Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Mempertanyakan integritas tokoh masyarakat sipil

Mempertanyakan integritas tokoh masyarakat sipil Gus Dur dan Mahasiswa. ©2012 Merdeka.com

Merdeka.com - Yang saya maksud dengan tokoh masyarakat sipil di sini adalah mereka yang dibesarkan di lingkungan masyarakat sipil: organisasi berbasis massa, seperti NU dan Muhammadiyah, atau organisasi berbasis kerja atau isu, seperti organisasi profesi, LSM dan kampus. Bukan tokoh yang dibesarkan birokrasi dan militer.

Partai politik dan komunitas bisnis juga melahirkan pemimpin sipil. Tetapi dalam analisis sosiologi-politik, mereka dibedakan dari pemimpin yang dihasilkan masyarakat sipil. Orientasi elit politik dan bisnis jelas, kekuasaan dan keuntungan; sedangkan orientasi pemimpin masyarakat sipil adalah kemaslahatan umat.

Oleh karena itu, dalam negara demokrasi, masyarakat sipil sering jadi penyeimbang sekaligus kontrol sepak terjang entitas politik dan bisnis. Sebab, dua yang terakhir ini cenderung memanfaatkan sumber daya negara untuk kepentingan sendiri. Padahal tujuan negara adalah melindungi dan menyejahterakan rakyat.

Peran penting masyarakat sipil tak terelakkan, manakala entitas politik dan bisnis bersekongkol menguasai negara, dan mengabaikan kepentingan rakyat. Di sini berlaku rumus: jika masyarakat sipil lemah, maka negara akan jadi bancakan entitas politik dan bisnis. Bukankah Anda sudah merasakan hal itu, kini dan di sini?

Pada zaman Orde Baru, masyarakat sipil tampak kuat, setidaknya tampak menonjol dalam menghadapi rezim militer-birokratik. Partai politik dan komunitas bisnis dibuat tidak berkutik oleh rezim, sehingga masyarakat sipil, atas dukungan media massa, seakan menjadi satu-satunya kekuatan yang berani melawan rezim.

Maka lahirlah tokoh masyarakat sipil, seperti Gus Dur (NU), Amien Rais (Muhammadiyah), Adnan Buyung Nasution (YLBHI), Zoemrotin (YLKI), Asmara Nababan (Infid), Munir (Kontras), Teten Masduki (ICW), dll. Ini belum termasuk puluhan profesor doktor kampus yang rajin mengembangkan wacana keadilan dan kesejahteraan rakyat.

Mereka itulah yang bergulat melawan kesewenangan rezim Orde Baru, sehingga wajar saja saat Orde Baru jatuh, mereka berperan penting mengawal pemerintahan reformasi. Belajar dari sejarah, mereka mengusung gagasan membatasi kekuasaan presiden dan memperkuat DPR melalui perubahan konstitusi.

Mereka mengusulkan pembentukan lembaga tambahan negara (the auxiliary state agency) guna menghindari penumpukan kekuasaan di legislatif, eksekutif dan yudikatif. Maka lahir dan berkembanglah berbagai komisi negara: Komnas HAM, KPU, KPK, KPPU, KPI, KIP, LPSK, dll, yang kini jumlahnya mencapai 30-an.

Karena tujuan pembentukan komisi-komisi negara itu adalah mengimbangi dan mengontrol legislatif, eksekutif dan yudikatif, maka masuk akal bila entitas politik tidak diperkenankan masuk ke sana. Biarlah komisi negara itu diisi oleh orang-orang nonpartai, tokoh-tokoh independen, sehingga komisi-komisi negara itu kadang kala juga disebut komisi negara independen.

Siapa orang-orang nonpartisan, nonpartai, dan independen itu? Ya, tidak lain adalah tokoh-tokoh masyarakat sipil, yakni mereka yang tumbuh dan dibesarkan di lingkungan organisasi masyarakat sipil, seperti organisasi massa, organisasi profesi, LSM, dan tentu saja kampus.

Kini, setelah 14 tahun Orde Baru berlalu; setelah generasi Gus Dur, Amien Rais, Adnan Buyung, Zoemrotin, dan Asmara, mulai pensiun; komisi-komisi negara itu mulai diduduki tokoh-tokoh masyarakat sipil generasi baru. Banyak di antara kita yang tidak mengenali mereka, karena kepemimpinan mereka tumbuh di alam bebas dan tidak menjadi perhatian media massa.

Kita tidak mengenali lagi, siapa-siapa yang menjadi anggota Komnas HAM baru, sampai media memberitakan mereka sedang rebutan jabatan dan fasilitas. Sampai kini, kita tetap prihatin melihat anggota KPI tidak berdaya menghadapi acara televisi yang merusak akal sehat. Periode lalu, kita terhenyak ketika anggota KPU tergagap-gagap menyelenggarakan pemilu. Dan masih banyak lagi.

