Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Menggali dan menyemai kebajikan Pancasila dalam keluarga

Menggali dan menyemai kebajikan Pancasila dalam keluarga pancasila. ©2014 merdeka.com/istimewa

Merdeka.com - Mengikuti berita aksi-aksi teroris di Prancis dan negara-negara Eropa dua bulan terakhir, rasanya wajar saja kalau kita ikut was-was menjelang Natal 2015. Apalagi di sana sini juga terbetik berita polisi kontak senjata dengan kelompok teroris. Kita semua tidak ingin serentetan bom malam Natal 2000 terulang kembali.

Alhamdulillah, puji Tuhan. Perayaan Natal tahun ini berlangsung lancar, dan aman. Polisi sudah meningkatkan kewaspadaan dan penjagaan. Seperti biasa, barisan GP Anshor dan beberapa ormas pemuda Islam lainnya ikut mengamankan jalannya kegiatan gereja.

Natal 2015 ini memang istimewa. Sehari sebelum umat Kristiani merayakan lahirnya Yesus Kristus, Kamis 24 Desember 2015, umat Islam memperingati Maulid Nabi Muhammad. Perdebatan boleh tidaknya mengucapkan selamat Natal di media sosial lenyap disapu oleh ramainya ucapan selamat Maulid dan selamat Natal sekaligus. Suasana toleransi dan kebersamaan benar-benar terasa.

Majelis Rasulullah, yang biasa menggelar peringatan Maulid Nabi di Masjid Istiqlal hingga jam 12.00 malam, kali ini mengubah jadwal. "Kami menghormati umat Kristiani yang akan menjalankan ibadah misa Natal nanti malam, maka kami mengadakan Maulid Nabi di pagi hari," kata Habib Nabil, Dewan Syuro Majelis Rasulullah.

Indonesia memang dikenal sebagai bangsa toleran. Ini bisa dilacak dari masuknya berbagai macam agama dan ideologi ke Nusantara, nyaris tanpa kekerasan. Sikap terbuka dan bersedia menerima perbedaan pandangan, merupakan perwujudan dari nilai-nilai kesetaraan dan kebersamaan yang sudah mendarah daging di masyarakat.

Memang kita sempat dibelenggu feodalisme yang meninggikan sedikit orang dan merendahkan sebagian besar orang selama beratus-ratus tahun sebagaimana pernah terjadi di wilayah manapun di dunia ini. Namun nilai-nilai agama yang memuliakan manusia di satu pihak; dan pengalaman dijajah oleh bangsa Eropa, di lain pihak; menjadikan kesetaraan dan kebersamaan berubah menjadi prinsip membangun bangsa dan negara merdeka.

Bangsa ini memang tidak sepi dari konflik dan kekerasan yang menelan korban jiwa dan harta tidak sedikit. Dipicu oleh sentimen politik atau dilatari oleh kesenjangan ekonomi, perbedaan keyakinan, warna kulit, suku dan adat istiadat serta daerah, bisa berubah menjadi baku bunuh. Peristiwa Kalteng 1997, Jakarta 1998, Maluku 2000, Tolikara 2015, dan beberapa yang lain, tidak hanya membuat trauma bangsa, tetapi juga menjadi pelajaran sangat berharga agar peristiwa serupa tidak terjadi lagi.

Sementara itu, dalam kehidupan sehari-hari peristiwa kekerasan dari seorang ke seorang masih terus terjadi. Kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan terhadap anak, angkanya tidak pernah turun. Demikian juga dengan kekerasan yang oleh sekelompok orang: kawanan begal, geng motor, hingga ormas berbendera agama/etnis dan ormas sayap partai politik. Semua itu tentu sangat memprihatinkan.

Meniti soal toleransi, kesetaraan dan kebersamaan, serta membandingkan dengan beberapa peristiwa kekerasan masyarakat, komunitas, maupun individu, mengingatkan saya pada pesan Gus Sholah, panggilan Sholahudin Wahid, dalam sebuah diskusi awal Desember lalu.

Atas banyaknya peristiwa kekerasan yang terjadi di negeri ini, Gus Sholah melihat ada yang salah dalam sistem pendidikan kita: sekolah gagal menghasilkan orang-orang berkepribadian baik. "Di sinilah pentingnya pendidikan keluarga. Nilai-nilai kebaikan akan efektif jika disemai di lingkungan keluarga. Nilai-nilai kebajikan Pancasila harus terus digali dan ditanamkan di keluarga," tegas Gus Sholah.

Pernyataan Gus Sholah mengingatkan saya dengan pengalaman masa kecil saat mana bapak dan ibu menanamkan nilai-nilai tersebut. Mulai dari mengajari, "jika kamu merasa sakit dicubit, maka jangan mencubit teman," lalu, "jangan berebut ambil makanan, dibagi rata agar semua kebagian," sampai dengan "kalau ada masalah bersama, bicarakan baik-baik, pasti ketemu jalan keluarnya." Tentu saja penanaman nilai-nilai itu harus disertai laku tauladan orangtua sehari-hari.

