PSSI dibekukan karena membangkang
Merdeka.com - Dunia sepak bola nasional pekan kemarin dibuat geger. Sehari sebelum Kongres Luar Biasa Persatuan Seluruh Sepakbola Indonesia (PSSI) di Surabaya, Jawa Timur, Kementerian Pemuda dan Olahraga rupanya mengeluarkan surat pembekuan. Surat Keputusan (SK) Menteri Pemuda dan Olah raga (Menpora) itu tidak mengakui seluruh kegiatan yang dilakukan PSSI.
Keluarnya surat itu bukanlah tanpa sebab, Kementerian Pemuda dan Olah Raga melihat jika PSSI telah melanggar. Pelanggaran itu berupa keikutsertaan Klub Sepakbola Arema dan Persebaya dalam ajang AFC di Bandung awal bulan ini. Padahal sesuai rekomendasi Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) kedua klub itu tak mendapatkan rekomendasi lantaran dualisme kepemilikan.
"Alasan utamanya yaitu karena dia memang punya masalah cukup lama yaitu dualisme kepemilikan baik Arema maupun Persebaya," kata Ketua Umum BOPI, Mayor Jenderal Purnawirawan M Noor Aman saat berbincang dengan merdeka.com di ruang kerjanya, Kamis kemarin.
-
Apa saja bentuk sanksi hukum? Saknsi yang dilakukan dari norma hukum bersifat tegas serta nyata, bisa berupa denda dengan nominal tertentu hingga penjara dalam waktu tertentu pula.
-
Bagaimana PSIS Semarang menanggapi hukuman? 'Hukuman sangat berat dan tidak adil karena larangan pertandingan tanpa penonton hingga akhir musim,' kata CEO PSIS Semarang A.S Sukawijaya dikutip dari ANTARA pada Kamis (7/12).
-
Siapa yang mengeluarkan hukuman PSIS? Hukuman bertanding tanpa penonton dikeluarkan langsung oleh PSSI selaku induk sepak bola Indonesia.
-
Apa hukuman buat PSIS Semarang? Hukuman bertanding tanpa penonton dikeluarkan langsung oleh PSSI selaku induk sepak bola Indonesia. Berdasarkan surat dari PSSI, PSIS Semarang dianggap melanggar Kode Disiplin PSSI Tahun 2023 karena terjadi pengulangan kejadian yang sama yaitu keributan antara suporter PSIS Semarang dengan suporter klub tamu.
-
Kapan PSIS kena hukuman? 'Hukuman sangat berat dan tidak adil karena larangan pertandingan tanpa penonton hingga akhir musim,' kata CEO PSIS Semarang A.S Sukawijaya dikutip dari ANTARA pada Kamis (7/12).
-
Apa itu KPPS? KPPS adalah singkatan dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara. Ini merupakan organisasi yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pemungutan suara dalam Pemilu di Indonesia.
Berikut penuturan M Noor Aman kepada Arbi Sumandoyo dan Muhammad Taufik dari merdeka.com soal sengkarut PSSI dengan Kemenpora:
Soal pembekuan kepengurusan PSSI, apa ada tekanan dari FIFA ke Kemenpora?
Kemenpora itu memberikan sanksi secara bertahap. Surat peringatan pertama, surat peringatan kedua dan ada surat peringatan ketiga. Isi dari surat peringatan itu supaya PSSI melarang kedua klub, supaya Persebaya dan Arema ikut bertanding. Itu semua muncul karena dalam rekomendasi BOPI sudah dinyatakan tidak rekomendasi. Ternyata pada saat permainan tanggal 4 April yang lalu, Arema Cronus yang tidak direkomendasi itu bertanding melawan Persija. Pada keesokan harinya, tanggal 5, Persebaya juga tidak direkomendasikan, dia bermain dengan Mitra Kukar. Itulah kemudian dipandang oleh Kemenpora sebagai pelanggaran. Yang dilarang, tiba-tiba dimainkan.
