Marak Remaja Depresi Lukai Keluarga, Kemenko PMK Desak Peran Guru BK Dioptimalkan
Selain itu, menurut dia, tokoh agama dan masyarakat juga menjadi bagian penting yang tidak terpisahkan dalam pembangunan mental
Belakangan marak terjadi anak berkonflik dengan hukum. Tidak tanggung-tanggung, si anak tega melukai keluarganya sendiri bahkan sampai membunuhnya.
Seperti yang terjadi di Cilandak, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Seorang remaja 14 tahun membunuh ayah dan neneknya serta menusuk ibu kandungnya.
Melihat fenomena tersebut, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mendesak peran guru bimbingan dan konseling (BK) dioptimalkan untuk mengatasi permasalahan mental siswa.
"Solusi yang diberikan selama ini, kami mendampingi pelatihan-pelatihan dan diklat dari guru kelas untuk memiliki pengetahuan terkait dengan konsultasi, jadi konsultasi ini menjadi penting sebagai langkah awal, dengan ke depan tetap menambah jumlah guru yang kemudian dalam fungsi BK menjadi pimpinan konsultasi siswa," kata Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Kebudayaan, dan Prestasi Olahraga Kemenko PMK Warsito saat ditemui di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Rabu (4/12).
"Tentunya peran keluarga juga menjadi penting, tidak kalah penting karena memang keluarga adalah pilar pertama untuk memberikan pendidikan terkait dengan karakter dan jati diri bangsa," ucapnya.
Selain itu, menurut dia, tokoh agama dan masyarakat juga menjadi bagian penting yang tidak terpisahkan dalam pembangunan mental, sehingga beberapa kasus gangguan mental yang menyebabkan kecelakaan menjadi evaluasi bagi seluruh pihak terkait.
"Tentu seluruh hal terkait generasi muda kita, akan selalu menjadi bagian evaluasi dan bagian untuk kemudian mempersiapkan dan mengevaluasi program ke depan seperti apa," tuturnya.
Dalam rangka mempersiapkan generasi emas 2045, Warsito juga menekankan pentingnya meningkatkan keterampilan non-teknis atau soft skill yang diimbangi dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
"Kita semua sepakat bahwa ketika bicara generasi unggul dan berdaya saing itu tidak cukup dengan kepandaian atau menguasai IPTEK, yang jauh tidak kalah penting adalah bagaimana soft skill atau karakter dari generasi emas itu sendiri," paparnya.
Oleh karena itu, menurut dia, ketika menyiapkan generasi emas dalam konteks pendidikan karakter tentu membutuhkan pembelajaran jangka panjang.
"Program tersebut dilakukan sejak dini sampai tidak ada hentinya, jadi lifelong learning atau pembelajaran sepanjang hidup ketika bicara soft skill," kata Warsito. Seperti dikutip Antara.