Melalui bukunya "Mata Air Keteladanan Pancasila dalam Perbuatan," Yudi Latif berhasil merekam nilai-nilai kebajikan Pancasila dari para pendiri bangsa. Melanjutkan apa yang sudah dimulai Yudi Latif, kita harus menyelesaikan dua tantangan ini: pertama, mencatat dengan nilai-nilai kebajikan Pancasila yang hidup di masyarakat yang tersebar dari Sabang sampai Merauke; kedua, menanamkan nilai-nilai kebijakan tersebut di tengah-tengah keluarga Indonesia. Inilah kegiatan kongkret revolusi mental. (mdk/did)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Para Pakar Ungkap Akar Masalah Etika dan Moral Penyelenggara Negara
Para Pakar Ungkap Akar Masalah Etika dan Moral Penyelenggara Negara

Persoalan etika itu semakin diperparah dengan pengajaran akhlak di lembaga pendidikan yang cenderung verbal dan normatif.

Baca Selengkapnya
‘Pendidikan Kini Menjadi Komoditas yang Diperdagangkan’
‘Pendidikan Kini Menjadi Komoditas yang Diperdagangkan’

Orientasi keuntungan mengabaikan kualitas pendidikan untuk memanusiakan manusia.

Baca Selengkapnya
BPIP Ingin Pancasila Dikenalkan dengan Menyenangkan kepada Anak Muda
BPIP Ingin Pancasila Dikenalkan dengan Menyenangkan kepada Anak Muda

Internalisasi nilai-nilai Pancasila harus diberikan secara bergotong royong

Baca Selengkapnya
Cara Mencegah Kenakalan Remaja, Ketahui Faktor Penyebabnya
Cara Mencegah Kenakalan Remaja, Ketahui Faktor Penyebabnya

Kenakalan remaja adalah perilaku melanggar norma, aturan, atau hukum yang berlaku di masyarakat. Mencegahnya akan membantu menyelamatkan hidup mereka.

Baca Selengkapnya
Akademisi Ingatkan Perkuat Nilai Pancasila untuk Hindari Perpecahan di Masyarakat
Akademisi Ingatkan Perkuat Nilai Pancasila untuk Hindari Perpecahan di Masyarakat

Pancasila harus diterapkan secara menyeluruh baik di lingkungan masyarakat maupun pendidikan.

Baca Selengkapnya
BPIP Minta Pemegang Kekuasaan Harus Jadi Role Model Nilai Pancasila
BPIP Minta Pemegang Kekuasaan Harus Jadi Role Model Nilai Pancasila

Benny pun menyatakan pendidikan akan aplikasi nilai Pancasila harus kuat di lini pendidikan dasar masyarakat Indonesia.

Baca Selengkapnya
Ternyata Ini Penyebab Orang Miskin Tetap Miskin, Pelajari Cara Memutus Rantai Kemiskinan
Ternyata Ini Penyebab Orang Miskin Tetap Miskin, Pelajari Cara Memutus Rantai Kemiskinan

Bukan artinya orang miskin akan terus-terusan terjebak dan tidak bisa mengubah garis hidupnya.

Baca Selengkapnya
Kepala BPIP: BTU Pendidikan Pancasila Kunci Membentuk Karakter Pancasila Generasi Bangsa
Kepala BPIP: BTU Pendidikan Pancasila Kunci Membentuk Karakter Pancasila Generasi Bangsa

Lunturnya pendidikan Pancasila sejak era reformasi, menjadi tanggung jawab bersama

Baca Selengkapnya
Saat BPIP Berkunjung ke SMA Jakarta, Ajarkan Nilai-Nilai Pancasila
Saat BPIP Berkunjung ke SMA Jakarta, Ajarkan Nilai-Nilai Pancasila

Tidak hanya mengedukasi, BPIP juga merumuskan kebijakan-kebijakan yang memperkuat nilai Pancasila

Baca Selengkapnya
BPIP: Sikap Intoleransi Akar Masalah Radikalisme dan Terorisme
BPIP: Sikap Intoleransi Akar Masalah Radikalisme dan Terorisme

Pancasila menjadi penting dibumikan khususnya bagi para generasi muda guna mencegah intoleransi

Baca Selengkapnya
Anak Gangguan Mental Emosial saat Ini Lebih Banyak Dibanding Dulu, Ini Penjelasan BKKBN
Anak Gangguan Mental Emosial saat Ini Lebih Banyak Dibanding Dulu, Ini Penjelasan BKKBN

Peran keluarga sangat vital dalam menjaga kestabilan kondisi mental anak-anak.

Baca Selengkapnya
Menko PMK: Revolusi Mental Tidak Pernah Berhenti
Menko PMK: Revolusi Mental Tidak Pernah Berhenti

Menko PMK Muhadjir Effendy menyebut, generasi masa depan perlu memiliki kesadaran tentang koperasi. Sebagai bentuk pembelajaran karakter kewirausahaan.

Baca Selengkapnya