Pers bebas, wartawan nikmati belenggu
Merdeka.com - Seorang kawan, pengusaha muda sukses, melalui WhatsApp bertanya: apa betul ada kelompok wartawan yang memboikot sebuah kafe jaringan internasional yang tersebar di Indonesia? Pertanyaan ini disertai link sebuah situs yang menulis soal boikot itu.
Tanpa membuka link situs yang dikirimnya, saya menjawab: tidak ada organisasi wartawan yang boikot; sebagai anggota AJI, saya tidak menerima instruksi organisasi; saya tahu, bukan style PWI main boikot-boikotan; saya juga sering melihat pimpinan IJTI kongkow-kongkow di kafe tersebut. Jawab saya menyebut tiga nama organisasi wartawan yang diakui Dewan Pers.
Lalu kawan tadi menyebut nama mantan pemimpin redaksi media ternama, sebagai orang yang menyerukan anak buahnya untuk memboikot kafe tersebut. Mengapa? Sebab, kafe tersebut dimiliki oleh seorang konglomerat yang kabur ke luar negeri karena kasus BLBI. Saya pun tergerak untuk membuka link situs yang dikirimnya.
-
Bagaimana hubungan Publisher Right dengan kebebasan pers? Lebih lanjut, Jokowi menegaskan, perpres Publisher Right tidak bermaksud untuk mengurangi kebebasan pers. 'Perpres ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk mengurangi kebebasan pers, saya tegaskan bahwa Publisher Right lahir dari inisiatif insan pers. Pemerintah tidak sedang mengatur konten pers' jelasnya.
-
Siapa yang pernah menjadi wartawan berprestasi dan komisaris Garuda Indonesia? Yenny Wahid memiliki cukup banyak sepak terjang dalam ranah berbeda-beda. Ia pernah menjadi wartawan berprestasi hingga komisaris Garuda Indonesia.
-
Siapa yang berhak menjatuhkan sanksi pelanggaran kode etik? Sanksi-sanksi tersebut dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) setelah melakukan pemeriksaan terhadap aduan pelanggaran kode etik.
-
Siapa pendiri Kompas Gramedia? Namanya tersohor karena menjadi salah satu pendiri dari Kelompok Kompas Gramedia.
-
Siapa yang mendesak Jokowi tentang Publisher Right? 'Setelah semua ada kesepahaman, mulai ada titik temu ditambah lagi dewan pers yang mendesak terus, perwakilan perusahaan dan perusahaan asosiasi media juga mendorong terus. Akhirnya kemarin saya meneken perpres tersebut,' ungkapnya.
-
Siapa yang melanggar kode etik? Diketahui, sanksi tersebut disebabkan pelanggaran kode etik yang dilakukan Hasyim sebab terkait pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden.
Selanjutnya kepada kawan tadi saya bilang, kalau kehadiran kafe yang dimiliki salah satu perusahaan milik sang konglomerat yang kabur tadi, merupakan problem serius sehingga muncul komitmen untuk memeranginya, itu sebuah penyikapan pribadi yang patut dihargai.
Masalahnya, apakah wartawan di grup tersebut seiya sekata dengan bosnya? Soalnya baru-baru ini, saya melihat wartawan grup tersebut masih asyik menyeruput kopi di kafe tersebut. Jika bosnya tahu, apakah dia akan mendapatkan teguran, sanksi lain, atau bahkan dipecat?
Saya tidak tahu. Namun untuk grup media yang lain, ada yang sudah jelas ceritanya.
Beberapa pekan lalu, e-mail seorang bos grup media beredar luas. Dalam email tersebut, dia marah besar karena jajaran redaksi yang dibawahinya memuat sosok yang dimusuhi pemilik perusahaan. Tak berapa lama, orang-orang yang dianggap bertanggung jawab mengundurkan diri. Jika tidak mundur, mungkin akan dipecat juga.
Ada cerita lain yang lebih seru, tapi maaf, tidak ada bukti tertulis, suara, maupun gambar. Saking serunya, cerita ini jadi bahan canda tawa di kalangan wartawan. Ini cerita tentang seorang pemimpin redaksi sebuah stasiun televisi yang alih profesi ke dunia politik. Tentu dia mungundurkan diri.
Pemilik grup media pun menunjuk pemimpin redaksi baru. Karena pemimpin redaksi stasiun televisi ini adalah pemimpin redaksi di antara pemimpin-pemimpin redaksi media-media yang dimiliki grup, maka pergantian tersebut langsung diikuti oleh rapat yang dihadiri seluruh pemimpin redaksi di grup tersebut.
Inilah kira-kira yang disampaikan pemimpin redaksi dari para pemimpin redaksi itu.
"Saudara-saudara, saya mau berterus terang dari awal agar semuanya jelas. Saya ini anjingnya pemilik (aslinya dia menyebut nama, tapi saya sebut pemilik saja di sini). Pemilik suruh menggonggong, sayang menggonggong; pemilik suruh gigit, saya menggigit. Jadi, apa yang saya minta ke saudara-saudara, adalah permintaan pemilik.”
Tiga kisah laku pemilik dan pemimpin media di atas memang tidak sebanding. Tapi ada satu hal yang perlu direnungkan: bagaimana sesungguhnya hubungan pemilik dan pemimpin media dengan jajaran redaksi yang dihuni para wartawan?
Apabila pemimpin atau pemilik memiliki sikap pribadi terhadap suatu situasi, haruskah sikap itu diikuti oleh jajaran redaksi, apapun pertimbangannya: moral, politik atau bisnis? Jika para wartawan di bawahnya tidak sependapat tapi tetap saja mengikuti perintahnya, pantaskah mereka beralasan: ya, apa boleh buat, ini kebijakan perusahaan.
Kebebasan memang mahal. Sebab, dia menuntut tanggung jawab, membawa risiko. (mdk/tts)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ninik menegaskan mandat penyelesaian karya jurnalistik itu seharunya ada di Dewan Pers.
Baca SelengkapnyaAnggota Dewan Pers Yadi Hendriana menyebut, ada perbedaan mendasar antara KPI dengan Dewan Pers
Baca SelengkapnyaSejumlah pers diberedel pada masa Orde Baru karena mengkritik pemerintah.
Baca SelengkapnyaSejumlah pasal dalam RUU Penyiaran berpotensi menjadi pasal karet
Baca SelengkapnyaSebagian isi draft RUU Penyiaran bertentangan dengan UU Pers
Baca SelengkapnyaKetua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menantang wartawan yang membuat berita tidak sesuai.
Baca SelengkapnyaRevisi UU Penyiaran tidak boleh mengganggu kemerdekaan pers.
Baca SelengkapnyaPrabowo Soal Pers: Check dan Balance untuk Penguasa, Kadang Sakit Hati Kalau Dibaca
Baca SelengkapnyaPolemik RUU Penyiaran terus bergulir, ragam penolakan masih terus berdatangan
Baca SelengkapnyaCak Imin menjamin hak-hak bagi profesi jurnalis dan perlindungan hukum.
Baca SelengkapnyaBeberapa Pasal dikabarkan tumpang tindih hingga membatasi kewenangan Dewan Pers dalam penyelesaian sengketa jurnalistik.
Baca SelengkapnyaDisatroni Jurnalis Demo Tolak RUU Penyiaran, Kantor DPRD Provinsi Jambi Kosong Karena Alasan Dinas
Baca Selengkapnya