Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Pilkada gabungan, solusi atas semua masalah

Pilkada gabungan, solusi atas semua masalah Aktivis Tolak Pilkada DPRD. ©2014 merdeka.com/muhammad luthfi rahman

Merdeka.com - Perdebatan RUU Pilkada akan mencapai puncak, Kamis (25/9) besok. DPR akan memutuskan, apakah pilkada langsung oleh rakyat diteruskan, atau pilkada oleh DPRD menggantikannya. Yang pertama didukung oleh PDIP, PKB, Partai Hanura; sedang yang kedua didukung oleh Partai Golkar, PKS, PAN, PPP, Partai Gerindra.

Kelompok pertama adalah koalisi partai yang mengusung Jokowi-Kalla dalam Pemilu Presiden 2014 lalu, sedang kelompok kedua adalah koalisi partai yang mengusung pasangan Prabowo-Hatta. Sejauh ini Partai Demokrat mendukung pilkada langsung. Namun banyaknya anggota Fraksi Partai Demokrat yang tidak duduk lagi di DPR, menyebabkan keraguan, partai ini tak solid mendukung pilkada langsung.

Alasan utama yang sering disampaikan oleh kelompok pendukung pilkada oleh DPRD adalah bahwa selama 10 tahun terakhir ini pilkada langsung lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Hal ini ditunjukkan oleh banyak korupsi yang membelit kepala daerah; kepala daerah dan wakil kepala daerah pecah kongsi sehingga pemerintah daerah tidak efektif; dan terjadi konflik horisontal meski kasusnya sedikit. Padahal penyelenggaraan pilkada memakan banyak biaya.

Orang lain juga bertanya?

Jika itu alasannya, maka jawabannya adalah rekayasa pilkada. Pokok masalahnya adalah bagaimana memainkan sistem pemilu guna menghindari biaya politik tinggi, baik yang ditanggung APBD untuk penyelenggaraan, maupun yang ditanggung pasangan calon. Biaya tinggi yang terakhir ini selalu dikedepankan Mendagri Gamawan Fauzi sebagai akar korupsi yang menjerat kepala daerah. Jadi, perdebatan soal filosofi dan konstitusi, tidak terkait dengan soal ini.

Bicara rekayasa pilkada, berarti bicara soal rekyasa sistem pemilihan. Sistem pemilihan adalah hubungan antar-varibael teknis pemilu untuk mengkonversi suara (dari pemilih) menjadi kursi (yang akan diduduki calon terpilih). Setidaknya ada enam varibael teknis pemilu, namun untuk pilkada yang harus diperhatikan adalah metode pencalonan, formula calon terpilih, dan waktu penyelenggaraan.

Pada metode pencalonan, selama ini ditempuh dua jalur: pencalonan oleh partai politik dan pencalonan perseorangan atau jalur independen. Pencalonan partai politik ada dua jenis, yakni oleh partai yang memiliki kursi DPRD dan partai yang tidak punya kursi di DPRD. Pada partai yang tidak punya kursi inilah yang sering terjadi keributan.

UU No 32/2004 menyebutkan gabungan partai politik yang meraih suara sedikitnya 15% dalam pemilu legislatif bisa mengajukan pasangan calon. Yang terjadi, banyak pertai gurem ini pengurusnya tidak jelas, jika pun jelas sering menarik diri dalam proses pencalonan sehingga menimbulkan keributan. Inilah yang menjadi salah satu sumber konflik. Oleh karena itu, partai tak berkursi, sebaiknya mengikuti jalur independen saja.

Ketentuan bahwa partai atau gabungan partai yang punya sedikitnya 15% kursi di DPR bisa mengajukan pasangan calon juga mendorong lahirnya praktik jual beli berkas pencalonan. Inilah salah satu sumber mahalnya biaya politik yang harus ditanggung calon. Untuk menghindarinya gampang saja: bebaskan pencalonan. Artinya, partai yang punya kursi di DPR bisa mengajukan pasangan calon.

Tentu hal ini akan menjadikan jumlah calon sangat banyak. Ya, jika masih memakai putaran kedua. Tetapi jika ketentuan disederhanakan, di mana pasangan calon yang meraih suara terbanyak (simple majority) yang menang, maka mau tidak mau partai politk akan berkoalisi mendukung dua atau tiga pasangan calon yang kuat. Jika ada pasangan calon lain, itu hanya pelengkap saja.