Apakah ini pertanda masyarakat sipil gagal melahirkan pemimpin-pemimpin tangguh? Apa jadinya demokrasi kita nanti jika masyarakat sipil lemah, mengingat pada saat yang sama partai politik banyak memproduksi koruptor? (mdk/tts)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Goenawan Mohamad dkk Sowan ke Gus Mus di Rembang, Curhat Prihatin Situasi Demokrasi di Indonesia
Goenawan Mohamad dkk Sowan ke Gus Mus di Rembang, Curhat Prihatin Situasi Demokrasi di Indonesia

Goenawan meyakini, jika sebuah masyarakat kehilangan saling percaya, maka semua sudah selesai

Baca Selengkapnya
Yenny Wahid Tegas Tolak Anies-Cak Imin: Sulit Bagi Kami Mendukung Orang Pernah Kudeta Gus Dur
Yenny Wahid Tegas Tolak Anies-Cak Imin: Sulit Bagi Kami Mendukung Orang Pernah Kudeta Gus Dur

Yenny Wahid memastikan tak akan mendukung Anies-Cak Imin di Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya
FOTO: Kritik Keras Amien Rais Soal Isu Dinasti Politik: Puncak Pengkhianatan Terhadap Reformasi
FOTO: Kritik Keras Amien Rais Soal Isu Dinasti Politik: Puncak Pengkhianatan Terhadap Reformasi

Amien Rais menilai, manuver yang dilangsungkan Jokowi dalam beberapa waktu belakangan juga sangat kentara. Menurutnya, Jokowi mementingkan dirinya sendiri.

Baca Selengkapnya
TAP MPR Dicabut, Soeharto dan Gus Dur Dianggap Layak Dapat Gelar Pahlawan
TAP MPR Dicabut, Soeharto dan Gus Dur Dianggap Layak Dapat Gelar Pahlawan

Soeharto, lanjut Moestar, telah sangat berjasa dalam pembangunan bangsa Indonesia.

Baca Selengkapnya
Cak Imin: Gus Dur Mendidik Saya Hingga Jadi Cawapres
Cak Imin: Gus Dur Mendidik Saya Hingga Jadi Cawapres

Isu pengkhianatan kepada Gus Dur muncul setiap lima tahun, saat pemilu.

Baca Selengkapnya
Inayah Wahid di Haul Gus Dur: Hari Ini Kita Bela Kekuasaan, Apakah Mereka Bela Rakyat?
Inayah Wahid di Haul Gus Dur: Hari Ini Kita Bela Kekuasaan, Apakah Mereka Bela Rakyat?

Inayah Wulandari Wahid mengulas etika demokrasi yang digaungkan ayahnya Gus Dur.

Baca Selengkapnya
Kritik Jokowi, Ketua BEM KM UGM Pastikan Tidak Ada Muatan Politik Praktis
Kritik Jokowi, Ketua BEM KM UGM Pastikan Tidak Ada Muatan Politik Praktis

BEM KM UGM telah membuat kajian setebal 300 halaman yang berisikan isu-isu komprehensif.

Baca Selengkapnya
Bamsoet Serahkan Surat Pencabutan TAP MPR Pemberhentian Gus Dur sebagai Presiden ke Keluarga
Bamsoet Serahkan Surat Pencabutan TAP MPR Pemberhentian Gus Dur sebagai Presiden ke Keluarga

Pimpinan MPR RI sepakat mencabut TAP MPR Nomor II/MPR/2001 sebagaimana permohonan Fraksi PKB.

Baca Selengkapnya
Cak Imin: Pemulihan Nama Baik Kuatkan Argumen Gus Dur jadi Pahlawan
Cak Imin: Pemulihan Nama Baik Kuatkan Argumen Gus Dur jadi Pahlawan

Cak Imin beranggapan bahwa pemaparan Fraksi PKB MPR RI dalam Sidang Paripurna Akhir MPR RI Masa Jabatan Periode 2019—2024 secara legal memiliki dasar yang kuat.

Baca Selengkapnya
Catatan Hubungan Cak Imin dengan Gus Dur, dari Isu Kudeta hingga Wasiat
Catatan Hubungan Cak Imin dengan Gus Dur, dari Isu Kudeta hingga Wasiat

Hubungan Cak Imin dengan keluarga Gus Dur memanas karena isu kudeta

Baca Selengkapnya
Cak Imin: Siapapun yang Dislepet Gus Dur Pasti jadi 'Orang'
Cak Imin: Siapapun yang Dislepet Gus Dur Pasti jadi 'Orang'

Cak Imin ditanya soal cerita awal pemeecatannya oleh Gus Dur dari PKB

Baca Selengkapnya
Siapa Sangka Anak Kiai Sahabat Soekarno Ini Gemar Manjat Pohon, saat Dewasa Terpilih Jadi Presiden
Siapa Sangka Anak Kiai Sahabat Soekarno Ini Gemar Manjat Pohon, saat Dewasa Terpilih Jadi Presiden

Gus Dur adalah pemimpin yang begitu dicintai rakyat Indonesia karena sosoknya gigih memperjuangkan hak-hak kaum minoritas.

Baca Selengkapnya