," kata Sudi.
Meski tak mampu menembus dinding kokoh BIN, Marsudhi yakin lembaga telik sandi itu bersih dalam kasus pembunuhan Munir. Bahkan dia menyebut BIN sebagai lembaga yang harus dihormati karena sudah banyak jasanya bagi negara. Dia juga keberatan jika BIN secara institusi digugat dan dikaitkan dengan kematian Munir. Muchdi atau Bambang Irawan yang diduga terlibat dalam pemufakatan jahat pembunuhan Munir, bertindak tanpa membawa embel-embel atau bendera BIN.
"BIN sendiri saya yakin enggak (terlibat)," imbuhnya.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Komnas HAM tengah melakukan penyelidikan terhadap kasus pembunuhan Munir.
Baca SelengkapnyaMabes TNI memastikan tetap mengirim personel pengamanan dari Puspom TNI kepada KPK
Baca SelengkapnyaFahmi meminta agar BSSN melakukan evaluasi menyeluruh.
Baca SelengkapnyaCak Imin ikut mengomentari rencana RUU Penyiaran melarang jurnalisme investigasi
Baca SelengkapnyaDikarenakan Kementerian ATR/BPN memiliki data tentang sertifikat lahan serta identitas warga
Baca SelengkapnyaSaat keluar dari Lapas Salemba, Munarman tampak mengenakan kemeja putih.
Baca SelengkapnyaPada Minggu, 8 September 2024, petugas di Kantor Imigrasi Kelas II TPI Entikong berhasil mencegah keberangkatan MS berusaha melarikan diri ke Kuching, Malaysia.
Baca SelengkapnyaMulanya, Herindra menekankan pentingnya koordinasi intelijen daerah dari berbagai instansi. Sebab, masih terlihat sikap sektoral di lapangan.
Baca SelengkapnyaDalam rapat, Komisi I DPR mengingatkan BIN agar menjadi koordinator dari seluruh aparat intelijen
Baca SelengkapnyaKomnas HAM Perika Mantan Anggota TPF Pembunuhan Munir, Apa yang Digali?
Baca SelengkapnyaKuasa hukum Munarman, Aziz Yanuar menyebut selepas dari lapas Salemba, kliennya berencana untuk sowan ke Habib Rizieq.
Baca SelengkapnyaHerindra sendiri merupakan Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) dalam kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin.
Baca Selengkapnya