Di sinilah variabel kedua, yakni formula calon terpilih perlu diubah. Selama ini jika tidak ada pasangan calon yang meraih sedikitnya 30% suara, maka akan dilakukan putaran kedua. Ketentuan ini harus diganti: siapapun yang meriah suara terbanyak, tidak peduli berapa persentase raihan suara itu, ditetapkan menjadi pasangan calon terpilih.

Pengaturan pencalonan juga bisa digunakan untuk menjaga soliditas pasangan calon terpilih dalam menggerakkan roda pemeintahan. Selama ini pasangan calon gubernur dan wakil gubernur serta bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota diajukan secara bersamaan, sehingga masing-masing merasa punya kontribusi yang sama dalam pemenangan. Akibatnya, ketika wakil gubernur dan wakil bupati/wakil walikota tidak banyak dilibatkan dalam pengambilan keputusan, mereka ngambek. Hubungan retak.

Untuk menghindari hal itu, maka mekanisme pencalonan diubah. Pertama, partai atau koalisi partai menetapkan terlebih dahulu calon gubernur atau calon bupati/walikota. Setelah itu, mereka menunjuk calon wakil gubernur dan calon wakil bupati/wakil walikota. Dengan demikian, sedari awal para wakil ini akan loyal kepada gubernur dan bupati/walikota, karena mereka menjadi wakil atas penunjukkan gubernur dan bupati/walikota.

Varibael ketiga soal waktu penyelenggaraan. Penyelenggaraan pilkada yang berserakan waktunya antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, telah menggelembungkan dana penyelenggaraan yang diambil dari APBD. Dananya akan semakin bengkak jika ada putaran kedua. Gagasan menggabungkan penyelenggaraan pilkada (atau biasa disebut pilkada serentak) mejadi pilihan strategis.

Hitung-hitungannya sederhana saja. Sekitar 65% biaya penyelenggaraan pemilu tersedot untuk membayar petugas pemilu, mulai dari KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS, dan KPPS. Juga Bawaslu dan jajarannya ke bawah. Mereka dibayar berdasarkan even pemilu, bukan berdasarkan volume pekerjaaan. Meskipun pemilu legislatif lebih berat, tapi honornya sama pada saat pemilu presiden atau pilkada. Maka lebih banyak pemilu digelar, maka lebih banyak honor yang harus dibayarkan.

Oleh karena itu, jika pilkada gubernur pelaksanaanya digabungkan dengan pilkada bupati/walikota, maka biaya bisa dihemat, sebab petugas menjalankan dua pemilu tapi honornya tetap satu. Jika total pilkada se Indonesia mencapai Rp 60 triliun, maka pilkada gabungan bisa bisa menghemat biaya sampai 20 triliun dalam kurun lima tahun.

Pilkada gabungan juga menjamin kontrol kuat atas penyelenggaraan, karena pilkada menjadi isu nasional sehingga semua pihak ikut terlibat dalam pengawasan. Lebih dari itu, pilkada gabungan bisa mencegah kemungkinan terjadinya konflik, karena potensi konflik sudah terdeteksi sejak dini. Selama ini sumber konflik sebetulnya lebih karena KPU daerah tidak beres bekerja. Nah, dengan kontrol ketat dari KPU, maka mereka yang kinerjanya buruk, bisa langsung ditindak dan diganti. Mekanisme ini cukup berhasil menyelesaikan ketegangan pilkada di beberapa daerah dua tahun terkahir.

Yang lebih penting dari pilkada gabungan adalah kecenderungan partai politik untuk membangun koalisi yang sama antara pilkada gubernur dengan pilkada bupati/walikota. Maksunya, jika Partai A, Partai B, dan Partai C berkoalisi mengajukan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, maka koalisi yang sama juga akan bertahan untuk mengajukan pasangan calon bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota dalam pilkada bupati/walikota di provinsi tersebut.

Dengan demikian hasil pilkada nanti akan menunjukkan kecenderungan yang sama, yakni guberur dan wakil gubernur serta bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota berasal dari partai atau koalisi partai yang sama, sehingga akan memudahkan praktek penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pemerintahan efektif pun lebih mudah tercapai karena sistem mendorongnya ke sana. Jika kinerja buruk, itu lebih pada kemampuan individu kepala daerahnya.