Kemudian yang kedua itu pun sebetulnya Kepolisian tidak memberikan izin keramaian. Mereka tetap main, begitu. Nah makanya begitu kita lapor polisi, polisi minta lebih tegas lagi, 'Pak kita minta harus ada larangan lah'. Rekomendasi BOPI memang tidak bisa dipakai oleh polisi. Memang benar jika rekomendasi BOPI itu syarat tampilan untuk dia bisa mendapatkan izin keramaian. Izin keramaian lho ya. Karena tidak ada rekomendasi BOPI, tapi untuk melarang dia main itu sudah cukup. Makanya waktu ada Mabes Polri, tidak cukup pak tolong kita minta ada larangan lah. Munculah surat SP-1. Isinya meminta kepada PSSI melarang dua klub itu bermain. Surat yang sama juga ditembuskan kepada Mabes Polri jika kedua klub itu bahwasannya dilarang untuk bermain.
Bagaimana sikap FIFA sebenarnya soal kepengurusan PSSI?
Nah kalau berkaitan dengan tadi, FIFA itu sebetulnya menerima masukan dari pengurusan PSSI yang pertama dulu. Rekomendasi waktu itu dia minta tanggal 20 Februari di Bandung. Kami umumkan tanggal 18 karena masih belum diberikan rekomendasi karena ada data yang belum lengkap. Kita kasih waktu sampai tanggal 4 Maret. Dan kemudian hanya FIFA lah satu-satunya lembaga yang bisa memberikan rekomendasi. Kemenpora maupun BOPI tidak. Silakan kalau kalian punya jadwal dilaksanakan jadwal itu.
Kemudian muncul di Bandung ada deklarasi tetap melakukan kompetisi tanpa rekomendasi BOPI. Kita kan belum mengeluarkan, tapi ternyata dia tidak bisa main. Malah dia mundur. Bukannya tanggal 4 maret, justru mundur sampai dengan tanggal 4 April. Sampai dengan tanggal 4 April masih ada 7 hari kan, hitungan-hitungan itu tanggal 28, tanggal 27 rekomendasi sudah keluar tapi mereka tidak mendengar. Sehingga kita menunda sampai tanggal 1 April baru kita kasih rekomendasi. Tapi tanggal 1 April itu keluarlah hanya memutuskan 16 club. Dua klub tidak diloloskan, yaitu Arema dan Persebaya. Tapi tanggal 4 April, Arema tetap main. Tanggal 5 memainkan Persebaya.
Apa alasan BOPI tidak merekomendasikan Arema dan Persebaya?
Alasan utamanya yaitu karena dia memang punya masalah cukup lama yaitu dualisme kepemilikan baik Arema maupun Persebaya. Arema yang satu diklaim didirikan oleh Yayasan kemudian menjadi Arema Indonesia. Kemudian belakangan muncul nama tandingan yaitu Arema Cronus. Kan begitu. Tapi anehnya ketika Arema Cronus mengajukan data klarifikasi ke sini tetap mengklaim jika Arema Indonesia adalah miliknya dia. Jadi ada klaim dari keluarga. Begitu kita usut ternyata mereka juga sedang menjalani proses di pengadilan. Karena dalam proses pengadilan, maka kami berkesimpulan, klub ini belum ada dinyatakan dalam hukum yang tetap.
Bagaimana dengan Persebaya?
Persebaya pun juga sama. Itukan Persebaya 27, Persebaya 27 itukan terdiri dari klub-klub kecil-kecilan. Di tahun 2013 pada waktu kita sedang melakukan verifikasi begini, kita waktu itu minta diverifikasi oleh PT Diga, begitu kita diumumkan di koran bahwa Persebaya masuk PT MMIB, PT Mitra Muda Inti Berlian mengklaim sebagai pemilik Persebaya itu. Hal yang sama juga muncul klaim dari pemilik Persebaya 27. Terjadi juga proses dimana mereka juga menggugat di pengadilan. Sehingga status keduanya ada dualisme kepemilikan. Atas itu, BOPI tidak memberikan rekomendasi kepada keduanya.
Karena dualisme kepemilikan itu yang menjadikan dasar BOPI?
BOPI tidak memberikan rekomendasi kepada keduanya.
Bagaimana dengan laporan pajak kedua klub ini?
Kalau Malang memang gagal bayar pajak. Persebaya juga sudah bayar pajak tapi tidak diterimakan karena NPWP dari para pemain juga tidak jelas. Tapi soal pajak itu, kita memberikan sedikit toleransi yang terpenting mereka sudah konsultasi dengan kantor pajak. Sebetulnya ada enam klub yang belum bayar pajak. Kita loloskan dengan nasihat kamu konsultasi dengan kantor pajak setempat.
