Pilih Ahok agar PDIP tak jadi partai gagal di Jakarta
Merdeka.com - Banyak alasan yang diungkap petinggi PDIP di balik keputusan memilih Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai cagub berpasangan dengan Djarot Saiful Hidayat. Ada risiko yang harus ditanggung dengan pilihan itu.
Pengamat politik Charta Politika, Yunarto Wijaya menilai ada tiga keuntungan PDIP mengusung Ahok-Djarot. Pertama, sebagai bentuk pertanggungjawaban PDIP kepada publik oleh status Ahok-Djarot sebagai petahana. Dengan mencalonkan Ahok-Djarot kembali, tegas Yunarto, secara langsung PDIP mengakui keberhasilan kinerja keduanya di mata publik.
"Kalau di luar itu (mengusung calon lain), mereka (PDIP) mengakui kegagalan mereka," jelas Yunarto ketika berbincang dengan merdeka.com, Senin (19/9) kemarin.
-
Kenapa PDIP mempertimbangkan Anies untuk Pilgub Jakarta? 'Bahwa Anies juga jadi bagian pertimbangan, iya, Anies bagian dari pertimbangan. Oleh karenanya kami juga dengan Cak Imin dalam rangka itu semua,' jelas dia.
-
Siapa yang ingin diusung oleh PDIP? 'Kalau memang misalnya Pak Anies berpasangan dengan kader kami jadi wagubnya,' Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Utut Adianto kepada wartawan.
-
Kenapa PKS usung Anies-Sohibul di Pilgub Jakarta? 'Selanjutnya, rencana pertemuan dengan PKB juga sudah dirancang dan akan dilaksanakan. Kami optimis, insya Allah sosok Bapak Anies Rasyid Baswedan dan Bapak Mohamad Sohibul Iman adalah kandidat yang memiliki peluang menang besar,' pungkasnya.
-
Kenapa Ahok ingin jadi pejabat? Pesan Sang Ayah Pengalaman sering diperas oknum pejabat membuatnya terobsesi ingin menjadi pejabat. Ditambah pesan dari sang ayah sebelum meninggal. Pesan ini juga mendorongnya untuk jadi pejabat yang jujur dan membawa perubahan positif.
-
Siapa yang diusung PDIP? Tri Rismaharini dengan Zahrul Azhar Asumta atau Gus Hans yang diusung PDIP.
Kedua, Yunarto memaparkan, dengan mencalonkan keduanya, PDIP juga menegaskan posisinya sebagai partai nasionalis dan pluralis. "Ketika calon lain memainkan isu SARA, PDIP membuktikan dirinya sebagai parpol yang tidak terseret isu SARA," jelasnya.
Dan ketiga, menurut dia, Ahok-Djarot adalah pemimpin yang bisa menjembatani politik nasional dan daerah (Pemprov DKI). Ahok merupakan penerus visi-misi Jokowi ketika menjabat sebagai gubernur.
Hal senada diungkapkan peneliti Lingkar Mardani Ray Rangkuti. Menurut dia, keuntungan PDIP mencalonkan Ahok-Djarot adalah adalah langkah paling strategis dan realistis dilakukan PDIP ketimbang memilih Risma yang dinilainya jauh lebih beresiko.
PDIP usung Ahok-Djarot ©2016 merdeka.com/Muhammad Luthfi Rahman
Secara realistis, Ahok, kata Ray memiliki elektabilitas tinggi, sedangkan Risma belum tentu bisa dipilih oleh warga DKI. Dan jika mencalonkan Risma, PDIP dinilainya berpotensi kehilangan suara di Jawa Timur.
"Padahal, dalam politik elektoral-nasional, posisi Surabaya dan Jatim jauh lebih strategis dan penting daripada Jakarta. Bisa saja Jakarta dapat, tapi Jatim potensial akan digerus oleh Golkar, tentu jika Saefullah Yusuf maju sebagai cagub pada pilkada Jatim yang akan datang," tegas Ray.
"Artinya PDIP hanya dapat kemenangan simbolik dengan menguasai Jakarta tapi pada saat yang sama punya potensi kehilangan suara di Jatim," imbuh dia.
Sementara itu pilihan Ahok-Djarot dinilai Ray strategis karena secara politik Ahok bukanlah ancaman bagi PDIP. Sekalipun Ahok terlebih dahulu didukung oleh Nasdem, Hanura dan Golkar, hubungan Ahok dengan PDIP diikat oleh ikatan poltik yang berlipat-lipat.
Namun demikian, bagi peneliti senior LIPI Siti Zuhro, sulit untuk memahami logika PDIP yang akhirnya menjatuhkan pilihan kepada Ahok-Djarot. "Mengusung petahana yang penuh kontroversi dan resistensi, bukan tanpa konsekuensi. Selain yang diusung belum tentu menang, resistensi (karena) akan menghambat calon yang diusung untuk menang karena kurang diminati pemilih," jelas dia.
Dia menilai PDIP harus membuktikan diri dengan ucapannya sebagai partai yang mengedepankan kader berdedikasi dan berideologi membangun Indonesia. PDIP, dalam hal ini ditantang untuk membuktikan apakah Ahok-Djarot termasuk dalam kriteria tersebut. "Karena ungkapan tersebut adalah janji kepada rakyat," tegas dia.
"Mengusung petahana, berarti PDIP akan mempertaruhkan kredibilitasnya sebagai partai ideolog. Membangun integritas dan kredibilitas partai tidaklah mudah. Sekali prinsip-prinsip partai dilanggar maka kemunduran secara institusional akan dialami," pungkas Siti. (mdk/bal)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ketua DPP PDIP Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menyatakan siap maju Pilkada
Baca SelengkapnyaWalaupun keputusan akhirnya tetap akan berada di Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Baca SelengkapnyaNamun dari hasil temuan di lapangan dan menyikapi aspirasi warga, Hasto klaim banyak yang kehilangan Ahok.
Baca SelengkapnyaPDIP masih belum mengambil keputusan perihal dukungan calon gubernur pada Pilkada Jakarta 2024.
Baca SelengkapnyaAhok kini tengah fokus memberikan pendidikan bagi kader-kader PDIP terkait perekonomian.
Baca SelengkapnyaAhok melihat keberadaan Kang Emil akan membuat kader Gerindra sulit untuk menangan di Tanah Pasundan
Baca SelengkapnyaKetua DPP PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidayat menantang Partai Keadilan Sejahtera untuk mengusung Ahok.
Baca SelengkapnyaGanjar mengatakan, figur yang diusung PDIP diharapkan berasal dari kader, karena salah satu fungsi partai adalah mencetak kader-kader untuk dijadikan pemimpin.
Baca SelengkapnyaAhok menyerahkan keputusan pencalonan Pilkada Jakarta kepada Tim Desk Pilkada DPP PDIP, Sekjen PDIP dan nantinya akan diputuskan oleh Megawati Soekarnoputri
Baca SelengkapnyaPDIP membangun komunikasi baik ke PKB hingga PKS untuk Pilkada Jakarta karena tak bisa mengusung sendiri.
Baca SelengkapnyaKeduanya pernah menjadi gubernur. Akankan berpotensi menang jika keduanya berduet?
Baca SelengkapnyaSebelumnya, PDIP membuka peluang Ahok dan Djarot maju Pilgub Sumut 2024.
Baca Selengkapnya