Jadi, dampak buruk pilkada langsung selama ini, sesungguhnya ada solusinya, yakni rekayasa sistem pemilihan. Keberhasilan rekayasa sistem pemilihan ini tidak hanya ditopang teori-teori ilmu politik dan sosialogi, tetapi juga pengalaman negara-negara lain yang menganut sistem pemerintahan presidensial, seperti di Brasil, Argentina, dll. Tetapi kalau hasrat berkuasa sudah tak tertahankan, teori dan praktek keberhasilan juga diabaikan. Mereka buta tuli dan mematikan nurani sendiri. Menjadi tidak waras. (mdk/war)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Kapan Pilkada Serentak Dilaksanakan? Ketahui Tahapan Pelaksanaannya
Kapan Pilkada Serentak Dilaksanakan? Ketahui Tahapan Pelaksanaannya

Pilkada serentak termasuk pesta demokrasi besar di Indonesia.

Baca Selengkapnya
Singkatan Pilkada, Tujuan, dan Prosesnya
Singkatan Pilkada, Tujuan, dan Prosesnya

Singkatan Pilkada adalah "Pemilihan Kepala Daerah", yang menggambarkan proses pemilihan langsung untuk memilih kepala daerah tingkat Provinsi/Kabupaten.

Baca Selengkapnya
Pilkada Serentak Pertama Kali Dilaksanakan Tahun 2015, Ketahui Sejarahnya
Pilkada Serentak Pertama Kali Dilaksanakan Tahun 2015, Ketahui Sejarahnya

Sejak tahun tersebut, jumlah provinsi yang menggelar Pilkada serentak terus bertambah.

Baca Selengkapnya
Dasar Hukum Pilkada Serentak 2024, Perlu Diketahui
Dasar Hukum Pilkada Serentak 2024, Perlu Diketahui

Pilkada Serentak 2024 merupakan momentum penting dalam demokrasi Indonesia yang akan menentukan arah kepemimpinan di berbagai daerah.

Baca Selengkapnya
Menko Hadi Minta TNI, Polri dan BIN Harus Sakti Petakan Wilayah Potensi Konflik di Pilkada
Menko Hadi Minta TNI, Polri dan BIN Harus Sakti Petakan Wilayah Potensi Konflik di Pilkada

Jika pemerintah daerah tidak memasilitasi maka pilkada serentak pasti akan terganggu.

Baca Selengkapnya
Mendagri Nilai Pilkada 2024 jadi Sejarah Baru Pemilu di Indonesia, Apa Alasannya?
Mendagri Nilai Pilkada 2024 jadi Sejarah Baru Pemilu di Indonesia, Apa Alasannya?

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengklaim pelaksanaan Pilkada 2024 mengukir sejarah baru dalam Pemilu di Indonesia.

Baca Selengkapnya
Tito Sebut Pilkada Langsung Hambat Pembangunan, Ini Respons Demokrat
Tito Sebut Pilkada Langsung Hambat Pembangunan, Ini Respons Demokrat

Dengan pilkada langsung, Demokrat menilai masyarakat bisa memilih pemimpin yang dekat dengan rakyat

Baca Selengkapnya
Bentuk Tim Pemenangan Pilkada, PDIP Minta Tak Ada Lagi Aparat Bekerja untuk Calon Tertentu
Bentuk Tim Pemenangan Pilkada, PDIP Minta Tak Ada Lagi Aparat Bekerja untuk Calon Tertentu

PDIP menyinggung Pilpres 2024. Saat itu, kata PDIP, aparat bekerja untuk calon tertentu.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Jenderal Tito Singgung Janji Paslon Pilkada
VIDEO: Jenderal Tito Singgung Janji Paslon Pilkada "Mantap, Kau Langsung Didemo Rakyat"

Mendagri Tito kemudian menyinggung ketidak harmonisan antara Gubernur dengan Wali Kota dan Bupati karena unsur politis

Baca Selengkapnya
Pilkada 2024 Memilih Apa Saja? Berikut Penjelasannya
Pilkada 2024 Memilih Apa Saja? Berikut Penjelasannya

Pilkada 2024 merupakan ajang pemilihan kepala daerah di Indonesia.

Baca Selengkapnya
Pilkada Dilaksanakan Kapan? Catat Tanggalnya & Ini Tahapan Resmi dari KPU
Pilkada Dilaksanakan Kapan? Catat Tanggalnya & Ini Tahapan Resmi dari KPU

Berikut jadwal Pilkada dilakukan kapan beserta tahapannya yang resmi dikeluarkan oleh KPU.

Baca Selengkapnya
Kapan Pilkada Jakarta 2024 Dilaksanakan? Ini Tahapan dan Jadwalnya
Kapan Pilkada Jakarta 2024 Dilaksanakan? Ini Tahapan dan Jadwalnya

Berikut informasi tahapan dan jadwal Pilkada Jakarta 2024.

Baca Selengkapnya