Jauh sebelum KLB PSSI kemarin, bukankah Arema dan Persebaya sudah mendapatkan rekomendasi yang diketahui AFC dan FIFA ?
Kenapa BOPI berani-beraninya memberikan rekomendasi kepada dua klub itu, yaitu tadi karena ada dualisme kepemilikan. Kenapa AFC meloloskan itu, AFC mungkin tidak melihat itu. Dia tidak melihat itu sebagai kriteria pokok. Seharusnya mereka juga melihat dan mestinya mereka mempertanyakan itu. Atau PSSI bisa menjelaskan itu. Ketika sekarang ketahuan kan PSSI juga tidak bisa mengelak bahwa ada dua kepengurusan ganda. Jadi saya ulangi, yang terpenting adalah kewenangan verifikasi adalah federasi, apakah itu FIFA yang nanti akan bertanding untuk klub internasional kan begitu kan. Kemudian AFC yang nanti akan bertanding untuk regional dan kemudian PSSI untuk kegiatan yang sifatnya regional. Itu harusnya kita gerakin lah.
Nah unsur-unsur yang diverifikasi itu kan sama saja, baik FIFA maupun PSSI ada mungkin cuma beda-beda. Berkaitan dengan PSSI ternyata kemudian hal-hal yang kita gambarkan tadi itu tidak dijadikan bahan kriteria pokok. Misalnya pajak, itu tidak dilaporin sama AFC. AFC pun cuma melihat dari dua faktor saja yang terpenting. Pertama klubnya bagus, menang di ISL, ya kan.
Artinya cukup menggunakan rekomendasi PSSI saja?
Mestinya menggunakan rekomendasi PSSI saja. Sementara mungkin PSSI tidak mengangkat itu. Nah sekarang mari kita coba angkat, begitu kita coba bisa enggak AFC ini menolak jika bahwa ini bener ternyata Arema itu masih cacat hukum lah. Kalau dia tau dan masih memberikan rekomendasi berarti salah juga dia kan. Karena persyaratan legalitas itu juga sama. Tetap yang diakui adalah jelas kepemilikannya. Arema itu sebenarnya tidak punya SIUP yang ditandatangani, diakui Kemenkumham.
(mdk/mtf)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
PSIS berencana melakukan banding karena hukumannya dinilai terlalu berat
Baca SelengkapnyaPelatih Persib Bandung, Bojan Hodak, merasa kesal timnya dihukum Komdis PSSI akibat ulah oknum suporter yang masuk ke lapangan.
Baca SelengkapnyaKerusuhan tersebut menambah rapor merah dunia sepak bola nasional
Baca SelengkapnyaKemenkes akan memberikan sanksi berupa pencabutan surat izin praktik (SIP) dan surat tanda registrasi (STR) pelaku perundungan pada PPDS
Baca Selengkapnya"Wasit-wasit Liga 1 dan Liga 2 untuk memimpin pertandingan di Aceh," kata Arya
Baca SelengkapnyaSanksi tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis J. Kristiadi dalam sidang pembacaan putusan sebanyak tujuh perkara di Ruang Sidang DKPP Jakarta.
Baca SelengkapnyaDK PWI sebelumnya telah menjatuhkan sanksi Peringatan Keras empat orang Pengurus Harian.
Baca SelengkapnyaDewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (DK PWI) meminta Ketua Umum PWI Hendry Ch Bangun menaati keputusan tentang sanksi dan tindakan organisatoris.
Baca SelengkapnyaTiga anggota yang mendapatkan sanksi PTDH di antaranya Bripka Irfanuddin, Bripka Budyanto, dan Bripka Abdullah Amudi.
Baca SelengkapnyaAnggota Bawaslu RI Puadi terbukti melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP)
Baca SelengkapnyaRuruh menyampaikan segala usaha perbaikan perilaku akhirnya gagal. Justru malah melakukan pelanggaran sidang disiplin sampai lima kali.
Baca SelengkapnyaTiga pemain PSM Makassar mengalami tindakan rasisme yaitu Yance Sayuri, Yuran Fernandes dan Erwin Gutawa.
Baca Selengkapnya